"Me, nih buku punya elu." Zain meletakkan buku tulis Medina. Tak lupa punya Nona sekalian.
Medina langsung membuka bukunya. Dia sudah penasaran dapat nilai berapa tugas matematika kali ini.
Medina mengerjapkan mata dan tersenyum ketika tahu nilainya 100. Tapi dia sempat menaikkan alisnya saat ada emoticon tersenyum dan kata 'good' di bawah paraf guru.
'Pak Halim lucu juga kasih nilainya.'
Medina melirik Nona yang lagi-lagi scroll Ig di laci diam-diam.
"Na, lu dapat nilai berapa?"
Nona mengangkat wajahnya yang menunduk. Lalu menarik bukunya dan menunjukkannya pada Medina.
"Kali ini 100, Me. Alhamdulillah lah, otak gue tumben gak korslet."
Medina lagi-lagi mengernyit. Di buku Nona tidak ada tuh embel-embel emoticon orang tersenyum dan kata good seperti punyanya.
'Ah, sudahlah. Mungkin Pak Halim gak sengaja tulis itu.'
Bel pergantian les berbunyi. Halim berdecak. Kenapa waktu secepat itu berjalan? Padahal dia masih betah sekali mencuri-curi pandang pada Medina.
'Entah sadar atau gak dia, ya? Karena hanya punya dia yang aku beri emoticon itu. Duh! Kenapa aku jadi semanis ini? Astaga!'
Halim tersenyum tipis. Tampak lesung pipinya yang muncul.
Medina diam-diam tersenyum dan mengagumi gurunya itu.
'Selain rajin sholat, suara bacaan surahnya bagus, Pak Halim juga tampan. Eh, kenapa gue begini? Ya ampun, gapapa kali, Me. Mengagumi dalam hati kan gak salah. Lagi pula, Pak Halim pasti sudah ada yang punya. Gue mengaguminya sebatas rasa kagum biasa.'
Medina bolak-balik menekankan di dalam hatinya. Kalau rasa yang baru saja hadir di hatinya, hanya rasa biasa pada anak remaja seperti dirinya.
Lagi pula dia perempuan normal. Yang bisa saja terselip rasa kagum pada lawan jenisnya. Tapi hanya sekedar saja. Medina tidak mau berlarut-larut mengagumi seseorang.
"Baiklah. Nanti setelah grup selesai saya buat, saya akan beri tugas melalui grup saja, ya? Pertemuan kita sampai di sini dulu. Selamat sore."
Halim melangkah keluar. Tapi tentu saja dia sudah menyempatkan untuk melirik sekilas Medina yang sedang menyimpan bukunya ke dalam tas.
'Haaaaaah.'
......****......
Malam minggu adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh para pasangan. Misal sekedar untuk makan di luar, jalan-jalan ataupun hanya ngobrol di rumah.
Tidak bagi Medina yang malam ini sudah sibuk membuat tempe bersama Ibunya.
"Besok, antar tempe ke rumah Mamanya Bang Reno ya, Me?"
"Iya, Bu."
"Sudah ada yang pesan brownies kamu?"
Medina berpikir sejenak. "Ehm, kira-kira ada 8 orang, Bu."
"Alhamdulillah. Berarti besok sudah bisa kamu bikin, Me. Rajin-rajin posting. Mana tahu makin banyak yang nyangkut. Ada rejeki lebih, kita bisa buka toko. Hehe."
Bu Widya senyum-senyum tidak menentu, memikirkan suatu hari nanti punya toko.
Medina tersenyum menatap penuh cinta wajah Ibunya. "Nanti Medi coba posting juga di Ig, Bu. Mana tahu rejeki ya, Bu?"
"Iya, Nak. Yang penting kita harus semangat dan jangan putus asa ya?"
Medina kembali tersenyum. "Semangat, Bu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Murid My Jodoh
RomanceCinta datang tanpa diundang. Cinta hadir tanpa diminta. Mungkin begitu yang dirasakan oleh Halim saat hatinya mulai menyukai dan mencintai Medina-gadis yang notabene adalah muridnya di sekolah tempat dia mengajar. Halim merasakan sesuatu yang begitu...