Bab 2 : Hampir bertemu

52 5 1
                                    

"Bagaimana? Apakah kalian sudah mengerti?" tanya Halim pada murid-muridnya.

"Belum, Paaaaak!!" jawab mereka kompak. Didominasi oleh suara murid perempuan di kelas itu. Kalau murid laki-laki, mereka malah acuh tak acuh.

Bagi mereka, melihat Pak Halim menjelaskan materi di papan tulis dengan suara tegasnya, seperti melihat aktor drakor yang tampannya seperti apotek tutup.

Jadi mereka tidak rela saja kalau Halim menyelesaikan penjelasannya di depan kelas.

Halim berdecak kecil. Padahal materi yang diajarkannya pagi ini itu gampang sekali. Bagi dia tapi. Dia juga sudah menjelaskan secara detail tentang pengerjaan soalnya. Tapi kenapa belum ada yang nyambung juga?

"Baiklah, bagian mana yang kalian tidak paham?"

"Bagian cara mengerjakan soalnya, Pak!" jawab mereka sekali lagi dengan kompak. Bikin Halim ingin tepuk jidat.

"Akan saya jelaskan sekali lagi. Tapi saya harap, kali ini kalian akan langsung mengerti. Ini soalnya sudah saya kasih tahu cara mengerjakannya. Dan itu mudah sekali."

"Tapi kami tidak mau paham, Pak! Biar Bapak jelaskan terus sama kami," sahut salah satu murid perempuan.

"Uuuuhhh.." murid laki-laki bersorak.

"Iya, Pak! Kami betah soalnya lihatin Bapak di depan kelas sambil jelasin materinya," sambut murid perempuan yang lain.

"Uuuuuhhhh.." murid laki-laki bersorak lagi. Mereka sebal lihat teman-teman mereka yang rada gatal sama Pak Halim yang notabene adalah guru matematika mereka yang baru.

"Eh, kenapa malah berisik? Kalian mau saya ditegur Kepala Sekolah?"

Murid-murid itu sontak langsung terdiam. Mana mungkin mereka rela kalau guru favorit mereka ditegur sama kepsek.

Halim menghela nafas. Entah kenapa, setiap kelas yang dia masuki, makhluknya sama semua modelnya. Terlebih murid-murid perempuan yang ingin sekali mencari perhatiannya.

Terdengar bel tanda pergantian les berbunyi.

Halim menghela nafas lega. Hampir saja dia sesak nafas karena perilaku murid-muridnya.

"Kerjakan soal halaman 48. Besok serahkan sama saya di ruang guru."

"Baik, Paaaaaak!!"

Halim bergegas keluar dari kelas itu. Tapi tiba-tiba beberapa murid perempuan menghentikan langkah kakinya.

"Pak, Pak, tunggu!"

Halim berbalik dan agak membelalakkan mata saat melihat mereka semua tersenyum sok imut di depannya.

"Ada apa?" tanyanya dengan dingin.

"Pak, apakah kami boleh tahu akun Instagram Bapak?"

Halim membulatkan matanya menanggapi pertanyaan itu. "Hah? Untuk apa? Kenapa nanya itu?"

"Tidak apa-apa, Pak. Hehe. Boleh, ya, Pak?"

Halim lagi-lagi menghela nafas. Waktu dia mengajar di pulau dulu, dia gak sesering ini menghela nafas.

'Dasar anak-anak sekarang. Kasih saja kali, ya? Lagi pula, mereka tidak akan bisa lihat apa isinya. Hahaha, aku kan tidak menaruh foto apapun di sana.'

"Baiklah. Nama akun saya Abiyan Halim," ucap Halim langsung berbalik meninggalkan mereka yang histeris.

Sedang Halim geleng-geleng kepala dipanggil terus sama mereka.

Halim meneruskan langkahnya menuju ruang guru. Karena les 3-4 dia kosong, rencananya dia akan sholat Dhuha di musholah sekolah.

My Murid My Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang