Bab 11

30 3 0
                                    

Medina hanya memainkan hp-nya tanpa ada niatan untuk membalas si pengirim pesan. Dia duduk dengan lesu. Saat ini posisinya sedang ada di kantin. Ini istirahat kedua, waktunya makan siang. Tapi sepertinya Medina enggan memesan sesuatu.

[Adek? Adek di kelas berapa?]

[Dek?]

[Adek?]

Rentetan pesan WhatsApp yang isinya hampir sama berbunyi terus sedari tadi.

Tak lama, Nona datang membawa 2 gelas jus jeruk. Dia mengambil tempat di samping Medina.

"Minum, Me." Nona menggeser gelas itu ke hadapan Medina.

"Hm." Medina menoleh pada Nona yang sibuk menyedot jus jeruk yang tampak segar itu. "Na, apa elu pernah suka sama cowok?"

"Uhuk! Uhuk!" Nona tiba-tiba tersedak. Dia langsung menoleh dengan senyuman jahil. "Eh, eh. Ada apa nih tiba-tiba nanya begituan?"

Medina menyipitkan matanya sebelah. "Na, gue lagi serius!"

Nona terkekeh. "Gue pernah suka sama seseorang, Me. Tapi dulu waktu kita SMP. Kenapa?"

Medina mendesah. "Kalau gue suka sama laki-laki wajar kan, ya?"

"Ya Allah, Medina! Wajar, dong! Ada-ada aja 'sih lu kalau ngomong."

Medina tersenyum simpul. "Tapi, apa gue pantas suka sama dia? Gue ini, ck! Apalah gue ini."

"Hah? Maksud elu?"

Medina menyerahkan hp-nya untuk Nona lihat. Mata Nona membulat ketika membaca semua pesan dari Halim pada Medina. Senyumnya langsung muncul.

'Tuh 'kan! Bener dugaan gue kalau Pak Halim suka sama Medina.'

"Masya Allah, Me. Beruntung banget 'sih elu jadi orang. Orang yang digilai sama seluruh siswi di sekolah ini, ternyata menempatkan hatinya sama elu!"

Medina menghela nafas. "Tapi apa iya, bisa dibilang dia suka sama gue?"

"Ya Allah, Medina?" Nona gemas sendiri dengan sahabatnya ini. Sudah jelas-jelas Halim itu memang suka sama dia. Dilihat dari cara mandangin Medina, dan sekarang sibuk mengirim chat.

'Gue jadi yakin! Pak Halim pasti mengira kalau Medi ngelihat dia jalan berdampingan sama Bu Rania tadi. Dan Pak Halim takut Medi marah. Uuhh sweet banget gak 'sih?'

"Me, memang lu dah pernah ketemu sebelumnya sama Pak Halim?"

"Udah. Waktu itu gue baru pulang nganter tempe sore-sore. Tiba-tiba hujan, ya gue cari tempat teduh di halte simpang sekolah. Di sana ternyata udah ada Pak Halim duluan. Gue gak tahu kalau dia ternyata guru baru di sini, Na. Memang 'sih, dia sering ngelihatin gue selama neduh di sana."

Nona yang mendengar langsung menutup mulut dan mata berbinar. "Ya ampun! Sweet banget. Tapi beneran 'deh! Gue ngerasa Bapak itu suka sama elu, Me."

"Ah, sok tahu!"

"Ck! Ah elah! Gue udah sering merhatiin Pak Halim mandangin elu, tahu! Cara mandangin dia sama elu itu beda dari yang lain."

Medina geleng-geleng kepala. Tidak mengerti what the maksud si Nona.

Nona mendengus. Lubang hidungnya langsung kelihatan seketika. "Lain kali kalau lu gak punya kerjaan, coba 'deh perhatikan Pak Halim. Beliau pasti kasih tatapan horor sama yang lain. Tapi pas tiba sama elu, tatapan beliau langsung berubah sendu dan penuh cinta."

"Ya, nanti gue perhatikan."

"Eh, Me? Tapi elu sendiri gimana? Lu suka juga kan sama beliau?"

Medina diam sejenak, lalu mengambil nafas dalam-dalam dan menghembusnya. "Hehe, perempuan mana yang gak suka sama dia, Na?"

My Murid My Jodoh Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang