33. Gelisah Meninggalkanmu

516 56 15
                                    

Jaejong bertumpu di meja dapur sambil mengerang dan mengumpat. Sesekali menggerakkan pinggul untuk mengurangi rasa tidak nyaman di perutnya. Ntah apa yang dilakukan bayi gurita itu di dalam sana, seharian ini dia terus menendang dan berputar-putar. Rasanya seperti diaduk dan ditonjok dari dalam, membuatnya tidak bisa istirahat maupun beraktivitas dengan nyaman. Jaejoong sudah sangat kesal dengan kram yang dirasakannya, perutnya kencang seperti balon yang siap meletus.

"Kenapa?"

Jaejoong menoleh. Tiba-tiba saja Yunho sudah berdiri di belakangnya. Dia terlalu fokus mengumpat hingga tidak sadar kalau Yunho sudah pulang.

"...Anakmu tidak bisa diam..."

Yunho melihat ke bawah. Permukaan perut itu nampak bergerak-gerak, gundukan kecil muncul di sana sini. Dia tersenyum geli.

"Anak yang pintar. Dia sudah bisa meniru apa yang kau ajarkan, menendang dan memukul seperti profesional, sangat berbakat."

"Brengsek~ Ini sakit!"

"Ck. Makanya jangan ajak dia melakukan aktivitas yang aneh-aneh. Ayo diam." Kata terakhir Yunho sampaikan untuk anaknya sambil menepuk-nepuk lembut perut Jaejoong. Yunho kemudian melanjutkan keperluannya di dapur untuk mengambil air minum.

"Kaauu~ .........Oh?"

Sret.

"Apa!"
Yunho menggerutu karena air dalam gelasnya jadi tumpah-tumpah saat Jaejoong menarik tangannya tiba-tiba.

"Lakukan lagi."

"Lakukan apa!"

"Yang tadi. Buat dia diam."

Yunho mengernyit. Lalu dengan ragu menepuk lagi perut Jaejoong. Dan seakan bisa merasakan teguran dari ayahnya, bayi gurita yang menggeliat itu langsung tenang lagi.

"Wow. Dia menurut padamu. Ayo."

"Ke mana??? Hei! Aku mau minum!"
Yunho terpaksa meletakkan gelas minumnya sembarang sebelum tumpah lebih banyak, Jaejoong menggeretnya ke kamar.

"Tepuk terus sampai aku tidur."
Kata Jaejoong sambil bersiap memejamkan mata. Betapa beruntungnya Yunho pulang awal. Jaejoong sangat mengantuk, dia ingin tidur siang selagi bayi itu tenang.

Yunho memutar bola mata, jadi pekerjaan rumahnya sekarang bertambah jadi siang hari juga? Hah...benar-benar penindasan. Tapi meskipun begitu, Yunho tetap melakukannya. Menepuk-nepuk pelan sambil memeluk Jaejoong dari belakang seperti biasa. Ikut memejamkan mata meskipun dia tidak mengantuk. Mungkin, ini saat yang tepat untuk menyampaikan keperluannya pulang awal.

Yunho mengubah tepukannya menjadi usapan.
"Jae, aku perlu ke luar negeri untuk beberapa hari."

"Kapan?"

Yunho membuka mata, sedikit terkejut Jaejoong bertanya. Dia pikir Jaejoong hanya akan menjawabnya dengan gumaman acuh seperti biasa.

"Besok."

"Berapa hari?"

"3. Seperti saat aku e Cina terakhir kali."

"Oh. Oke. Cepat kembali."

Yunho terdiam sesaat.
".... Kenapa?" Tanyanya.

"....."

"Kenapa aku harus cepat kembali?"

Jaejoong berbalik, membuat mereka kini saling berhadapan. Tangan Yunho berhenti bergerak, karena tiba-tiba debaran jantungnya menjadi tidak normal ditatap lama oleh Jaejoong.



"Aku...."
Jaejoong menatap Yunho lekat.

"Aku apa?..."
Yunho melonggarkan rengkuhan, tidak ingin Jaejoong mendengar degup jantungnya yang seperti drum.



Love. A Weapon to Die, Or A Reason To Live?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang