Bab 9:Rahasia Kelam

15 5 0
                                    

Di sudut ruangan yang remang-remang, Ava mulai mengungkapkan detail mengejutkan tentang kasus kematian Rania. "Ada banyak keanehan pada kasus ini," Ava memulai dengan nada serius. "Luka tusukan di tubuh Rania membentuk logo yang tidak biasa. Kami masih mencoba mengidentifikasinya."

Sarah mendengarkan dengan seksama, merasakan adrenalin meningkat. "Logo? Logo apa maksudmu?"

Ava mengeluarkan sebuah foto dari saku jaketnya dan menunjukkannya pada Sarah. Foto tersebut memperlihatkan luka di tubuh Rania yang membentuk sebuah simbol yang aneh. "Lihat ini," kata Ava. "Ini bukan luka biasa. Ada maksud di baliknya."

Sarah memandang foto itu dengan penuh rasa tidak percaya. "Ini sangat aneh. Dan bekas cakaran di payudaranya... Apa ini juga bagian dari simbol?"

Ava mengangguk. "Bukan hanya itu, Sarah. Usus Rania juga ada yang dibakar. Ini bukan hanya sekadar pembunuhan. Ini adalah sebuah ritual."

Mata Sarah melebar saat mendengar penjelasan Ava. "Ritual? Bagaimana kamu bisa tahu semua ini?"

Ava menatap Sarah dengan tajam. "Karena ini bukan kasus pertama. Dua tahun lalu, ada kasus serupa, tapi tidak pernah terkenal. Jenazah ditemukan dengan kondisi yang sama, namun pelakunya tidak pernah tertangkap."

Sarah terdiam sejenak, mencoba mencerna semua informasi itu. "Jadi, luka di jantung Rania juga membentuk simbol? Dan apa yang kamu temukan di lubang hidungnya?"

Ava mengangguk, mengambil napas dalam sebelum melanjutkan. "Ya, luka di jantungnya membentuk simbol yang sama dengan yang ada di tubuhnya. Dan di dalam lubang hidung Rania, kami menemukan sesuatu yang sangat mencurigakan. Sebuah benda kecil, seperti potongan kertas dengan simbol yang sama tercetak di atasnya."

Sarah merasa kebingungan semakin mendalam. "Kenapa kau lebih tahu banyak tentang kasus ini daripada aku? Siapa kau sebenarnya, Ava?"

Ava menghela napas panjang, jelas tidak nyaman dengan pertanyaan itu. "Aku tidak bisa memberitahumu semuanya sekarang, Sarah. Yang penting adalah kita harus bekerja sama untuk menemukan pelakunya."

Sarah merasa frustrasi dengan jawaban Ava, tapi dia tahu tidak ada gunanya memaksa lebih banyak informasi. "Baiklah, aku akan bekerja sama denganmu. Tapi aku ingin jawaban nanti."

Ava tersenyum tipis. "Kau akan mendapatkannya, Sarah. Kita akan menemukan kebenaran bersama."

Ava menatap Sarah dengan mata yang penuh kenangan pahit. "Sarah, kau harus mengerti sesuatu," katanya dengan suara bergetar. "Apa yang aku ketahui ini bukan hanya karena aku ingin tahu. Ini adalah pengalaman hidup dan mati bagiku."

Sarah memandang Ava dengan campuran rasa ingin tahu dan ketakutan. "Apa maksudmu, Ava? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Ava menarik napas panjang sebelum mulai bercerita. "Dua tahun yang lalu, aku sedang menyelidiki kasus serupa. Korban ditemukan dengan luka-luka yang sama anehnya dengan Rania. Aku yakin ada sesuatu yang lebih besar di balik semua ini, jadi aku mulai melakukan penyelidikan mendalam. Aku tidak pernah menduga bahwa aku sendiri akan menjadi target berikutnya."

Matanya tampak kosong saat mengingat kembali peristiwa mengerikan itu. "Aku berhasil melacak psikopat itu hingga ke tempat persembunyiannya. Ketika aku mencegatnya, aku pikir aku sudah siap. Tapi aku salah."

Ava menelan ludah, memejamkan mata sejenak sebelum melanjutkan. "Dia lebih cepat dan lebih kuat dari yang aku kira. Sebelum aku sempat bereaksi, dia menikamku enam kali di jantung. Rasa sakitnya tak terlukiskan, Sarah. Aku bisa merasakan setiap tusukan, seolah jantungku terbelah menjadi dua."

Sarah terdiam, ngeri membayangkan penderitaan yang dialami Ava. "Bagaimana kamu bisa selamat dari itu?" tanyanya dengan suara bergetar.

Ava membuka matanya kembali, menatap Sarah dengan intensitas yang menakutkan. "Itu adalah keajaiban. Aku tergeletak di sana, sekarat, sementara dia berdiri di atas tubuhku dengan pisau berlumuran darah. Tapi entah bagaimana, aku masih hidup. Aku ingat bayangan samar seorang polisi yang datang menolongku. Mereka berhasil menghentikan pendarahan dan membawaku ke rumah sakit tepat waktu. Sayangnya, psikopat itu berhasil melarikan diri."

Dia mengusap bekas luka di dadanya dengan tangan gemetar. "Operasi itu menyelamatkan hidupku, tapi meninggalkan bekas yang tidak pernah hilang. Fisik maupun mental. Aku menghabiskan berbulan-bulan dalam pemulihan, berjuang melawan rasa sakit dan trauma. Sekarang, jantungku tidak berdetak secara normal lagi karena luka tusukan itu. Tapi lebih dari itu, aku tahu aku harus kembali. Aku harus menyelesaikan apa yang aku mulai."

Sarah memandang Ava dengan perasaan campur aduk. "Kau benar-benar melalui semua itu? Dan sekarang kau ingin aku bekerja sama denganmu tanpa bantuan polisi? Bagaimana aku bisa mempercayaimu setelah semua yang kau alami?"

Ava menatap Sarah dengan penuh ketegasan. "Karena, Sarah, aku tidak punya pilihan lain. Pelaku ini bukanlah orang biasa. Dia memiliki kekuatan yang luar biasa dan bisa mengalahkan siapa pun, termasuk polisi. Aku masih mengumpulkan petunjuk tentang kematian Rania, tapi aku tahu satu hal pasti: kita harus menghentikannya. Kita tidak bisa bergantung pada siapa pun selain diri kita sendiri."

Sarah merenung sejenak, mencoba mencerna semua informasi itu. Meskipun masih ragu, ia merasa bahwa mungkin Ava memiliki alasan yang kuat untuk tindakannya. "Baiklah, aku akan bekerja sama denganmu. Tapi aku ingin jawaban nanti."

Ava tersenyum tipis, tanda terima kasih yang tulus. "Kau akan mendapatkannya, Sarah. Kita akan menemukan kebenaran bersama."

A Night In HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang