Pagi ini, pagi yang cerah. Cuaca panas yang disertai kicauan burung, dan cahaya matahari yang terpampang jelas namun tidak terlalu terik.
Kian terbangun dari tidurnya dengan perasaan damai serta senyum sumringah. Tak disangka, hari kemarin adalah hari kesekian yang berhasil Kian lewati. Ia tidak tahu harus senang, atau justru menyesalinya.
Kini, matanya telah terbuka sempurna. Pemandangan yang didapat masih sama. Kamar barunya yang kecil di Jakarta. Kian bersyukur akan hal itu.
Kian menarik nafas dalam, mencoba menikmati udara di hari baru ini. Matanya memejam sesaat, lalu, suara decitan pintu lantas membuatnya mendelik.
Saat dilirik, rupanya sang kakak tengah berdiri di ambang pintu. Tersenyum hangat sambil menyembulkan kepalanya.
Arga berjalan seraya menutup pintu. Handuk masih menggantung di bahunya, menandakan bahwa ia mungkin baru saja bangun.
"Dek ... "
"Pagi, Mas!" Kian membalas sapaan Arga, tak kalah ceria.
Arga hanya tersenyum. Tak membalas sapaan sang adik, ia duduk di tepi ranjang.
"Nyenyak tidurnya?"
Kian menganggukkan kepalanya, membuat kesan lucu di pandangan Arga.
"Makin lucu aja kamu hari ini." Tangannya terangkat mengelus surai lembut milik sang adik. "Kemarin kenapa kamu cuekin Mas?"
Belum berniat menjawab, Kian menunduk. Bibirnya maju se-senti membuat kerutan di dagunya.
"Kemarin tuh, sebenernya aku udah ngantuk sama cape banget. Aku pikir Mas bisa jemput aku. Eh taunya pas ditelpon malah gak bisa. Yaudah deh kepaksa aku minta nebeng sama kakak kelas." Ucapnya.
"Jadi kemarin kamu pulang dianter mereka?"
"Iya."
Arga tersenyum simpul. Lubang menonjol ke dalam di kedua pipinya. Semakin merasa gemas pada Kian.
"Yaudah, hari ini Mas anter deh."
"Emang motornya udah baikan?"
"Belum. Tapi nanti Mas coba pake motor Mbah Kakung di garasi."
Ujung bibir Kian tertarik ke bawah. "Emang masih bagus? Orang udah lama banget itu, Mas belum lahir aja motornya udah ada."
"Loh, kamu meragukan motor yang dibeli Mbah dengan hasil keringatnya sendiri?"
"Bukan gitu,"
Arga mengacak rambut Kian sambil sesekali mencubit pipinya.
"Jadi mau dianter nggak?"
Kian mengangguk heboh. "Mau!"
"Tapi udah gak marah lagi, kan?"
"Kapan aku pernah marah?"
"Terserah, deh."
· ◆ ■ ◆ ·
Akhirnya, motor yang dikendarai Arga sampai di depan halaman sekolah Kian.
Mereka memang mengalami sedikit kendala, apalagi mengingat jika motor itu sudah terlalu tua. Untungnya Arga dengan ide-idenya berhasil membuat motor itu berjalan dengan normal. Walau dengan kecepatan sedang, hingga membuat Kian sedikit khawatir akan terlambat.
Kian turun, melepaskan helm dan memberinya pada Arga. Lalu ia pamit dan menyalami sang kakak.
"Sekolah yang bener ya, dek."
![](https://img.wattpad.com/cover/366844057-288-k884069.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Helder
Fanfiction[2HO] Tentang Kian dan keinginan kuatnya yang terus melaung demi mempertahankan keberadaan dirinya di dunia. *** ⚠️shipper bxb/yaoi/shounen ai/gay jauh-jauh, di sini bukan lapaknya⚠️