XI

765 70 26
                                    

Trauma

Gue gak suka hujan. Gak ada alasan, dan dari kecil emang selalu ngehindarin hujan.

Katanya, hujan bikin sakit.

"Kamu lagi apa?"

"Kamu lagi apa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gue gak tau, ya. Tapi fakta, gue gak ngedenger pintu kamar yang ditutup sama nih orang.

Bener-bener.

"Kenapa om?"

Gue naikin selimut sedada, dan kembali fokus ke saluran tv yang nampilin acara ftv.

Gak gue tonton, cuma biar bisa nutupin suara hujan aja.

CUP

Mata gue melotot, karna jidat gue yang masih perawan distempel bibir sama nih om-om. Sedangkan nih pelaku, malah ngusap kepala gue dan diduk di pinggi ranjang—sebelah gue.

"Kecupan. Takutnya saya kelupaan"

Gue cuma nunduk, dan natap tangan yang saling naut di atas selimut

"Jangan masang muka kayak minta tolong begitu, sih" dia ngusap pipi kanan gue, "kan, saya sudah turuti permintaan kamu"

Tatapan gue beralih ke wajah dia, gue gak kuat natapnya, tapi pengen minta jawaban 'permintaan apa?'

Dia berdiri—kembali ke posisi semua. "Iya, ini kan permintaan kamu"

"Melihat ciptaan tuhan yang paling sempurna"Kata sih om, dan yang lebih prik nya lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Melihat ciptaan tuhan yang paling sempurna"
Kata sih om, dan yang lebih prik nya lagi. Dia nunduk dan megang pipi kanan gue, "sayangnya cuma bisa kamu kagumi, tanpa kamu miliki"

"Ya emang iya"

Gue ngeiyain. Anatara gak pokus, atau iya modus.

"Tapi bisa deh, asal kamu mau saya nikahi"

Yang bener aje, rugi dong. Tambahin lima pulu kek.
Tiba-tiba.

Ada kilatan cahaya ilahi yang muncul lewat jendela, karna gue kaget. Mau gak mau, gue meluk leher sih om. Dan yang kelebihannya lagi, sih om meluk pinggang gue.

"Gimana kalo saya kawini dulu?"

Om ; Park SunghoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang