Bab 5 Apartement

22 4 0
                                    

Happy Reading

🌹🌹🌹


Kringgg

Kringgg

Kringgg

Bel pulang yang berbunyi nyaring membuat semua murid merasa senang. Bahkan ada yang berteriak karena kelas berakhir.

"Senang?"

Pertanyaan yang mengarah ke sindiran membuat murid-murid yang ada di kelas menghentikan kesenangan mereka. Mereka menatap ke seorang wanita paruh baya yang berdiri di dekat papan tulis.

"Hehehe. Gak kok, Bu," jawab salah murid laki-laki di kelas.

"Halah. Gak salah, kan?" Guru wanita di depan hanya menggelengkan kepala melihat cengiran dari muridnya.

"Jangan lupa kerjain tugas kalian! Minggu depan tugas harus ada di meja ibu. Tanpa terkecuali!" Guru wanita itu menatap semua muridnya dengan pandangan tegas.

"Baik, Bu!" ucap serempak semua murid.

Guru wanita itu segera memerintahkan muridnya untuk membereskan peralatan sekolah sebelum berdo'a.

"Hati-hati saat pulang dan selamat sore," Guru wanita itu keluar dari kelas setelah mendapat balasan dari murid-muridnya.

"Lo beneran mau jalanin rencana lo, Shev?" Glencya yang berada di samping kiri Sheva bertanya untuk memastikan tentang rencana sahabatnya.

Sheva dan Glencya sekarang sedang berjalan di koridor kelas yang ramai karena jam sekolah yang sudah selesai. Sheva yang sibuk dengan ponsel di tangan dan Glencya yang menatap ke depan dengan kedua tangan bersedekap.

"Iya. Kenapa?" Sheva menatap sekilas Glencya sebelum kembali ke ponselnya.

"Gue penasaran sama rencana lo itu. Coba lo kasih spoiler dikit ke gue, gimana?" Glencya tersenyum ke arah Sheva dengan harapan akan diberitahu apa rencana dari sahabatnya itu.

"Nanti lo tau sendiri," Sheva menjauhkan wajah Glencya yang semakin mendekat ke arahnya.

"Gitu amat lo sama sahabat sendiri," Glencya menunjukkan raut wajah kesal yang tidak ia sembunyikan.

"Bodoh," Sheva kembali memainkan ponselnya tanpa mempedulikan kekesalan Glencya.

"Shev! Shev!" tidak berselang lama Glencya menghentikan langkahnya dan tiba-tiba menepuk bahu kiri Sheva seraya memanggil nama sahabatnya itu.

Sheva yang terusik dengan tepukan Glencya menjadi kesal bukan main dan menghentikan langkahnya seperti sahabatnya. Ia lantas menatap tajam Glencya yang sedang menatap ke arah lain. Kemudian ia memegang tangan Glencya yang sedari tadi menepuk bahunya dengan erat. Sedangkan Glencya meringis kesakitan karena tangannya yang dipegang dengan erat.

"Shev, sakit!" Glencya mengaduh kesakitan.

"Makanya, jangan brutal lo tepuk baju gue!" Sheva segera melepas pegangannya di tangan Glencya dengan kasar.

Glencya mengelus-elus pergelangan tangannya yang mulai memerah. "Gak kira-kira ini anak kalo kasih balesan," batin Glencya dengan sedih melihat tangan putihnya menjadi merah.

"Nanti bisa ke dokter," ucapan enteng itu membuat Glencya menatap Sheva kesal.

"Ngapain lo tepuk gue tadi?" Sheva bertanya tentang perbuatan Glencya tadi. Ia menghadap sepenuhnya ke arah sahabatnya ini dengan kedua tangan bersedekap setelah mengantongi ponselnya di saku seragam.

Yes! You're Mine!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang