Bab 2 Kantin

22 15 0
                                    

Happy Reading

🌹🌹🌹

Kringgg

Kringgg

Kringgg

Suara bel yang menggema terdengar di telinga para penghuni sekolah Victory. Para guru yang mengajar segera mengakhiri materi pelajaran yang diberikan. Para murid yang mendengar segera merapikan peralatan tulis mereka.

Setelah guru keluar dari kelas, para murid segera berhamburan keluar kelas menuju tempat tujuan mereka masing-masing. Ada yang menuju ke perpustakaan, lapangan basket, taman, dan tempat yang paling mereka minati, kantin.

Seperti para murid yang lain, Glencya dan Sheva berjalan memasuki kantin. Mereka berdua berjalan menuju ke arah meja yang berada di depan penjual batagor.

"Lo mau pesen apa? Gue pesenin," Glencya menawarkan dirinya memesan makanan saat sampai di meja yang akan mereka berdua tempati.

"Biasa. Batagor satu porsi sama es teh," Sheva menjawab saat dirinya sudah duduk nyaman di kursi. Ia menolehkan kepalanya ke arah Glencya seraya tersenyum.

"Oke, lo tunggu di sini!" Glencya kemudian membalikkan badannya menuju penjual batagor. Memesan makanan yang akan ia dan Sheva makan.

Sheva hanya diam melihat kepergian sahabatnya yang sudah pergi menuju penjual batagor. Ia kemudian memainkan ponselnya sembari menunggu pesanan yang ia pesan datang.

Suasana kantin begitu ramai dengan suara dari murid-nurid yang tengah memesan dan mengobrol ria. Berkumpul satu meja dengan teman akrab mereka untuk membahas hal-hal random.

Sheva hanya menulikan telinganya dengan suasana kantin yang terasa membusungkan baginya. Ia bodoh amat dengan apa yang dilakukan murid lain. Selama itu tidak mengganggunya, ia tidak akan mencampuri urusan mereka.

Brak

Suara yang cukup keras itu membuat orang-orang yang berada di kantin segera memfokuskan pandangan mereka ke arah suara. Mereka melihat seorang siswi yang terjatuh di samping seorang siswi yang duduk dengan rok yang sudah terkena jus alpukat.

Orang-orang yang berada di sana menjadi tercengang melihat pemandangan itu. Terlebih murid-murid yang mengetahui siapa itu siswi yang roknya terkena jus alpukat. Mereka hanya berharap siswi yang masih terduduk di lantai itu siap dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"MAKSUD LO APAAN! HAH!" baru saja mereka membatin untuk keselamatan siswi yang terjatuh itu, tetapi hal yang mereka tebak sudah terjadi di depan mata mereka.

Siswi yang roknya terkena jus alpukat itu segera bangkit berdiri dan menatap tajam ke arah siswi yang masih betah duduk di lantai itu. Siswi yang menjadi korban jus alpukat menunjukkan raut wajah merah yang bertanda ia benar-benar marah.

"SHEVA!" seorang siswi lain datang menghampiri korban jus alpukat yang ternyata adalah Sheva. Siswi itu menggerakkan kepalanya ke sana kemari meneliti keadaan Sheva.

"Ada yang sakit? Bagian mana? Coba lo bilang! Sheva, rok lo kena jus alpukat!" heboh siswi itu saat melihat rok Sheva yang terkena jus alpukat di seluruh bagian depannya.

"Tanya tuh sama pelakunya, Gle! Dia masih betah duduk di bawah. Bukannya minta maaf, malah duduk-duduk di bawah. Emang orang gak punya otak gak digunain!" Sheva menunjukkan ke bawah tepat dimana siswi itu masih duduk. Ia juga mengeluarkan kata-kata pedasnya untuk melampiaskan rasa marahnya.

Siswi itu, Glencya, segera melihat ke bawah. Melihat seorang siswi yang menundukkan kepalanya mendengar apa yang diucapkan Sheva.

"Bangun, lo! Minta maaf sama sahabat gue! Jangan cuma nunduk-nunduk gak guna kayak gitu! Lo yang salah di sini! Jadi jangan merasa lo korban karna dikatain!" Glencya mengeluarkan kata-kata untuk memerintahkan sisiwi itu meminta maaf kepada Sheva.

Siswi yang masih duduk di bawah semakin menundukkan kepalanya tanpa menuruti perintah Glencya atau Sheva. Kedua bahunya terlihat bergetar dengan isak tangis yang terdengar pelan.

Murid-murid yang melihat kejadian itu tidak dapat berbuat banyak. Beberapa diantara mereka menyalahkan siswi itu yang tidak hati-hati berurusan dengan Sheva. Beberapa diantara yang lain mencibir pelan Sheva dan Glencya yang bukannya memaafkan saja siswi itu, tetapi malah mengeluarkan ucapan kasar.

Sheva yang kesal dengan siswi itu yang tak kunjung meminta maaf, segera menarik rambut belakangnya untuk mendongak. Ia melihat wajah siswi di hadapannya yang tidak ading lagi. Ia mengeluarkan seringai saat menyadari siapa yang berani membuat ulah dengannya.

"Bosan hidup, lo!" Sheva menyeringai setelah mengucapkan hal itu.

Siswi itu sempat terkejut saat rambutnya tertarik ke belakang. Tetapi hanya beberapa saat saja, karena selanjutnya ia meringis kesakitan merasakan rambutnya yang seperti akan terlepas.

"Sakit," rintih siswi itu dengan raut wajah kesakitan yang kentara.

Membuat siapa saja yang melihat itu menjadi kasihan. Tetapi itu tidak berlaku bagi Sheva. Karena baginya, siswi yang ada di hadapannya pantas mendapatkan hal itu. Bahkan lebih.

"Minta maaf, lo!" Sheva kembali menarik rambut siswi itu ke belakang.

"Ma-ma-ma-maaf, Shev. Gue janji gak bakal ceroboh lagi," siswi itu akhirnya mengucapkan permintaan maafnya dengan air matanya yang perlahan keluar.

"Beneran lo gak bakal lakuin itu lagi?" Sheva merasa lucu dengan apa yang diucapkan oleh siswi itu.

"Bener, gue janji! Gue mohon, Shev!Lepas," siswi itu mencoba menyakinkan Sheva agar tarikan di rambutnya segera dilepaskan.

Sheva melepaskan rambut siswi itu dengan dorongan yang kuat membuat siswi itu terdorong ke depan. Kedua tangan siswi itu secara reflek menyangga badannya agar kepalanya tidak menghantam lantai yang keras.

"Urusan lo smaa gue belum selesai! Gue harap lo gak munculin barang hidung lo di depan gue!" Sheva memberi peringatan kepada siswi itu sebelum pergi berbalik pergi meninggalkan kantin.

"Selamat lo kali ini!" Glencya segera berbalik menyusul sahabatnya setelah mengucapkan hal itu.

Suasana kantin yang sempat menegang tadi sudah mulai berkurang. Banyak diantara mereka kembali ke aktivitas mereka tanpa membantu siswi itu. Mereka tidak ingin menjadi korban dari Sheva selanjutnya.

"Lo gak apa-apa, Cil?" seorang siswi lain datang menghampiri siswi yang menjadi amukan Sheva untuk berdiri.

"Gue gak apa-apa kok, Anya," siswi itu menjawabnya dengan senyuman yang ia tunjukkan.

Siswi yang menjadi korban amukan Sheva adalah seorang siswi yang bernama Cecile Emery Edith. Atau yang kerap disapa Cecile oleh orang-orang. Sedangkan yang membantu Cecile berdiri adalah sahabat satu-satunya, Anya. Lengkapnya Anyara Gladista.

"Lo harus lawan tuh mak Lampir, Cil! Jangan mau ditindas begitu! Sekarang gue anter ke UKS biar diobati," Anya segera membantu memapah Cecile untuk berjalan menuju UKS.

Tak jauh dari area kantin itu berdiri dua siswa yang sedari tadi melihat apa yang terjadi. Mereka berdua hanya diam menyaksikan pertunjukan yang tersaji di depan mata mereka.

"Keren juga tuh cewek!" celetuk siswa seraya menyeringai melihat hal itu.

"Menurut lo dia mau sama gue gak?" tambah siswa itu seraya menoleh ke arah sahabatnya yang berdiri di samping kirinya.

"Tinggal pilih. Rumah sakit? Atau pemakaman?" siswa lain yang ditanya itu membalas seraya menatap balik si empu yang bertanya. Seringai ia tampilkan dengan raut wajah yang serius. Membuat siswa yang bertanya tadi langsung ciut.

"Bercanda gue, Li! Jangan dibawa serius!" siswa itu segera pergi sebelum ucapan yang dilontarkan sahabatnya dilaksanakan dengan nyata. Sedangkan yang memberi peringatan hanya diam menatap kepergian siswa itu yang notabene sahabatnya.


🌹🌹🌹

Mulai muncul nih tokoh lain🤭

Inget! Ambil positif dan buang negatif!

See u next part

Yes! You're Mine!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang