20. LYING BROTHER

10 5 0
                                    

"Cari uang itu gak susah, Ji, yang susah itu mikirin gimana cara ngelola uang yang ada. Ya emang kalau gak ada uangnya tambah susah, haha."

"Makanya kita harus kaya, Bang. Biar gak susah mikirin ini itu."

"Kalau cara kaya itu mudah, mungkin kita udah kaya dari dulu." Dika melirik Aji sambil memutar lapisan ban motor untuk mencari mana lagi yang berlubang. "Kaya itu gak melulu tentang uang, Ji. Lo harus inget itu. Kalau masalah uang aja, mungkin abang lo ini udah kategori kaya."

Aji malah mencibir abangnya, tak percaya. Dika pun langsung tertawa dan menyuruh Aji menyelesaikan pekerjaan Dika sebelumnya karena ada motor baru yang datang. Dika sibuk menanyai apa yang salah dengan motor orang itu dan Aji hanya melihat sesekali. Tangannya sambil bekerja, kepalanya juga memikirkan satu hal.

Bagaimana Dika bisa tetap tenang pada keadaan mereka seperti ini? Hidup mereka bisa dikatakan pas-pasan, tapi dia bisa mengatur gajinya untuk mencukupi semuanya. Mulai dari biaya Aji sekolah, bahkan tanggungan bulanan lainnya. Apa tanpa sepengetahuan Aji, Dika memiliki hutang?

Aji menghela napas sejenak dan kembali menyelesaikan pekerjaannya.

Aji termenung di depan kamar abangnya setelah membujuk Wira makan. Aji menarik dan mengembuskan napas perlahan. Seharusnya ia menanyakan kepada Dika bagaimana Dika mengelola keuangannya. Bagaimana Dika bisa tenang dalam segala keadaan, seharusnya Aji lebih dekat dengan Dika ..., jadi saat di posisi seperti ini Aji tidak kebingungan.

Aji melirik ke dalam kamar, Wira merebahkan tubuhnya. Mengingat apa yang dikatakan Yondri, Wira harus dirawat untuk sementara waktu. Awalnya Aji tidak setuju, dia merasa masih bisa merawat abangnya. Ya, apa yang dilakukannya sekarang belum sebanding dengan seberapa banyak pengorbanan Wira dulu menjaganya saat kecil.

"Ji, lo harus sekolah, selama di sekolah siapa yang bakal jagain Wira? Gue gak bisa setiap saat karena gue juga kerja."

Aji kembali menghela napas, ia teringat apa yang dikatakan Gema. Selain sekolah, Aji juga harus bekerja. Darimana ia mendapatkan uang untuk menutup kebutuhannya sehari-hari jika tidak bekerja.

"Lo gak usah mikirin biaya buat Wira. Om Yondri siap nanggung semuanya karena dia ngerasa bersalah atas kepergian Dika. Masalah uang lo gak usah bingung, sampai lulus pun kami bakal usaha buat nutupin kebutuhan kalian, tapi pikirin abang lo, Ji."

Jika Dika di posisi ini, apa ia akan menerima tawaran Yondri dan Gema?

Aji menggelengkan kepala, Dika tidak akan menerimanya begitu saja. Dika akan berusaha semampunya dulu dan Aji ..., dia tidak boleh bergantung kepada siapapun lagi. Kali ini, Wira adalah tanggungannya. Namun, untuk satu hal ..., Aji kembali menatap abangnya di dalam sana.

"Bang, gue gak mau lo dibawa ke rumah sakit. Gue bakal keliatan jahat kalau ngirim lo ke sana, Bang, tapi ..., gue harus kerja."

-LYING BROTHER-

Aji sudah memutuskan, Yondri menyetujui apa yang dikatakan oleh remaja yang masih duduk di bangku kelas 11 itu. Dia akan menerima kebaikan Yondri, tapi ia akan membayarnya nanti

"Sekarang Om lihat ada Dika di diri kamu, Ji," gumam Yondri, tapi Aji memilih tidak menanggapinya.

"Gak ada, Om. Gue gak bakal pernah ambil pribadi abang yang sulit buat ditiru," batin Aji.

Mata Aji berlinang saat mengemasi barang Wira yang mungkin dibutuhkan saat di rumah sakit nanti. Dia tak henti mengutuk dirinya sendiri, seharusnya ia yang menjaga abangnya, bukan malah memberikan tanggung jawab itu pada orang lain.

Aji menyeka air matanya dengan lengan bajunya, "Bang Dika, maafin gue. Gue belum bisa jadi adek yang baik buat kalian, tapi gue gak punya jalan lain."

"Lo ngomong sama Wira dulu, dia gak mau pergi dari kamar Dika," ucap Gema dan mengambil alih tas yang ada di tangan Aji.

Lying Brother - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang