3 - A small wishes

249 39 4
                                    

Tenda itu warnanya biru. Langit-langitnya sudah berdebu, sarang laba-laba terlihat samar di atas sana. Ada beberapa meja berbentuk bundar terletak di pojokan tenda. Kursi-kursi ditumpuk menjadi satu dengan beberapa vas bunga yang sebagian besar setengah pecah. Tanah disini lebih lembab daripada tanah di beberapa tenda lain. Entah karena alasan itu atau bukan, tenda ini tak ditempati oleh para pengungsi.

Karena itu, Kim Jiwon dibiarkan disini. Beberapa penjaga berdiri di luar, dengan senapan di kedua tangannya. Memastikan Jiwon agar tak berusaha untuk kabur atau melakukan hal-hal yang mencurigakan.

Seseorang datang, dengan seragam pasukan anti-vandal. Tapi kedua tangannya kosong, dia tak membawa senapan atau senjata tambahan apapun. Pemuda itu hanya masuk tanpa rasa curiga.

Pemuda itu menyeret kursi dan menempatkannya di sebelah kursi Jiwon. Tangan kanannya terjulur. "Aku Park Sunghoon. Bagaimana denganmu?"

Jiwon membalas jabatan. Menjawabnya dengan segan. "Kim Jiwon."

Sebelum melanjutkan percakapan, Sunghoon nampak mengerutkan pelipisnya, terlihat memikirkan sesuatu. Tangan kirinya menggaruk leher belakang. "Katanya semalam Kim Soohyun kemari, begitu?"

"Ya. Dia membawakanku makanan dan selimut." tangannya menunjuk pada selimut yang tergeletak begitu saja di atas kursi-kursi lain. Jiwon menumpukan kaki kanan di atas kaki kirinya, kemudian kepalanya mendekat, ia menatap Sunghoon dengan lurus. "Memangnya kenapa?"

"Dengar, dia adalah temanku—"

"Aku tak pernah berpikir kalau dia adalah musuhmu." potong Jiwon cepat.

"Karena itulah, bisakah kau melarangnya kemari?" ucap Sunghoon.

"Kim Soohyun yang datang sendiri. Kenapa aku harus melarangnya kemari kalau dia membawakanku makanan disaat tak ada orang lain yang peduli?"

Sunghoon menghela napas. "Soal itu biar aku yang mengurusnya." tukasnya cepat. "Kau hanya perlu menyuruhnya pergi saat dia datang. Itu permintaan yang mudah, bukan?"

"Kau temannya." jeda sejenak, sebelum akhirnya Jiwon melanjutkan kalimatnya. "Kenapa bukan kau saja yang bicara padanya?"

Sunghoon nampak mengepalkan tangan, raut wajahnya mengeras. "Kalau memang bisa, aku tak mungkin datang kemari."

"Kalian habis bertengkar, ya?" Kim Jiwon tertawa kecil. "Raut wajahmu mudah sekali ditebak."

"Berjanjilah padaku."

"Hmm, tapi aku tak bisa berjanji," ucapnya. "Dia sepertinya... Sedikit tertarik padaku. Dan juga, nampak sedikit... Putus asa?" Kalimat terakhir Jiwon mengingatkannya pada kejadian semalam, saat Soohyun datang dan meminta Jiwon untuk membawanya bersama.

Raut wajah Sunghoon nampak berubah. Pemuda itu menatap Jiwon lebih dekat. "Apa yang dia katakan padamu?"

Kalimat keras tiba-tiba itu membuat Jiwon sedikit kaget hingga kursinya hampir oleng. Perempuan itu mendecak, kemudian menjawab dengan santai.

"Katanya dia ingin mati."

Pundak Park Sunghoon melorot. Mendadak seluruh energinya menghilang. Pemuda itu menangkup wajah dengan kedua tangannya, menutupi raut wajah yang menjadi tidak karuan. Melihat reaksi tersebut, ekspresi wajah Jiwon juga ikut berubah. Dia mengangkat tangannya ke depan, ingin menepuk pelan pundak Sunghoon yang tampak terpukul.

"Jadi... Ucapannya serius?"

Sunghoon menarik napas panjang sebelum menegakkan tubuhnya, menatap Jiwon yang kelihatan masih mencerna informasi. "Dengarkan aku, Kim Jiwon. Cukup larang dia kemari, dan aku akan memastikan kau diperlakukan baik disini."

WIS(H)OPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang