8 - Sa[lt]y Cheese!

285 35 4
                                    

"Dongyeon? Joobin?"

Itu bukan perusak. Hanya dua orang yang kelihatan linglung tengah berjalan mencari tempat yang aman. Saat pandangan mereka saling bertemu, desahan napas lega terdengar dari keduanya. Dongyeon terduduk lemas di tempatnya berdiri sebelumnya. Pemuda itu terduduk sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk bertatap muka dengan yang lainnya.

"Syukurlah kita bertemu.."

Joobin, dengan bayi di gendongannya, ikut duduk sambil bersandar di puing-puing. Perempuan itu membenarkan syal anaknya yang longgar, sambil menepuk-nepuk pelan agar tak terbangun dari tidurnya yang nyenyak.

"Semalam benar-benar mengerikan." ujar Dongyeon tiba-tiba.

Tiga orang dihadapannya, yang masih mencoba mencerna apa yang tengah mereka lihat sekarang langsung tersadar. Soohyun melangkah mendekat, berjongkok di sebelah Dongyeon yang masih nampak ketakutan.

"Apa yang terjadi? Kenapa kalian bisa ada disini? Bagaimana dengan para pengungsi lainnya?" sejumlah rentetan pertanyaan tanpa jeda lolos dari mulut Soohyun. Pemuda itu tengah diliputi oleh perasaan cemas yang merayap tiba-tiba di hatinya. Pikirannya penuh dan berkecamuk.

Bayang-bayang para pengungsi satu per satu bermunculan di pikirannya. Wajah-wajah yang Soohyun kenal baik. Wajah-wajah yang Soohyun ingat setiap senyumannya.

"Mobil kami diserang." Joobin yang menjawab, menggantikan Dongyeon yang pikirannya masih melayang jauh pada tragedi semalam.

"Oleh perusak yang bisa meledakkan diri." lanjutnya.

Semua hanya diam. Terdiam, tak mampu berkata-kata. Mereka menunggu Joobin melanjutkan kalimatnya yang tertunda. Membiarkan perempuan itu mengambil napas sejenak, demi menenangkan diri karena terpaksa mengingat kejadian mengerikan yang baru saja ia alami.

"Mobil paling belakang yang paling parah." katanya. "Hancur lebur. Tak ada sisanya sama sekali."

Sunghoon dan Jiwon menundukkan kepala mereka. Terlalu bingung untuk bereaksi seperti apa mendengar kabar seperti ini. Sedangkan Soohyun melayangkan tatapan tak percaya pada Joobin. Kedua matanya berembun, tetapi tak ada air yang mengalir dari sana. Bahkan tenggorokannya terasa kering hingga ia terbatuk kecil karenanya.

Joobin, yang melihat reaksi-reaksi tersebut memilih untuk melanjutkan. "Kami semua berlari turun dari mobil. Mencoba menyelamatkan diri dan menjauh sebisa mungkin."

"Entah kemana arahnya, kami hanya berlari. Pasukan tentara anti-vandal mencoba menyerang, tapi senjata mereka tak berguna. Bahkan peluru tak bisa menembus pertahanan tiga perusak itu. Dia memiliki sesuatu yang berbeda. Perusak itu punya selaput yang mampu melindunginya dari serangan tentara, yang kemudian serangan tersebut dilontarkan kembali ke arah pasukan tentara."

"Pasukan tentara kita banyak yang tewas. Bukan karena ledakan dari perusak. Mereka mati terkena peluru yang mereka lepaskan sendiri."

Tidak ada kalimat yang keluar setelah itu. Joobin kini menunduk, menatap wajah bayinya yang tertidur dengan damai, seolah kejadian semalam tak pernah terjadi. Lalu perlahan-lahan, bahunya mulai bergetar. Isakan kecil terdengar, yang lama-kelamaan menjadi isakan pilu yang mampu membuat orang yang mendengarnya ikut merasakan kepedihan dalam hatinya.

Sama seperti yang lain, Joobin juga ketakutan.

Kim Jiwon maju mendekat. Mengarahkan tangannya ke pundak Joobin, menepuknya lembut. Berharap, ia dapat menyalurkan perasaan aman dan nyaman kepada perempuan di hadapannya. Jiwon adalah seseorang yang tak sanggup melihat orang lain menangis di hadapannya.

Beberapa saat, hanya ada diam yang berkuasa. Semua berusaha menenangkan diri sendiri. Otak mereka tengah berperang, melawan rasa takut yang kian hari semakin membesar. Kadang-kadang mereka berpikir, kenapa semua ini bisa terjadi pada hidup mereka?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

WIS(H)OPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang