"Cepat..." Soohyun menoleh kesana-kemari. Memperhatikan kerumunan orang yang mulai berlarian dengan panik. "Semuanya cepat berkumpul ke barat posko!"
"Cepat... Cepat.." pemuda itu membiarkan para wanita dan anak-anak berjalan lebih dulu.
Dongyeon ikut membantu, dia berdiri di sisi lain mengarahkan para pengungsi agar berlarian dengan tertib. "Semuanya hati-hati, jangan sampai berpisah dengan yang lain!"
Kedua mata Soohyun mengamati sekitar dengan lekat. Belum ada tanda-tanda perusak itu akan datang. Mungkin dalam beberapa menit ke depan, mereka bisa sampai di posko bagian barat dengan aman. Asap kebakaran semakin meninggi, rembentan api menjalar dengan cepat. Soohyun memastikan tidak ada seseorang yang tertinggal di tenda.
Dongyeon datang, meraih tangan Soohyun yang dingin. "Ayo, kita juga bergegas! Semua orang sudah dalam rute aman menuju posko barat."
Soohyun mengangguk, menurut dan ikut berlari, bergabung dengan rombongan pengungsi lain yang tengah bersiap di lapangan posko bagian barat. Sejumlah mobil bus dan mobil apapun yang tersedia terparkir disana. Para pengungsi berebut masuk, seperti kawanan semut yang hendak menuju sarangnya.
Malam ini gelap, sekaligus begitu terang. Kota ini, dulunya tak pernah seindah ini, pun seburuk hari ini. Soohyun mendongak ke atas, menatap langit malam yang cerah, penuh dengan pemandangan indah bintang-gemintang yang tak pernah ia saksikan sebelum seluruh bencana ini melanda. Bulan sabit memancarkan cahayanya dengan gagah, membiarkan siapapun yang menatapnya mesti terpana dengan sinarnya.
Desak-desakan itu semakin parah. Anak-anak mulai menangis dalam gendongan ibu mereka. Semua orang ketakutan, para pengungsi tak dapat memikirkan apapun selain untuk mencari cara menyelamatkan diri sendiri dan keluarga mereka.
Beberapa tentara terus berusaha menenangkan para pengungsi yang kian ricuh. Mereka bukan dalam posisi yang menguntungkan, membuat keributan hanya akan memancing perusak lain yang sebelumnya tak tertarik pada mereka.
"Masuk dengan tertib! Semua dapat tumpangan, jangan khawatirkan hal ini lagi. Kalian hanya perlu naik tanpa membuat keributan, atau nantinya rute pelarian kita hanya akan berakhir sia-sia." dia adalah Jenderal Yoon. Seseorang yang memimpin pasukan anti-vandal, sekaligus pemimpin di posko ini.
Mau tidak mau, suka tidak suka, para pengungsi menurut. Kaki Soohyun baru saja sampai di depan pintu mobil, tetapi urung. Pemuda itu berbalik, dia baru saja melihat sosok Jiwon yang lari berlawanan arah dari tempat para pengungsi berkumpul.
"Dua menit lagi, kita harus berangkat. Tidak lebih, tidak kurang." Jenderal Yoon memberi perintah lagi.
Akan tetapi, seolah tak mendengar interupsi tersebut, Soohyun berlari menjauh. Pemuda itu masuk ke dalam kawasan tenda yang kobaran apinya meletup-letup, seperti gunung berapi yang masih aktif.
"Kim Jiwon!" teriaknya. Kepalanya menoleh kesana-kemari, mencari sosok Jiwon yang tadi dilihatnya.
Lalu tiba-tiba, langkah Soohyun terhenti. Sekitar dua puluh lima meter di hadapannya. Dua monster perusak tengah menikmati pesta apinya. Mereka jauh lebih mengerikan jika dilihat dari dekat. Bentuk tubuh mereka tak begitu jauh berbeda dengan rata-rata orang biasa, mereka cuma tumbuh lebih besar sedikit. Hanya saja, kedua mata mereka mengeluarkan cairan seperti darah, namun baunya tidak amis, melainkan manis seperti permen gula-gula yang biasa dijual di toko permen saat malam natal.
Para perusak memiliki satu gigi taring yang lebih panjang daripada gigi lainnya. Pada taring tersebut, terdapat gerigi halus yang bisa merobek kulit manusia bahkan ketika kita hanya mencoba untuk menyentuhnya sedikit. Pada kedua puluh jemarinya, terlihat runcing dan tajam. Warnanya segelap malam, tetapi kadang, bisa nampak seterang siang dan sehangat sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
WIS(H)OPE
FanfictionManusia punya kemampuan bertahan hidup yang tinggi. Mereka tetap bertahan bahkan ketika bencana kepunahan massal terjadi. Semua itu memiliki alasan. Satu, karena manusia menyimpan harapan. Dua, karena manusia memiliki harapan. (Kim Soohyun x Kim Jiw...