16

761 85 3
                                    

"Yoongi!"

Panggilan dari suara yang terdengar lembut itu menyadarkan si pria pucat dari kegundahannya. Menolehkan kepala, netra gelapnya menangkap sosok mungil yang tengah berdiri di ambang pintu. Senyum manis juga terpampang seperti biasa.

"Sudah bangun?" Tanya si manis yang mulai melangkahkan kakinya menuju tempat tidur.

Tersenyum tipis, Yoongi kemudian mengangguk menanggapi sang suami. Namun, tidak bertahan lama senyuman itu lenyap tergantikan dengan kerutan pada keningnya. Ditatapnya wajah yang biasa terlihat berseri itu kini meredup. Mata cantik yang selalu berbinar kini terlihat sayu. Bibir tebal yang merekah alami itu kini menjadi pucat. Entah apa yang terjadi pada suaminya, Yoongi pun tidak tau. Perasaan khawatir tiba-tiba memenuhi hatinya. Pikiran-pikiran buruk kembali menghantui dirinya.

Perlahan Yoongi beringsut turun dari ranjang dan menghampiri Jimin yang saat ini tengah berdiri di dekat nakas sembari menatapnya masih dengan senyum yang mengembang.

"Kau kenapa?"

Mengerutkan kening, Jimin menatap bingung pada suaminya. "Aku kenapa? Memang aku kenapa?"

"Wajahmu terlihat tidak baik-baik saja. Perutnya sakit lagi?"

Terdiam, hanya itu yang bisa Jimin lakukan karena tidak tau harus bereaksi seperti apa. Karena pertanyaan Yoongi benar adanya. Perutnya sakit lagi. Bahkan lebih sakit dari sebelumnya. Namun, beruntung tidak bertahan lama. Jadi tidak sampai ada yang tau, pikirnya. Padahal tanpa dia sadari bahwa sang mertua melihatnya tengah kesakitan.

"Hei, kenapa diam? Benar ya? Bagian mana yang sakit?"

"A--aku tidak apa-apa, Yoongi! Aku baik-baik saja."

"Benar?"

"Yah."

"Baiklah. Kalau merasa sakit cerita padaku ya?"

"Pasti!"

Yoongi kemudian menarik tubuh mungil sang suami dan membawanya ke dalam pelukan hangatnya. "Aku mencintaimu."

Jimin hanya tersenyum dibalik punggung suami pucatnya. Semakin merapatkan diri pada dekapan tubuh kekar itu. Menyembunyikan wajahnya yang basah karena air mata. Dia pun tidak tau pasti kapan telah menetes dan mengalir di pipi gembilnya.

"Aku harap kita bisa terus bersama selamanya." Ucap Yoongi membuat Jimin diam-diam meremas kuat kaos bagian belakang yang dikenakan si pria Min.

Apakah bisa, Yoongi? Aku sendiri pun juga ingin tetap bersamamu. Tapi seakan takdir meminta kita untuk berpisah. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin meninggalkanmu. Tapi aku juga tidak bisa egois untuk mengorbankan anak kita.

"Lalu kalau takdir berkata lain bagaimana?" Seru Jimin setelah mengatur suara dan nafasnya.

"Maksudmu?"

"Usia tidak ada yang bisa menebak kan? Kalau aku yang pergi lebih dulu bagaimana? Kalau misalnya besok aku meninggal?"

Yoongi melepaskan pelukan mereka. Tangan beruratnya dia bawa untuk menangkup wajah manis di hadapannya. Terlihat sedikit jejak air mata di sana. Namun, dia tidak ingin berpikir macam-macam. Suaminya baik-baik saja. Dia harus yakin itu.

"Maka aku akan ikut bersamamu. Hidupku sudah bergantung padamu. Jadi aku tidak akan bisa hidup jika kau pergi."

•••

Riak tercipta di air kolam disertai suara kecipak yang dihasilkan dari kedua kaki Jimin. Setelah sarapan dan suaminya itu pergi, dia memutuskan untuk menenangkan diri dengan bermain air. Karena menurutnya suara yang dihasilkan oleh air dapat menenangkan pikiran dan hatinya.

Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang