19

844 86 12
                                    

Sedih, cemas, marah, kecewa, keempat hal itulah yang dirasakan Yoongi saat ini. Melihat sang pujaan tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Sudah sekitar tiga jam berlalu setelah operasi itu berakhir. Dan perkataan Dokter Lee masih saja terngiang di telinganya.

"Operasinya berjalan lancar, syukurlah. Dan, Tuan, maaf sebelumnya karena kami langsung mengambil tindakan ini. Saat operasi berlangsung, setelah janin itu berhasil dikeluarkan ternyata rahim Tuan Park rusak, sehingga kami memutuskan untuk mengangkatnya juga."

Hatinya kembali berdenyut sakit. Apa yang harus dia katakan saat Jimin sadar nanti? Dia tidak akan siap melihat kehancuran sang suami. Dan apakah dia juga akan kuat dengan kenyataan ini? Sebenarnya sebuah harapan kecil muncul di tengah kekecewaannya. Berharap Jimin-nya bisa kembali mengandung walaupun tidak besar kemungkinan. Namun, sepertinya harapan itu harus musnah karena pernyataan dari sang dokter. Rahim itu sudah tidak ada di dalam tubuh suami manisnya. Tempat untuk bertumbuhnya embrio hingga menjadi bayi itu telah dikeluarkan bersama calon anaknya.

Tangan beruratnya perlahan terangkat, menggenggam tangan sang suami yang terbebas dari infus. Memberikan usapan lembut lalu mengecupnya lama seiring dengan air mata yang mengalir keluar. Dalam hati dia berjanji akan selalu menjaga sosok rapuh itu. Menguatkan dan memastikannya aman. Karena cintanya telah habis pada si pria manis pemilik senyum bulan sabit. Juga berjanji akan menjadikan pria itu pelabuhan terakhirnya. Dia janji. Demi nama sang ayah yang telah tenang di surga. Dia tidak akan pernah berpaling ke lain hati. Semoga.

Sedangkan di belakang tubuh tegap si pria Min berdiri sosok sang ibu yang juga tengah bersedih melihat keadaan menantunya. Diam-diam bersumpah tidak akan mengulangi kesalahan fatalnya yang lebih membesarkan egonya. Bersumpah akan selalu menyayangi menantu manisnya.

Dan tanpa mereka sadari, setetes air mata mengalir dari ekor mata pria manis kesayangan keluarga Min yang masih terpejam.

•••

Tepat saat bulan menampakkan diri, sepasang mata cantik itu terbuka. Mengerjap perlahan untuk memperjelas penglihatannya yang mengabur. Hingga dia merasakan tubuhnya berat seperti tertindih sesuatu.

Perlahan dia mengangkat kepalanya sedikit untuk melihat apa sebenarnya yang berada di atas perutnya. Dan sebuah senyuman terukir kala manik coklat itu mendapati sosok yang tengah tertidur dengan kepala yang menindih tangannya serta sebelah tangan yang memeluk perut ratanya.

Tunggu! Perut? Tiba-tiba pikirannya kembali melayang pada kejadian di jalan raya. Dialihkannya pandangan yang semula terpusat pada pria kesayangan kini meneliti setiap sudut ruangan. Dinding bercat putih dengan aroma obat serta antiseptik yang menyapa hidungnya. Ini kamar rumah sakit? Dan suaminya berada di sini? Apakah...

Menghentikan prasangkanya, Jimin dengan hati-hati memindahkan tangan yang memeluk perutnya. Kemudian mulai mengangkat pakaian rumah sakitnya hingga menampilkan perut bagian bawah yang semula mulus kini telah terpasang sebuah perban.

Tangan mungilnya sontak membekap mulut. Air mata luruh seketika. Dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dari terpasangnya perban itu. Tubuhnya kini bergetar karena isakkan yang tertahan.

Merasa ada pergerakan Yoongi pun terbangun dari tidurnya. Mengangkat kepala kemudian mendongak dan mendapati suami manisnya tengah berusaha menahan tangisannya.

"Sayang, kau sudah sadar? Perlu aku panggilkan dokter? Aku panggilkan ya?"

"Yoongi.."

"Ya?"

"Dimana anak kita?"

Yoongi terdiam. Pertanyaan yang dia takutkan terucap dari bibir tebal suaminya. Bagaimana cara dia menjelaskan pada sang kekasih hati? Bagaimana jika perkataannya nanti malah memperburuk keadaan?

"Yoongi, jawab!" Sentak Jimin karena melihat sang suami yang hanya diam membisu.

Namun, bukannya menjawab Yoongi malah beranjak dari duduknya dan mulai mendekap tubuh mungil nan rapuh itu. Mengusap punggung sempitnya lembut berharap bisa memberi ketenangan pada si manis.

"Yoongi, dimana anak kita? Dimana anakku? Hikss.. Apa yang kalian lakukan pada anakku? Kembalikan anakku! Kembalikan.. Hikss.. Yoongi.."

Air mata Yoongi turut menetes bersamaan dengan mengeratnya dekapan pada sang suami. Berusaha mempertahankan pelukannya kala berontak yang dia dapatkan.

"Anakku.. Hikss.. Kalian jahat. Kalian mengambil anakku. Hikss.. AAKKHHH.. Lepaskan aku! Pergi. Hikss.. Pergi, Yoongi! Hikss.. PERGI!!"

"Ssttt.. Sayang! Aku mohon jangan seperti ini."

"Kembalikan anakku.. Hikss.. Kalian jahat.."

"Jimin!"

•••

Dokter Lee keluar dari kamar rawat Jimin usai memeriksa kondisinya. Pria manis itu jatuh pingsan di pelukan Yoongi setelah menangis histeris.

"Dokter, suami saya bagaimana?" Tanya Yoongi yang langsung menghampiri dokter muda itu.

Sang dokter sendiri hanya menatapnya dengan raut sendu persis seperti yang ditunjukkannya saat keluar dari ruang operasi beberapa jam yang lalu.

"Mental Tuan Park terguncang. Dia terpukul. Mohon untuk selalu berada di sisinya karena tidak menutup kemungkinan Tuan Park melakukan hal yang berbahaya!"

Yoongi terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. "Terimakasih, dokter."

"Saya permisi."

Sesaat setelah kepergian Dokter Lee, Yoongi bersandar lemas pada dinding ruangan kemudian meluruhkan tubuhnya. Tatapannya kosong dengan air mata yang tidak berhenti mengalir. Sebelumnya dia tidak pernah merasa serapuh ini. Bahkan saat kematian sang ayah pun dia tidak sampai sebegini sedihnya. Dan hal itu terjadi karena satu orang, suami manisnya.

Lama termenung hingga terdengar suara langkah kaki yang tergesa menuju kearah Yoongi. Chaerin yang baru saja kembali dari rumah melihat sang putra terduduk lesu di lantai. Pikirannya tiba-tiba kacau. Takut terjadi sesuatu pada menantu kesayangannya. Maka bergegas dia menghampiri putra semata wayangnya itu.

"Yoongi, ada apa? Apa yang terjadi hmm?" Tanya si ratu Min. Kedua tangannya terangkat untuk membawa tubuh bergetar itu ke dalam pelukan hangat seorang ibu.

Yoongi yang tidak memiliki tenaga pun tidak memberontak dan hanya menerima dekapan sang ibu. Hingga usapan lembut yang didapatnya mampu membuat pertahanannya semakin runtuh. Karena walaupun dirinya membenci wanita yang telah melahirkannya ini, tetap perlakuan lembut yang diberikan mampu membuat hatinya menghangat.

"Ada apa?"

"J--jimin.."

"Jimin? Ada apa dengan Jimin?"

"Dia sudah sadar."

"Benarkah? Lalu kenapa kau di luar?" Gelengan lemah didapat Chaerin. Bahkan saat ini pelukannya mendapat balasan dari sang putra. Senyum haru langsung terulas di bibirnya, tidak menyangka kali ini anak kesayangannya tidak lagi menolak perlakuannya.

"Dia tau keadaannya?"

Yoongi hanya mengangguk menanggapi pertanyaan sang ibu. Untuk saat ini dia tidak dapat menjawab pertanyaan manapun. Bibir tipisnya terlalu kelu untuk sekedar berucap. Jadi yang dapat dia lakukan sekarang hanya diam dan terus terisak.

"Ssttt.. Sudah. Kau harus kuat. Anak Eomma harus kuat. Jagoan Min Chaerin tidak boleh lemah. Jimin membutuhkan dukunganmu, sayang!"

"T--tapi.. Hikss.. Kata dokter dia sangat terpukul.. Hikss.. Mentalnya pun terguncang.. Hikss.. Aku tidak tega menghadapinya.. Hikss.. Hatiku tidak siap.."

"Eomma akan membantumu memberikan pengertian pada Jimin. Eomma yakin Jimin pasti bisa mengerti."





Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang