15

711 77 4
                                    

"Eomma!"

Chaerin yang tengah membersihkan tempat tidur dibuat berhenti dan menoleh saat suara itu memanggil. Sosok sang putra telah berdiri di ambang pintu sembari menatapnya.

"Ada apa?"

"Boleh aku bicara dengan Eomma? Sebentar saja."

Terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk menyetujui, Chaerin lantas menyudahi kegiatannya dan berjalan menghampiri Yoongi yang sudah terlebih dahulu mendudukkan diri di sofa kamar.

"Eomma, aku tau kalau Eomma kecewa dan marah. Tapi tolong maafkan kami. Setidaknya Eomma harus memaafkan Jimin jika Eomma tidak bisa memaafkanku. Semua ini aku yang salah. Aku yang sudah membuat kontrak itu."

"Tapi nyatanya Jimin juga ikut terlibat kan?"

"Jimin terlibat karena aku memaksanya. Aku mohon, Eomma! Kasian Jimin setiap hari selalu bertanya padaku kapan Eomma akan memaafkannya. Kapan Eomma mau berbicara lagi dengannya.

Dia sedang hamil, Eomma tau kan? Bagaimana kalau nanti bayi kami kenapa-napa karena Jimin yang selalu membuat pikirannya penuh dengan kemarahan Eomma padanya? Eomma tidak kasian? Eomma tidak kasian pada cucu Eomma?

Untuk sementara singkirkan semua ego Eomma! Demi Jimin dan calon anak kami. Aku janji tidak akan mengemis permintaan maaf lagi pada Eomma untukku kalau Eomma mau memaafkan Jimin. Aku tidak masalah Eomma akan membenciku seumur hidup yang penting Jimin bisa mendapatkan maaf dari Eomma."

Chaerin hanya terdiam membisu mendengar kalimat panjang yang terlontar dari bibir sang putra. Sebenarnya dia juga tidak bisa terus menerus mendiamkan menantu kesayangannya seperti ini. Tapi apa boleh buat? Dirinya terlalu dipengaruhi ego dan memilih jalan ini, mengabaikan anak dan menantunya. Walaupun hatinya sendiri selalu memberontak akan hal itu.

"Aku tidak bisa." Putusnya, kemudian beranjak berdiri. Matanya sebisa mungkin dia alihkan ke arah lain agar tidak bertatapan dengan manik kelam putranya. "Sudah selesai kan? Sekarang kau bisa pergi dari kamarku!"

"Eomma benar-benar egois. Jika sampai terjadi sesuatu nanti, aku pastikan Eomma yang akan menangis paling keras." Ucap Yoongi kemudian berdiri dan berlalu dari kamar sang ibu.

Setelah kepergian sang putra air mata Chaerin pun meluruh, mengalir di pipi putihnya. Rasa sesak tiba-tiba menyerang hingga membuatnya harus memukul dadanya.

"Maafkan Eomma.. Hikss.. Eomma tidak bermaksud seperti itu.."

•••

Yoongi kembali ke kamar dengan raut sedihnya. Menatap tubuh yang terbungkus selimut itu dengan sendu. Memilih untuk mendekat dan duduk di sisinya. Membawa sebelah tangannya untuk mengusap surai halus suaminya yang tengah terlelap.

"Maaf, aku belum bisa meyakinkan Eomma untuk memaafkanmu. Tapi kau tenang saja, secepatnya kau akan mendapatkan maaf itu."

Chup!

"Tidur yang nyenyak, suamiku! Aku mencintaimu."

•••

Tengah malam Jimin kembali terbangun. Kali ini karena rasa sakit yang tiba-tiba menyerang perutnya. Segera dia bangkit dari berbaringnya, melirik Yoongi untuk memastikan pria itu tidak terganggu dengan gerakannya.

Membekap mulut kala merasa sakitnya semakin menjadi, perlahan Jimin beringsut turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi dengan tertatih.

Kemudian meluruhkan tubuh pada pintu yang telah tertutup, dia membawa satu tangan untuk meremas area sakitnya dan satu lagi yang masih setia membekap mulutnya.

Bulir-bulir keringat mulai membasahi keningnya, menetes dan mengalir hingga ke leher. Kepalanya mendongak. Kini dengan kedua tangan yang mencengkram kuat bagian perut. Bibir bawahnya pun dia gigit untuk meredam suara yang hendak keluar. Menangis dalam diam merasakan kesakitan yang teramat sangat. Namun dia harus kuat, demi calon anak yang dikandungnya. Dia tidak boleh lemah atau semua orang akan curiga dan mengetahui faktanya.

Menggerakkan bibirnya, Jimin mencoba untuk membisikkan kata-kata penenang untuk dirinya sendiri. Mengusap lembut perut ratanya dengan rasa sakit yang masih terasa.

Aku mohon, biarkan anak ini lahir dan kau bisa mengambilku setelah itu.

Eomma, sakit sekali! Jimin tidak kuat. Jimin butuh Eomma.

•••

Jimin kembali melangkahkan kaki menuju tempat tidur. Setelah sakitnya mereda dia langsung membasuh wajahnya dan keluar dari kamar mandi.

Mendudukkan diri di ranjang, ditatapnya wajah tertidur yang terlihat begitu damai itu. Perlahan mengangkat tangan lalu mendaratkannya pada surai hitam sang suami. Memberikan usapan lembut, merasakan helaian rambut itu menyentuh talapak tangannya. Senyuman sendu terukir kala melihat raut polos yang tercinta saat tertidur.

"Maafkan aku harus pergi nanti. Aku harap kau bisa melanjutkan hidupmu tanpaku. Mulailah terbiasa mengurus dirimu sendiri.. Hikss.. Jangan menggantungkannya lagi padaku.. Hikss.. Karena.. Aku pun tidak yakin bisa tetap bertahan dengan kesakitan ini.. Hikss.. Maaf.. Aku mencintaimu.. Dulu.. Hikss.. Sekarang.. Dan.. Hikss.. Dan selamanya.."

Chup!

Satu kecupan Jimin daratkan pada kening Yoongi seiring dengan air mata yang semakin deras mengalir. Tanpa disadari setitik air juga jatuh dari mata terpejam sang suami.

•••

Pagi ini sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Suara gaduh terdengar dari dapur. Jimin kembali melakukan rutinitas paginya, memasak setelah kemarin membiarkan sang mertua yang melakukan.

Dari arah belakang, Chaerin menatap punggung kecil sang menantu yang bergerak karena kegiatannya. Helaan nafas terdengar dari bibirnya sebelum memutuskan untuk menghampiri sosok manis itu.

Namun, belum sempat langkahnya sampai, sebuah pemandangan menghentikannya. Di depan sana, tertangkap netranya sang menantu kembali menunduk dengan kedua tangan yang mencengkram meja kompor. Persis seperti yang dia lihat kemarin malam saat suara pecahan kaca terdengar. Rasa khawatir kembali menyelimuti hatinya. Apa sebenarnya yang terjadi pada menantunya?

Hendak kembali melangkahkan kaki untuk mendekat, namun lagi-lagi urung. Bimbang, itulah yang dirasakannya saat ini. Ingin membantu tapi seakan ego menghalangi. Lagi dan lagi karena ego. Semuanya karena ego yang terlalu besar. Namun, di lain sisi hatinya menyuruhnya untuk menghampiri dan menolong sang menantu. Jadi, mana yang harus dia dengarkan? Ego atau hati?

Mengepalkan tangan erat, akhirnya Chaerin memilih untuk menuruti egonya. Membalikkan badan sebelum memutuskan untuk kembali ke kamar, mengurungkan niatnya untuk memasak.

•••

Mata tajam itu terbuka, mengerjap pelan membiasakan cahaya yang masuk ke dalam kamar melalui jendela yang sedikit terbuka. Perlahan mendudukkan diri lalu bersandar pada headboard, Yoongi membawa otaknya untuk mengingat. Tentang perasaannya yang tiba-tiba berkecamuk tanpa sebab. Tentang hatinya yang mendadak gelisah tanpa tau alasannya. Tentang air matanya yang menetes saat dia tertidur semalam. Karena walaupun jiwanya berada di alam mimpi tapi raganya masih bisa merasakan adanya lelehan air yang keluar dari matanya.

Ada apa sebenarnya? Apakah ada sesuatu yang tidak dia ketahui? Jimin-nya baik-baik saja kan? Calon anaknya baik-baik saja kan?

Mendongakkan kepala dengan mata yang terpejam, Yoongi mencoba meredam prasangka buruk tentang apa yang ada dipikirannya. Meyakinkan diri bahwa semuanya baik-baik saja dan dia bisa hidup bahagia selamanya bersama suami dan juga anaknya.









Kontrak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang