🌰36🌰

128 24 36
                                    

Pada saat kedua gadis itu hendak pergi dari tempat latihan perang milik Laskar Pejaten, Runi tak sengaja menangkap sosok Ifah yang datang membawa rantang entah mau dibawa kemana.

"Runi, kau kenal dia?" tanya Sri nampaknya tatapan Runi serasa mengenal orang tadi. "Dia sahabatku tapi kenapa dia datang ke tempat latihan tentara?"

Nampaknya Ifah seperti datang ke gardu tempat dimana Kopral dan Kapten biasa istirahat, terlihat wanita itu sedang berbincang dengan Kopral Bangkong untuk memanggilkan seseorang yang ada di dalam.

Betapa terkejutnya ia melihat orang yang sedang dicari Ifah adalah Panji. Saat mereka ngobrol sebentar Panji malah melihat kearah Runi, Ifah yang mengetahui keberadaannya langsung menghampiri Runi diikuti dengan Panji di belakangnya.

Ifah langsung menepuk pundaknya seperti biasa sebagai sapaan saat mereka bertemu, "oalah ternyata kau ikut latihan jadi pejuang toh. Maaf ya Runi waktu itu aku pulang ke Semarang tanpa pamitan ke kamu."

"Akhirnya aku yang menang, Panji sudah jadi milikku," bisik Ifah tiba-tiba ketelinga Runi dengan senyum remehnya.

Sementara Runi hanya tersenyum miring mendengar bagaimana temannya yang dengan bangganya mengatakan kalau dirinya sudah merebut kekasihnya.

"Kau pikir dengan dirimu berhasil mendapatkan Panji bisa membuat diriku nyerah lalu bunuh diri begitu? Ambil saja bajingan ini, dan kuucapkan selamat karena kau adalah sahabat yang dengan sukarela menerima sampah di hidupku. Gue banyak berterima kasih sama lo, Ifah" Nyatanya Runi punya banyak jawaban untuk menyumbat mulut sombong dari Ifah.

Tiba-tiba saja Ifah menangis sejadi-jadinya, dirinya yang melihat akting sampah dari sahabatnya itu membuat dirinya muak "Maksud kau apa Runi berkata seperti itu!" Entah kenapa Runi merasa deja vu dengan situasi ini, tiba-tiba saja Panji mendorong dirinya hingga tubuhnya hampir jatuh.

"Runi!" Teriak Manto dari kejauhan, rasanya dia ingin berlari memukul Panji yang berani-beraninya mendorong Runi.

Achmad langsung menahan kakang nya untuk jangan pergi kesana, "sudah, Kang Manto jangan ikut campur. Ingat kita harus menemui Kiai Dahlan."

"Hei mata lo picek, jelas-jelas yang mulai duluan Ifah. Terus saja bela kesalahan yang diperbuat olehnya, ayo Sri kita pulang," ajak Runi meninggalkan tempat latihan Tentara Republik.

Dia tak ingin memperkeruh keadaan, bisa-bisa dia gagal bergabung dengan Tentara Republik jika terus berdebat dengan Kapten Laskar Pejaten itu.

"Lihat wanita yang kau cintai itu bisa mengatasi masalahnya sendiri, jadi Kakang cukup tenang dan bersabar, tinggal beberapa juz lagi. Aku yakin Kang Manto pasti bisa mengkhatamkan Al-Qur'an ini dalam waktu dekat." Yang dikatakan oleh adiknya itu benar, Manto harus fokus mengkhatam Al-Qur'an terlebih dahulu.

Latihan pertama di Markas Laskar Pejaten pun dimulai sehabis subuh, mulai dari berlari saat langit pagi masih gelap hingga matahari terbit. Dilanjutkan dengan latihan fisik lainnya, lalu menembak, simulasi serangan udara dan lain-lain.

Tapi sesi lari pagi baru mulai jadi rangkaian latihan lainnya belum dilakoni, mari kita ikuti perjuang manusia kasur.

Capek? (Tanger-Min🍊)

"Yaiyalah pake nanya segala!" Gerutu Runi. (Salah satu spesies manusia kasur.)

Semua rangkaian latihan hari ini selesai tepat jam 17.30, bahkan saat perjalan Runi dan Sri berpapasan dengan Fredy dengan adiknya yang hendak berangkat ke surau.

Pada saat mata Runi bertemu iris hazel milik Manto, pria itu malah memalingkan wajahnya seperti tidak melihat dirinya. Wajah Runi mendadak heran dengan pria keturunan Eropa itu, akhir-akhir ini seperti menghindar darinya. Seingat Runi kayaknya dia gak ada salah sama Manto deh.

-🌰🌰🌰-

Terhitung sudah 2 bulan lamanya Runi sudah menekuni latihan jadi Tentara Republik, sangat melelahkan gak kebayang bagaimana perjuangan rakyat-rakyat Indonesia saat melawan penjajah dulu.

Bahkan Sri yang sama-sama seorang wanita saja tak pernah mengeluh lelah atau segala macam, karena di hatinya sangat ingin merdeka 100 persen.

Entah kenapa seminggu ini latihannya hanya jam 12.10 saja tak seperti biasanya, tapi tak apa sih kan enak bisa pulang kerumah lebih cepat dan bertemu kasur tercinta.

Saat dirinya sudah terkapar lemas di kasur, pintu kamarnya mendadak terbuka dan menampilkan Sri yang membawa surat di tangannya, "Runi, ini ada surat untukmu."

Diamplop surat itu tertulis si pengirimnya yakni Ifah, karena sudah tahu isinya apa Runi langsung membakar amplop itu hingga menjadi abu.

"Loh kok?" Sri masih melongo tak percaya, padahal kan dia penasaran juga isi surat itu.

"Itu surat undangan pernikahan Ifah dan juga Panji," jawab Runi dengan wajah kesalnya. Itulah alasan mengapa Runi membakar dia membakar surat itu.

Dari pada pusing mikirin hal tak berguna itu, Runi memutuskan untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda gara-gara Sri.

Saking lelahnya Runi tidur sampai tak tahu kalau langit sudah gelap, rasanya tenggorokannya kering sekali sehingga dia harus melawan rasa malas untuk bisa mengambil minum di dapur.

Sekembalinya dari dapur, air yang di mulutnya mendadak disembur karena terkejut melihat tamu yang datang malam-malam. "Ada apa ini?"

Semua orang yang ada di ruang tamu langsung menoleh ke arah gadis yang baru saja menyemburkan air di mulutnya. Terlihat di sana ada kedua orang tuanya dan juga tamu yang begitu sangat tidak asing baginya.

"Kalian ngapain kesini?" tanyanya terheran-heran. Bagaimana bisa Bu Iyem, Manto dan Dwi si putrinya Manto datang kemari.

"Runi, kesini sebentar," ibunya menyuruh Runi untuk duduk disampingnya.

"Bapak baru saja menerima lamaran dari Manto, sekarang dia sudah jadi calon suamimu." Mendengar perkataan ayahnya itu seperti menempelkan telinga ke alat musik Gong, bagaimana bisa dirinya mendadak dilamar oleh duda rempah-rempah berbuntut satu itu.

"Kenapa bapak menerima lamaran dia begitu saja tanpa meminta persetujuanku. Bapak kan tahu sendiri kalau pria ini kan keturunan Belanda, dia juga lebih memilih berpihak dengan Belanda daripada membela tanah airnya sendiri!"

"Runi sudah cukup, sekarang masuk ke kamar!" teriak Pak Andi kepada putrinya, Runi merasa curiga kalau orang tuanya sudah dicuci otaknya oleh Manto.

"Apapun yang terjadi aku gak akan mengakui dia sebagai suamiku walau kita sudah menikah sekalipun!" Tegas Runi.

Api amarah yang makin memuncak dihatinya membuat Runi memilih masuk kekamar, rasanya Manto agak kecewa dan sakit hati melihat respon yang diberikan sang pujaan hati.

Walau mukanya kayak orang bener tapi ini masih tahun 1948 bisa saja dirinya masih menjadi pengkhianat, "bagaimanapun caranya gue harus bisa membuka topeng Pak Fredy (Manto) si serdadu licik itu,"






-Bersambung-

Behind Hazel Eyes (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang