🌰44🌰

48 2 3
                                    

“Yah kalau pisah begini saya tidak bisa meledek Mas Kiai ya,” keluh Sri. Entah kenapa gadis itu sangat suka mengganggu Kiai muda itu, terlebih lagi Dahlan itu tampan, dan masih lajang tentu saja.

“Sudahlah Sri kau ini jahil sekali, selalu saja mengganggu Mas Dahlan kan kasihan, dia jadi merasa tak nyaman jika ada kau,hahaha…,” ledek Runi. Mendengar ucapan dari Runi membuatnya jengkel sehingga ia menghadiahkan gelitikan maut untuk sahabatnya itu.

Sementara Ifah hanya memandang keduanya dengan perasaan iri, sebenarnya dulu ia juga sering bersenda gurau dengan Runi seperti ini, tapi sayangnya dirinya sudah memutuskan hubungan persahabatannya dengan Runi sejak dirinya mulai menyukai Panji.

“Runi,” panggil Ifah. Orang yang dipanggil itu langsung menghampirinya dengan tatapan serius, padahal tadi Runi terus saja menampilkan wajah bahagia saat bersama Sri.

“Iya ada apa Nyonya Fei?” tanya Runi dengan nada yang biasa saja.

“Temani saya duduk,” ajak Ifah. Gadis itu langsung mengambil posisi duduk disebelah Ifah.

Seketika suasana mendadak sunyi, Ifah kebingungan ingin mengobrol apa dengan Runi padahal dulu ia sangat pandai mencari topik pembicaraan. Saat Sri mendekat, Runi menarik senyumnya lalu mempersilakan gadis seumuran dengan Achmad itu untuk duduk di sebelahnya.

“Ru…,” sayang ucapan Ifah terpotong dengan suara Sri.

“Runi kau sadar tidak, tentara Belanda yang kau culik itu diam-diam memperhatikanmu tahu, jangan-jangan dia menyukaimu,” ucap Sri, tak lama kemudian Runi melayangkan tamparan ke punggungnya.

“Ngomongnya, awas saja kalau kau berani bertanya pada Justin tentang hal ini, bakal saya bunuh kau,” tegas Runi, bukannya takut malah Sri menaik-turunkan kedua alisnya, sepertinya Sri sudah berniat menanyakan itu ke Justin.

“Matilah kau Sri Mularsih!!” teriak Runi sambil mencekik leher sahabatnya itu, Ifah yang memperhatikan mereka dari tadi sedikit terkekeh, rasanya ia ingin bergabung dengan keseruan mereka berdua.

“Ifah carikan pohon kencur, agar saya bisa menggantung kepala Sri disana,” perintah Runi. Ketiga wanita itu langsung tertawa bersama sedangkan para pria dari rumah sebelah merasa penasaran dengan apa yang dilakukan tiga wanita itu.

“Kayaknya ramai sekali ya rumah sebelah padahal kan hanya tiga wanita saja tapi hebohnya sampai sini,” ucap Justin yang sedang menempelkan telinganya ke tembok rumah yang terbuat dari anyaman bambu.

“Sudahlah Londo kau tak perlu tahu, lebih baik kita berunding sini,” ajak Frans. Pria beriris biru laut itu pun ikut duduk bersila bersama mereka, Kelima pria itu saling bertatapan tidak ada yang membuka suara, hanya ada derikan jangkrik di malam hari.

Bahkan singkong rebos yang sedari tadi masih mengeluarkan kepulan asap lama-lama menghilang karena diambil oleh Justin yang kelaparan, sebab ia bosan sehingga memilih untuk menyudahi adu tatap mata bersama mereka.

“Diantara tiga wanita di rumah sebelah mana yang paling ayu?” celetuk Bangkong. Mendengar hal itu Justin pun tersedak ampas teh tubruk, ia kira mereka bakal berunding tentang pencarian Kapten mereka ternyata malah membahas wanita.

Ketiganya nampak berpikir dengan keras sedangkan Justin hanya menggeleng sambil memakan singkong rebusnya kembali, “diantara ketiganya tentu saja yang paling ayu adalah Runi, begitu saja kalian bingung,” ucapan dari pria Londo itu mengundang perhatian keempat pemuda Laskar Pejaten itu.

“Hei kawan apakah sinyo yang kita bawa ini mengalami masalah mata, bagaimana bisa ia memilih wanita yang bahkan tersenyum saja masih kaku,” ucap Frans, perkataan darinya ternyata mengundang amarah bagi Justin.

Behind Hazel Eyes (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang