Part 60

5.1K 527 164
                                    





Ini masih dini hari, gelap dan sunyi, Candradeva melangkahkan kakinya yang gak bertenaga menyusuri pemakaman. 

Candra bahkan gak mengeluarkan setetes air mata pun di hari Arjuna meninggal. Tapi kali ini, lara yang dia pendam di hari itu luruh sekaligus. Yang keluar dari matanya bukan sekedar air, itu adalah bentuk emosi bercampur, antara marah, bingung, kesal, kecewa, dan sedih. Saking campur aduknya Candra merasa mati rasa.

Dia gak tau harus pergi dan berteriak di tempat mana atau mengadu pada siapa. Mungkin karena perasaan bersalah pada Arjuna muncul, Candra pergi ke makamnya, meringkuk di sisi kuburan itu dan menangis.

Gue dikhianatin.

Gue dibohongin.

Gue ditipu.

Orang yang gue pikir udah berubah ternyata enggak.

Diri gue sendiri yang gue pikir udah berubah ternyata enggak.

Dia masih sama kotornya.

Dan gue masih sama begonya.

Bukan hanya Raiden, tapi juga mereka. Kenapa? Candra merasa menjadi manusia paling dungu di dunia karena gak sedikit pun menyadari itu.

Bahkan saat bukti sudah jelas mengarah pada mereka, Candra menolak percaya. Bagaimana dia bisa menerima fakta semengerikan itu.

Fakta bahwa Joan mencelakakan pamannya.

Raiden adalah orang yang mencoba membunuh Dimas di malam itu.

Sapphires adalah pengedar narkoba.

Mereka menjerumuskan banyak orang.

Mereka menyeret Sukma.

Mereka membunuh begitu banyak orang dengan sadis.

Dan mereka membunuh Arjuna.

Candra gak ingin mempercayainya, tapi dia lelah terus denial.

"Bajingan, bajingan." Candra bergumam-gumam dengan seringai tipis, kemudian terbahak nyaring.

Dia hanya merasa lucu.

Sangat lucu.

.

.

.

.

.

.

Markas bawah tanah yang beberapa saat lalu bising, sekarang hening dan hanya meninggalkan sisa kekacauan. Tubuh-tubuh kaku yang bergelimpangan diseret dan ditumpuk di suatu titik.

"Berapa orang kita yang mati?" Anndika berpangku tangan menatap tubuh anak buahnya dan polisi yang bertumpuk.

Joan terlebih dulu melepaskan topeng kulit yang dipakainya sebelum menjawab, "Lima belas orang, dua terluka."

"Dari tujuh belas orang cuma dua yang selamat? Gila ya, kayaknya polisi yang dikirim ke sini itu penembak jitu semua." Ilex menyeret jasad terakhir dan melemparnya ke tumpukan. Dia sendiri langsung sempoyongan dan menubruk dinding. Masih mabuk berat.

"Brankas aman. Mereka gak berhasil membobolnya," lapor Yohan yang baru saja kembali.

Mereka lantas terdiam, mengatur nafas yang memburu seraya berpikir keras.

"Aneh, gimana bisa mereka langsung nemuin tempat itu. Msutahil," gumam Joan. Semua memikirkan hal yang sama.

Anndika melirik Raiden yang sunyi. Cowok itu hanya berpangku tangan, bersandar ke dinding tanpa mengatakan apa-apa.

Destroy Me [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang