Part 48

5.2K 503 143
                                    

Dulu, kedatangan Anjas adalah hal yang paling ditunggu-tunggu Raiden, sekarang mendengar pria itu akan datang adalah mimpi buruk baginya.

"Rai, Paman Anjas udah di depan gerbang!" Wini, wanita paruh baya itu naik ke atas dengan tergesa-gesa.

Raiden yang tengah berdiam diri di kamarnya langsung keluar.

"Bu ...." Dia meremas tangan pengasuhnya dengan gemetar.

"Jangan takut. Ikut ke kamar Bibi." Wanita itu membawanya ke kamar. Dia menyuruh anak kecil itu masuk ke kolong tempat tidur.

"Denger, jangan dulu keluar sebelum Bibi panggil, oke?"

Raiden mengangguk. Wanita itu keluar dan dia berdiam diri di sana sambil menyatukan kedua tangannya yang berkeringat.

Tuhan, kali ini saja, selamatkan dirinya.

Klak

Pintu terbuka. Raiden memasang telinganya baik-baik. Apa itu Bu Wini?

Semoga bukan Om.

Bukan Om.

"Hey." Anjas menyingkapkan sprei yang menjuntai dan berjongkok. Mengintip ke dalam kolong ranjang seraya tersenyum.

"Keluar, ayo main."

Raiden berpikir, mungkin dirinya kurang baik sampai Tuhan mengabaikan doanya.

"Eu-eum-" Raiden beringsut mundur, tapi Anjas dengan sigap menarik tangannya dan menyeret bocah itu keluar.

"Ahh!! Lepas lepas!" Raiden memberontak, tangannya mencakar wajah pria itu dengan asal.

"Diam!" Anjas yang kesal refleks menamparnya.

Wajah sekecil itu bisa saja hancur mendapat pukulan telak dari orang dewasa. Raiden tersungkur ke lantai, isi kepalanya terasa berhamburan. Anak itu gak bisa memberikan perlawanan lagi. Dia hanya bisa berteriak dan menangis sekencang-kencangnya.

"Mamaa! P-Pakk!"

"Bu Win!"

"Mama!"

"Papa!"

"Kakak!"

Percuma saja. Di rumah ini tidak ada banyak orang. Kedua orang tuanya hampir gak pernah ada di rumah. Hanya ada Bu Wini dan orang yang bekerja di kebun, dan keduanya bukanlah harapan.

Ini rumah tapi bukan rumah. Tidak ada kenyamanan, tidak ada keamanan, keluarga juga tidak ada.

Kepada siapa dia harus berlindung?

Setelah Raihanna pergi, Raiden baru mengerti seperti apa lingkungan tempat dia hidup.

Ibunya dan ayahnya terlalu sibuk mempertebal harta. Mereka jarang bertemu tapi bukan berarti tidak pernah.

Tapi mereka tak acuh, menjadi semakin tak acuh saat dirinya menjadi tersangka pembunuhan terhadap kakaknya.

Raiden gak paham. Mengapa semua orang mengira dia nakal setelah ibunya menemukan bungkus camilan di tasnya.

Mereka membeli camilan yang banyak saat pergi ke kebun binatang dan sampahnya berserakan. Jadi Raiden memungutinya dan memasukkan semua sampah itu ke dalam tasnya.

Guru bilang tidak boleh membuang sampah sembarangan.

Tapi kebaikannya malah menjadi petaka. Raiden mengira ibunya sekarang tidak suka padanya.

Dia menjadi semakin tidak perhatian.

Wanita itu tidak pernah bertanya kenapa wajahnya pucat?

Kenapa dia demam terus menerus?

Destroy Me [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang