Life doesn't go the way you want it to, uh?
Your heart doesn't go wherever you want it to, uh?
I feel like I'm getting ahead
I feel like I'm the only one that stopped.⋆⁺₊⋆ ☾⋆⁺₊⋆
Usai perayaan hari lahir yang terasa salah. Kami bertemu beberapa kali.
Hadirnya masih membuatku tersenyum, namun tak lagi membuatku berdebar.
Tawanya masih membuatku terhibur, namun tak lagi membuatku percaya.Di kota yang ramai, di sebuah taman kecil, kami bertemu. Kami menghabiskan waktu dengan melukis di bawah cahaya yang sudah terlalu panas untuk pagi hari. Pagi yang dijanjikan, Arhan datang terlambat, jam tujuh menjadi jam sembilan, aku menunggunya dengan hati yang gelisah. Rasa sedih merayapi setiap detak jantungku, merasa tidak diingat, diabaikan dan apakah perasaannya memudar?
Berjam-jam duduk, mengabaikan beberapa orang yang berlalu-lalang. Melewatiku, duduk di samping kursi halte tempatku menunggu. Sampai waktu-waktu yang terasa terhenti itu ku habiskan dengan mengobrol dengan satpam penjaga halte pagi itu.
"CFD (Car Free Day) nya kan disana mba, kok disini aja?" sapanya ramah.
"Iya pak, lagi nunggu temen dulu." Lalu sambutku dengan membalas pertanyaan seputar jalan raya yang ditutup karena CFD.
Aku seharusnya menunggu di sebuah cafe, namun karena jalan ditutup dan harus berjalan kaki lumayan jauh, aku memutuskan menunggu nya di Halte depan Pacific Place. Menemani pak satpam membicarakan keluarganya, cerita anaknya yang bersekolah, cerita rumahnya yang jauh dari tempat kerja.
"Nanti kalau temennya datang, saya omelin boleh mba?" ledekknya.
Hahaha, "Iya pak omelin aja." tawaku menghibur perasaan kecewa.
"Tidur lagi kali mba temennya, masa dua jam belum sampai-sampai."
"Jauh pak rumahnya."
"Loh mba nya kan juga jauh banget, tapi gak telat." Katanya mengingat perbincangan kami sebelumnya.
"Duh, iya juga ya. Gak papa deh pak, dua jam mah sebentar kok." Dibandingkan dengan menahan perasaan padanya bertahun-tahun, batinku dalam hati.
"Temennya cewek atau cowok?" Ledekknya.
Aku terkekeh sebentar, "Cowok pak."
"Oalah, udah sayang banget inimah. Kalau engga, pasti udah di tinggal." Ledekknya lagi.
Aku tertawa mendengar perkataan Pak Satpam itu. Sedikit ku sipitkan mataku untuk melihat name tag yang ada di atas saku kemejanya, namun mata minus ku tetap tak berhasil melihat namanya dengan jelas.
"Doain aja pak."
"Hah?"
"Eh? Enggak papa pak." tawaku. "Ohiya pak, nanti ini mobil boleh stop disini kan pak?"
"Boleh kok, tapi cuma sebentar ya, gak berenti nunggu lagi." Jelasnya.
Aku mengangguk seraya dengan Pak Satpam yang permisi untuk merokok dengan temannya yang baru saja tiba. Mereka berjalan ke arah belakang halte dan entah sosoknya sudah tak terlihat lagi sampai sebuah mobil datang menghampiri dan berhenti tepat di depanku.
Arhan menjelaskan alasannya terlambat. Amarahku hilang begitu saja, dan entah aku malah menyalahkan diriku sendiri. Seharusnya aku tidak perlu pergi sebelum ia membalas pesanku. Seharusnya aku mengingatkannya, membangunkannya agar tidak kesiangan, meneleponnya, atau bahkan aku hanya perlu menunggu balasan pesannya. Tak perlu terburu-buru takut ia menunggu terlebih dulu.
Arhan hadir saat duniaku sunyi. Arhan hadir saat duniaku kosong. Arhan hadir mengisinya, meramaikannya, membuat hariku berbunga-bunga sekaligus... berguguran. Segalanya baru buatku, aku sampai tak tahu apa yang harus aku lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tanpa Bulan
Short Story.⋆☾⋆⁺ Seorang perempuan terjebak dalam bayangan cinta pertamanya. Bertahun-tahun berlalu, perasaan itu tetap terjebak di hatinya. Takdir mempertemukan mereka kembali, membawa kenangan lama. Saat ternyata cintanya berbalas dan harapan membuncah, mere...