Kini, karena semua sudah usai.
Mari buka lembaran baru, bukan begitu?"Bukan." Jawab takdir.
Ada-ada saja memang jalan hidup ini. Sungguh membingungkan. Bulan berlalu, Tahun berganti. Setelah sekian lama terdiam tanpa kata, takdir membawa kami bertemu kembali, Di lapangan tempat Arhan menjalani olahraga kesukaannya. Mata kami bertemu dalam kecanggungan yang tak terucapkan, seperti dua jiwa yang terjebak dalam masa lalu yang tak terungkapkan.
Bahkan sebelum bertemu Arhan, aku sudah sering berlari di GBK. Namun tak pernah sekalipun bertemu dengannya. Karena ribuan orang berlalu lalang, luasnya area pun akan membuat sepersekian kecil sekali kita bisa berpapasan.
Hujan turun dengan lembut, membasahi bumi yang kering, Kami terjebak di tempat yang sama, di bawah langit yang bertabur awan. Tak ada kata yang terucap, hanya diam yang mengisi ruang di antara kami, Mungkin karena takut akan kata-kata yang terlontar, ataukah karena rasa takut akan penolakan yang mengintai?
Hatiku berdegup kencang, berusaha meredakan kecanggungan yang menyelimuti, Apakah Arhan masih menyimpan perasaan yang sama sepertiku? Ataukah ia telah melupakan segalanya, membuangnya jauh dalam masa lalu yang kini tak terjamah? Bertanya-tanya, memutar pikiran, mencari jawaban yang tak kunjung terjawab.
Namun di lubuk hatiku yang terdalam, aku telah memaafkannya, Menghapus dendam dan kebencian yang pernah ada di masa lalu. Jika kita bertemu untuk berteman, mungkin semuanya akan berjalan dengan baik, Tanpa dendam, tanpa ketidakpastian, hanya cerita menyenangkan yang mengalir di antara kita.
Namun, kata-kata tak terucapkan terlalu berat untuk diungkapkan, Kami masih terpaku dalam diam, tak berani melangkah maju. Mungkin suatu hari nanti, waktu akan membawa kita bersama, Menghapus segala ketidaknyamanan dan menuntun kita pada jalan yang searah.
Sementara itu, kami hanya saling menatap, terdiam dalam hujan yang lembut, Dua jiwa yang terpisah, tetapi masih terikat oleh kenangan masa lalu. Meski tak berani menyapa, namun dalam hati, aku tahu, Bahwa segala sesuatunya akan baik-baik saja, asalkan kita mampu untuk sekedar saling menyapa.
⋆⁺₊⋆ ☾⋆⁺₊⋆
Di sebuah ruangan yang penuh dengan aroma kopi dan catatan rapat, Aku kembali bertemu dengan Arhan, laki-laki yang dulu pernah kupendam rasa. Clientku ingin bekerjasama dengan seorang atlet, dan Arhan adalah pilihan satu-satu nya yang aku tahu bisa mengubungkan semuanya, takdir membawa kami bersama, dalam peran yang tak terduga.
Dara menjadi perantara, membawa pesan dari client dan brief untuk atlet, kami bertemu di meja rapat, di antara pembicaraan tentang kerja sama yang akan terjalin. Arhan duduk di seberang, mata kami bertemu dalam kecanggungan yang tak terucapkan, Namun di lubuk hati, aku merasa lega, bahwa setidaknya kami bisa bertemu kembali.
Aku hanya mengenalkannya pada Dara secara langsung, kami bekerja secara profesional, berkenalan dengan client, presentasi hingga terbentuk sebuah kerjasama campaign yang nantinya bisa terlaksana.
Setelah rapat selesai, aku menoleh menatap Dara, minta untuk diselamatkan. Pergi dari ruang penuh ketegangan saat itu juga. Namun tak pernah ku duga, Arhan memanggilku, dia ingin kami berbicara kembali, meleburkan kebencian yang pernah ada di antara kita kah?
Kami memisahkan diri, Dara menunggu ku di mobil nya, sedangkan aku duduk di sudut ruangan, jauh dari pandangan yang lain, hatiku berdebar-debar, tak sabar untuk mendengar kata-kata yang akan terucap darinya. Menduga-duga apa yang akan ia katakan.
Arhan membuka mulutnya, dengan nada yang tenang dan lembut, "Apa kabar?"
Aku mengaduk gelas kopi ditanganku, tak bisa menatap matanya. "Baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tanpa Bulan
Short Story.⋆☾⋆⁺ Seorang perempuan terjebak dalam bayangan cinta pertamanya. Bertahun-tahun berlalu, perasaan itu tetap terjebak di hatinya. Takdir mempertemukan mereka kembali, membawa kenangan lama. Saat ternyata cintanya berbalas dan harapan membuncah, mere...