3. Tanda Pertemanan

17 5 0
                                    

Di sisi lain, Rajen yang sudah emosi itu ingin menuju ke taman belakang perpustakaan utuk menenangkan pikirannya, seraya merenungkan dirinya sendiri—mengapa ia bisa se-emosional itu—Langkahnya terhenti saat berada tepat di bawah pohon beringin yang rindang.

Rajen kemudian duduk di kursi yang terbuat dari beton yang melingkari batang pohon besar tersebut dan ia juga ditemani oleh angin sepoi-sepoi yang turut mendinginkan kepalanya.

Sejenak ia memejamkan matanya dan menghirup udara segar disana. Pikirnya hal itu adalah sesuatu yang mampu menyugesti dirinya untuk kembali tenang setelah merasa tertekan oleh suatu keadaan.

'Ya, itu bener, mungkin gw harus lebih berhati-hati lagi buat bersikap ke orang lain. Hufft... Rajen, Rajen, ini lingkungan baru yang harus bisa lo analisa terlebih dahulu sebelum  lo bisa beradaptasi. Jangan kebalik kayak hari ini—jadiin pelajaran buat kedepannya dah.' Rajen membatin selama ia memejamkan kedua matanya erat.

Saat Rajen membuka kedua matanya yang semula terpejam merenungkan sesuatu, ia mengerutkan keningnya saat melihat Gival yang tengah berlari kearahnya seraya membawa susu kotak stroberinya yang belum diminum-minum juga itu.

'Ya Tuhan, kapan gw bisa menjalani ketentraman hidup di hari senin penuh berkah ini…' Batinnya Rajen, kemudian ia memijit pelipisnya seraya menghela napas berat.

“Rajen… susu kotak stroberi lo ketinggalan…” ucap Gival dengan napasnya yang tersengal akibat berlari mengejar langkah Rajen yang begitu cepat.

Lantas Rajen menaikkan salah satu alisnya, ia bingung—kenapa ia dipertemukan terus dengan Gival, bahkan sampai hal yang sepele sekalipun—Rajen kembali menghela napasnya dan merebut susu kotak stroberinya tanpa menatap kearah Gival.

“Thanks.” Singkatnya Rajen tanpa berekspresi apapun.

Gival membalasnya dengan senyuman, ia pun duduk di samping Rajen tanpa diminta. Hal itu tentunya membuat Rajen sedikit menjauhi posisi duduknya.

“Mungkin ini adalah waktu yang tepat buat ngasih lo sebuah space untuk dengerin pernyataan gw yang sebelumnya tertunda oleh keadaan. Keadaan dimana lo harus terpaksa pindah ke Jogja, ngikut Papa Kaiden disalah satu urusan bisnis perusahaan. Padahal lo saat itu masih pingin main bareng gw dan Papa Karlos di rumah pohon. Gw harap lo gak lupa akan kenangan itu, Jen. Gw rindu banget sama semua memori nostalgia masa kecil kita.”

Rajen terhenyak mendengar pernyataan yang Gival lontarkan barusan. Ia berpikir bahwa…mungkin ini adalah salah satu alasan mengapa mereka dipertemukan kembali setelah lamanya perpisahan yang pernah mereka alami saat Rajen ikut pindah ke Jogja bersama dengan Papa sambungnya, Kaiden Yudhistira.

"Terus, apa alasan lo ngomong kaya gini ke gw?"

"Bukan tanpa alasan, Jen. Gw cuma pingin kita balik kaya dulu lagi. Saling berbagi cerita, main bareng dan jadi teman yang deket kaya waktu dulu," Gival menjeda perkataannya,

"Setelah melihat lo balik lagi kesini, satu sekolah, satu kelas sampai satu meja dengan gw—gw langsung berpikir bahwa inilah saatnya kita memulai pertemanan itu dari nol lagi." pungkasnya sebelum ia menghela napas beratnya.

"Untuk apa sih bersusah-payah kayak gini? Gak akan ada manfaatnya juga, Val. Percuma. Pastinya juga lo bakal lebih unggul dari gw. Oh iya... lo Ketua Umum Osis juga kan di Sahitkala ini? Dan lo tau? Papa Kaiden masukin gw ke Sahitkala, karena berharap lo yang sebagai KETOS ini bisa jagain gw. Hahahahaha… Val? Gw bukan anak kecil lagi yang harus selalu ditemenin ke manapun gw pergi, gw berhak menjalani hidup gw tanpa adanya pihak lain!"

"Jen, Bahkan gw gak pernah mengatur kehidupan lo sebelumnya sampai detik ini juga. Dan lo gak perlu berpikir sejauh itu tentang gw yang lebih unggul, kita berdua sama, Jen! Kita sama-sama makan nasi, sama-sama anak SMP yang masih mencari Jati Diri juga—ini semua soal porsi, lo bisa unggul dengan cara lo sendiri di kemudian hari—" Gival menjeda perkataannya kembali,

NO TITLE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang