Astalian terus menghela nafas setiap kali melihat jam dinding cafe terus berputar. Hari ini niatnya untuk jujur pada Lavelyn akan segera terealisasikan. Tetapi, sebelum itu ia akan menikmati makan siang bersama Lavelyn. Ya, anggap saja pemanasan sebelum adanya pertengkaran. Paling tidak, isi tenaga dulu.
"Sebenarnya tanpa makan siang lebih dulu, aku siap dengar kejujuran kamu. Menurutku, kamu terlalu bertele-tele,"ucap Lavelyn menatap Astalian.
Astalian menghela nafas. "Maaf. Aku hanya ingin kita sama-sama punya tenaga."
"Tenaga untuk bertengkar?"tebak Lavelyn diiringi gelak tawa mengejeknya.
Astalian mengangguk gugup. "Ya seperti itulah. Adanya kejujuran, pasti akan menimbulkan pertengkaran."
"Kamu beranggapan mengisi tenaga dengan makan akan membuat energi kita jadi kuat menghadapi konflik. Tetapi, tanpa kamu sadari. Kejujuran nggak selalu berakhir bertengkar. Jangan berpikir negatif dulu kalau belum rasain, Asta. Pemikiran kamu nggak masuk akal,"ungkap Lavelyn menggelengkan kepala.
Astalian berdehem. Ia berusaha menjaga nada bicaranya agar tidak terdengar menyebalkan di telinga Lavelyn. Sungguh, ia tidak ingin ribut sebelum waktunya. Lagian, menurut Astalian tidak ada salahnya bersiap untuk segala kemungkinan.
Setidaknya dengan makan— tenaga untuk marah, kecewa, dan menangis bisa meminimalisir tubuh yang tentunya akan berubah sakit. Ya, itu hanya pemikiran pendek Astalian saja. Setidaknya saat nanti Lavelyn marah-marah, tidak ada momen merasa kehausan karena belum minum.
Hehehe
"Makanan sudah datang. Silahkan dimakan, Lavelyn,"ucap Astalian mengalihkan perhatian Lavelyn yang sedari tadi menunggu responnya.
Setidaknya makanan datang di waktu yang tepat. Jadi, saat ini mereka bisa fokus menikmati menu makan siang. Jujur, Astalian tidak ingin berdebat terlebih dahulu. Apalagi di cafe sedang ramai pengunjung. Tidak baik memamerkan perdebatan di hadapan umum.
.
.
Photo by Pinterest S U N N Y
Astalian tersenyum simpul menyaksikan Lavelyn memberi makan burung merpati yang terbang ke arahnya. Gelak tawa gadisnya itu sangat mengejukkan hati. Sebenarnya ia merasa malu kepada Lavelyn. Malu karena tidak bisa memberikan kebahagaiaan sehebat burung merpati. Rasanya ia gagal menjadi bagian hidup Lavelyn. Terlalu banyak kesakitan yang di torehkan.
Seandainya ini adalah saat terakhir mereka. Astalian berjanji, akan menjadikan semuanya pelajaran berharga dan memaksakan diri untuk menjadikan Lavelyn miliknya sekali lagi. Katakanlah Astalian tidak tahu diri. Sudah banyak menyakiti. Tetapi, masih ingin kembali bersama. Menurutnya, tidak ada salahnya berusaha agar diberi kesempatan kedua.
Itu berlaku jika seandainya ini kali terakhir mereka bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Cowok Idaman!
FanfictionIni kisah Lavelyn mengejar lelaki idaman yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Namanya Astalian Altama. Laki-laki yang bahkan tidak pernah menatap ke arahnya, tidak ingin di sentuh, irit bicara, dan selalu memejamkan mata setiap berhad...