25. Tekad

106 20 0
                                    

“Bagaimana, Sasame?” tanya Sakura dengan iris terpejam menikmati hangat matahari yang menyapa kulit pucatnya. Hatinya agak berdebar menunggu berita yang akan disampaikan Sasame pagi ini.

“Sangat buruk, Nona.” Sasame menatap prihatin junjungannya yang tengah berjemur di bawah langit cerah. “Ada banyak rumor tentang Anda di luaran sana. Ini benar-benar buruk,” adunya gelisah.

Sakura menghirup napas dalam, lalu membuka mata, menegakan duduknya. “Itu artinya rencana saya berjalan lancar.” Dia tersenyum pada Sasame, tetapi lengkungan bibirnya segera memudar ketika melihat wajah cemas sang dayang. “Jangan khawatir, Sasame. Rumor ini akan menyelamatkan banyak nyawa.”

"Tapi, Nona," suara Sasame bergetar, matanya berkaca-kaca, "orang-orang itu membicarakan Anda seolah-olah mereka paling suci. Padahal mereka tidak tahu apa-apa!" Dia menggenggam tangannya sendiri dengan erat, seolah mencari kekuatan. "Saya … saya tidak mengerti, kenapa Anda membiarkan mereka berpikir buruk tentang Anda? Kenapa Anda ingin terlihat seperti itu? Tolong jelaskan," bisiknya, "saya ingin mengerti."

Sakura menghela napas panjang, menatap Sasame dengan pandangan penuh campur aduk antara keprihatinan dan ketegasan. “Sasame, kamu harusnya bisa mengendalikan perasaanmu, terutama di hadapan saya.”

Sasame menundukkan kepala, merasa malu karena gagal menahan emosinya. Namun, hatinya tetap memberontak, karena bagi Sasame, Sakura lebih dari sekadar majikan.

"Saya mengerti, kamu peduli," lanjut Sakura, suaranya lebih lembut, "tolong, cobalah untuk lebih kuat. Saya membutuhkanmu di sisi saya. Saya, perlu kamu untuk tetap tenang dan bijak."

Sasame mengangguk, berusaha menahan air matanya. "Maafkan saya, Nona. Saya hanya terlalu peduli."

Sakura tersenyum tipis, menunjukkan pemahaman. "Saya tahu, dan saya menghargai itu." Dia memeluk Sakura, menepuk pelan punggung gadis yang sedang gundah tersebut.

Perlahan, ingatan tentang kebersamaan dengan Sasame mulai bermunculan di benak Sakura. Dia teringat saat mereka masih kecil, bermain bersama, dan saat mereka beranjak remaja, mengintip ksatria muda yang sedang berlatih. Sakura bahkan mengingat saat-saat mereka membaca novel romansa di bawah pohon. Didominasi rasa ingin tahu, mereka diam-diam meminjam novel dewasa milik salah satu pelayan wanitanya. Dari kenangan-kenangan itulah dia mengetahui arti gadis itu untuk Sakura. “Kalian bersahabat,” gumam Sakura tanpa disadari dengan manik mata terlongong-longong dipenuhi kenangan.

Sasame menguraikan pelukan Sakura, lalu menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Iya, Nona?”

“Ah … itu ….” Sakura tergagap, kata-katanya tersangkut di tenggorokan. “Kamu dan Putri Count, ah … tidak, I mean, saya dan kamu, kita bersahabat sejak kita kecil.” Dia memalsukan senyuman, berusaha menyembunyikan perasaan sesungguhnya.

Sasame mengernyit bingung, tetapi senyuman segera terbit di wajahnya, tersanjung oleh perkataan Sakura pasal “bersahabat”. Dia terharu mengetahui dirinya memiliki arti tersendiri di hati sang majikan. “Dulu Anda pernah berpesan kepada saya bahwa baik buruknya diri Anda dalam menjalankan tugas sebagai putri seorang Count adalah cerminan dari hati dan dedikasi Anda kepada rakyat. Saya selalu ingat itu, Nona.”

Sakura mengangguk, tatapan matanya melembut. “Benar, Sasame. Tugas kita lebih besar daripada diri kita sendiri. Dan untuk itulah, saya harus melakukan ini. Meski itu berarti harus terlihat buruk di mata mereka.”

"Saya tahu ini mungkin lancang, Nona. Tapi, apakah tidak ada cara lain? Saya tidak paham apa tujuan Anda, apa yang membuat Anda harus melakukan semua ini. Tapi, apakah benar-benar hanya ini satu-satunya cara?" tanya Sasame seraya menatap Sakura dengan putus asa.

“Tidak ada, Sasame,” jawab Sakura dengan tegas, matanya menatap langsung ke arah Sasame. “Ini benar-benar rumit dan mendesak. Saya tidak bisa membuang-buang waktu dengan membentuk aliansi atau berdiplomasi.” Dia menarik napas dalam, berat, sebelum melanjutkan. “Masalah ini harus selesai sebelum hari ulang tahun saya yang tinggal satu bulan lagi.”

Sakura memegang kedua tangan Sasame erat, jemarinya terasa dingin. “Saya tidak sedang main-main, Sasame.” Suaranya tegas yang bercampur keputusasaan. “Ini semua saya lakukan demi keselamatan kita semua dan rakyat.” Wajahnya menunjukkan tekad yang bulat, tetapi juga beban berat yang dia pikul.

The Cruel Crown Prince (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang