6. Sesal

307 50 4
                                    

Sakura: Kamu di mana? Aku berangkat sekarang.

Sasuke: Harusnya aku sudah sampai lebih awal, tetapi Laksamana menahanku.

Sakura terkikih. Ayah mertuanya itu pasti sedang memberikan petuah, apa-apa saja yang harus dilakukan Sasuke untuk menyenangkan hatinya malam ini. Ya, meskipun Sasuke sudah dewasa, tetapi tampaknya dia masih kesulitan memahami hati Sakura. "Dasar robot humanoid!" gumamnya.

Saat tengah fokus menyetir, ponsel Sakura tiba-tiba berdering. Ketika itu dia baru saja memasuki gerbang tol kala mengangkat panggilannya. "Hallo, Hinata! Ada apa?"

"Hallo, Sakura! Komik The Cruel Crown Prince, kapan akan dilanjutkan? Sudah banyak pembaca yang menantikan kelanjutannya," jawab Hinata dalam sambungan telepon.

Sakura tertawa. Itu adalah spontanitasnya. Cerita itu bahkan tidak memiliki plot. Itu merupakan alur yang dia dapatkan dari mimpi. Sakura belum tahu akan dilanjutkan atau dihapus, sebab niat awal menggambarnya memang hanya iseng.

"Berapa banyak pembacanya?"

"Hari ini sudah dua ratus ribu views. Pak Naruto meminta Anda untuk melanjutkan cerita ini. Kata beliau, ceritanya menarik dan segar. Apalagi kalau ditambahkan romansa."

Luar biasa, baru beberapa hari diunggah dan cerita iseng itu sudah memiliki pembaca sebanyak itu? Sangat berbeda dengan cerita yang dirinya gambar dengan penuh keseriusan dan riset mendalam. Padahal itu merupakan cerita yang aneh, bahkan Sakura belum tahu alurnya akan dibawa ke mana.

"Baiklah. Saya akan memikirkan plotnya dengan serius. Sampaikan salam saya untuk Editor Naruto." Sakura menutup teleponnya. Mungkin ini kesempatan yang bagus untuknya meraih lebih banyak popularitas. Ya, dia tak boleh menyia-nyiakan ini. Namun, akan bagaimana kelanjutan cerita itu?

"Well, kita pikirkan itu nanti." Akan tetapi, Sakura yang agak meleng, tiba-tiba dikejutkan oleh keberadaan seekor kuda putih yang berdiri di tengah jalan. Dia pun reflek membanting setir. Namun, nahas, dia salah menginjak pedal gas-bukan rem-dan malah membuat laju mobilnya melesat kian kacau tak terkendali.

Sakura menjerit ketika mobilnya terpelanting ke bibir jurang usai menabrak pembatas beton. Dia terpaku, pikirannya seketika kosong saat melihat kuda putih itu mengepakan sayap menuju langit. Akan tetapi hal tersebut tak berlangsung lama, sebab Sakura lekas disadarkan oleh kenyataan, kala mobilnya menghantam dasar jurang.

Rasa sakit segera mendera hebat, mengaburkan kesadarannya, membuat tubuhnya lemas dan kaku, bahkan Sakura tak kuasa menggerakan ujung jarinya. Dadanya terasa sesak parah, punggung, tangan serta kakinya merambatkan nyeri tak terperi. Dia terbatuk memuntahkan darah. Sakura meringis, pusing berputar-putar pada kepalanya tidak kunjung hilang.

Terlintas di benak Sakura. "Apakah aku akan mati?" batinnya. Segera kenangan kebersamaannya dengan Sasuke dan Sarada berotasi dalam ingatan. Bagaimana dengan Sarada bila dirinya mati? Lalu Sasuke? Sakura sangat mencintai keduanya. Air matanya menetes kala membayangkan tangis sedih putrinya kala melihat jasadnya; air mata pilu Sasuke yang memeluk Sarada seraya meratapi kepergiannya.

Sakura menatap gusar surat kecil pemberian putrinya yang menyembul dari dalam tas. Surat itu harusnya dia baca dengan sang suami, nanti. Seberkas penyesalan menyelimuti hati Sakura, sebab tidak mendengarkan keinginan Sarada untuk mengadakan pesta hari jadi pernikahannya di rumah saja-seperti tahun-tahun sebelumnya.

Banyak yang Sakura sesali. Dia mengingat semua perlakuan buruknya pada sang suami. Sakura sering marah-marah dan meninggalkan rumah, karena kesal pada Sasuke yang tidak pernah mau memahami perasaannya.

Bahkan ketika suaminya hendak berangkat bertugas terakhir kali, dirinya berbicara cukup sinis, dengan mengatakan bahwa rasanya seperti menikahi batang pohon. Dia selalu menghina sang suami dengan mengatainya robot. Sakura menangis tergugu kala mengingat semua keburukannya.

Namun, dia memiliki alasan, mengapa mengatakan semua itu. Sakura kesal pada Sasuke yang enggan belajar mengerti perasaannya. Sebenarnya, jauh dari lubuk hatinya, Sakura teramat mencintai laki-laki itu. Namun sialnya, dia lebih banyak mengatakan keburukan alih-alih mengungkapkan isi hatinya pada Sasuke.

"Aku menyesal, Tuhan. Tolong beri aku satu kesempatan saja untuk mengungkapkan perasaanku dengan benar pada suamiku," batin Sakura menangis pilu. Akan tetapi kesadarannya berangsur menurun dan lama kelamaan, menghilang.

The Cruel Crown Prince (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang