-21-

133 15 6
                                    

Sejak berumur empat tahun Jihye hidup dalam kondisi keluarga yang sedikit berbeda daripada anak seusianya di sekitar lingkungannya. Park Jiwoo selaku Papa kandung dari Jihye telah memegang kendali dalam mengurus dan merawat Jihye kecil tanpa bantuan sang istri.

Tidak hanya Jiwoo yang merasa pusing saat melakukan semuanya untuk pertama kali, Jihye selaku anak juga merasakan hal yang sama. Jihye kecil harus terbiasa dijemput dengan tidak tepat waktu atau terburuknya pernah sampai berjalan kaki walaupun sempat menyasar, memakan masakan ayahnya yang buruk rupa saat itu, tak ada rambut panjangnya yang terikat dengan berbagai model, pakaian yang terkadang kusut, atau sulit tertidur karena Papanya yang telat pulang ke rumah.

Namun, itu semua hanya kenangan. Tak ada lagi masakan buruk rupa Jiwoo, pakaian mereka yang selalu rapi, dan Jihye dewasa yang sudah mandiri hingga bisa mengikat surai panjangnya sendiri.

Jikalau ditanya apakah dirinya merindukan sang Ibu, mungkin tidak juga. Dahulu Jihye memang sempat ingin mencari keberadaan Ibunya secara diam-diam tanpa sepengetahuan Papanya dan mempertanyakan pada seseorang yang melahirkannya itu tentang mengapa berani mengambil keputusan untuk meninggalkannya. Namun, seiring berjalannya waktu Jihye sudah dapat berpikir dewasa dan lebih bijak dalam menerima keadaan.

Kendati di beberapa keadaan Jihye tampak tak mengerti pemikiran orang dewasa terlebih yang sudah saling terikat. Jihye remaja tidak tahu apapun tentang suatu hubungan lawan jenis selain menyukai dan cemburu satu sama lain sebab dirinya yang tidak pernah menjalin kasih pada siap sebelumnya. Namun, kini keadaan tak lagi sama.

Barangkali ini yang dirasakan semua orang saat menjalin suatu hubungan asmara. Gelisah, gugup, bahagia, kesal, sedih, senang, khawatir, dan perasaan lain yang belum dapat didefinisikan oleh Jihye sendiri. Campur aduk. Lumayan lebih kompleks dari sekadar suka dan cemburu.

Jihye menatap lagi layar ponselnya yang menampilkan kolom chat. Padahal sudah Jihye kirim tiga belas chat beruntut, tetapi masih belum mendapatkan balasan sejak lima jam yang lalu.

Jihye sempat berpikir, barangkali sedang sibuk-sibuknya karena melakukan pekerjaannya, tetapi bukan hanya sekali atau lima kali. Sudah terlalu sering dan selalu seperti ini. Terkadang yang terburuk adalah empat hari baru terbalas dan selama empat hari itu juga Yoongi tidak dapat ditemuinya. Jangankan bertemu, pulang ke rumah saja sepertinya tidak Jihye lihat.

Padahal Jihye ingin merayakan hari terakhirnya tinggal di perumahan tempat tinggalnya saat ini. Berpikir untuk merayakannya di rumah Yoongi hanya berdua.

Keluarga Park tidak pindah ataupun melakukan migrasi. Hanya Jihye yang tinggal terpisah dengan sang Ayah untuk menetap di apartemen sampai batas waktu yang Jihye tentukan. Universitasnya dengan tempat tinggalnya yang sekarang terlalu jauh, maka dari itu Taehyung mengusulkan untuk Jihye menyewa apartemen dan gadis itu langsung meminta persetujuan sang Papa. Melepas anak gadis kesayangan untuk tinggal jauh itu berat bagi Jiwoo. Walaupun perjalanannya hanya membutuhkan waktu satu jam tiga belas menit, tetapi tetap saja pria dengan usia kepala empat itu keberatan.

Jihye lagi-lagi menghembuskan napasnya berat. Min Yoongi itu sudah tidak ditemuinya selama dua hari ini. Jihye khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada pria Min kesayangannya.

"Kau kenapa, sih? Tidak enak badan, banyak pikiran, atau tidak suka pergi denganku?" Dalmi bertanya sedikit sewot. Sejak awal kepergian mereka, Dalmi sudah mencium hawa tidak enak dari Jihye, tetapi jika tidak dipaksa Taehyung juga dirinya tidak akan mau dan pasti langsung mengajak Jihye pulang saja untuk memperbaiki suasana hati.

STARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang