-02-

216 33 2
                                    

Jihye diam terpaku dengan mulut yang sedikit terbuka tanpa suara seakan membisu. Tungkainya yang melangkah berhenti tepat di anak tangga kedua yang kini dirinya pijaki. Niat hati semula ingin turun dan pergi ke dapur, mengambil air minum dingin dan memeriksa makanan yang tersedia pagi ini sebab perutnya yang tiba-tiba meraung minta diberi asupan nutrisi. Namun, kini yang ia lakukan justru menatap dua orang pria berbeda generasi yang kini tengah berbincang kecil seraya memasuki rumahnya, melupakan rasa laparnya yang sebelumnya menggerogoti kini hilang seketika.

Dua pria itu kini duduk dengan Tuan Park yang tengah mengelap keringatnya yang membanjiri di sekitar wajah hingga perpotongan lehernya dengan handuk kecil yang bertengger di lingkaran lehernya.

"Ah, sebentar Yoon, akan aku panggilkan Jihye untuk membuatkan minum." Tuan Park bersuara seraya membenarkan posisi tubuhnya untuk menjadi lebih tegak. "Ji— di situ kau rupanya. Papa baru ingin memanggilmu untuk membuatkan kami minum. Sekarang pergi ke dapur, buatkan kami-kau mau apa Yoon?"

Yoongi yang merasa terpanggil menoleh menatap Park Jiwoo yang kini menatapnya bertanya dengan bibirnya yang membentuk kurva. Pandangannya teralih pada Jihye yang masih berdiri di atas sana dengan setelan piyama kusamnya. "Apa saja, saya tidak keberatan."

Tuan Park terlihat mengangguk dan kembali memutar tubuh menatap sang anak yang masih tak ada ubahnya dari posisi awalnya. "Jihye, cepat pergi ke dapur buatkan kami sesuatu. Dirimu tidak malu berdiri diam di atas sana dengan wajah bantalmu? Cepat cuci muka dan buatkan sesuatu!"

Tidak, Park Jiwoo tidak berteriak marah, hanya menaikkan suaranya beberapa oktaf dan berakhir menggelengkan kepala ketika melihat anaknya mengangguk dan pergi secepatnya menuju dapur.

Jihye menadahkan tangannya di bawah keran air yang ada di wastafel cuci piring di dapurnya. Membilas wajahnya cepat dan kemudian menutup kerannya. Pikirannya kembali membayangkan tatapannya yang tajam saat menatapnya tadi di ruang tamu. Jihye tak dapat menyimpulkan tatapan apa yang pria Min itu berikan.

Boleh Jihye mengatakan bahwa Paman Min itu misterius?

Jihye semula beranggapan bahwa tetangga barunya seperti itu hanya karena ia baru berada di sini atau lambat laun tidak lagi menatap dirinya dengan tatapan tajam serupa elang. Namun, opininya salah ketika melihat pria Min itu masih menatapnya tajam seolah Jihye sempat melakukan kesalahan fatal yang berakibat buruk kendati tidak pernah Jihye berbuat salah, mengingat pria itu masih tetap menatap Jihye tak ada ubahnya meskipun ia sudah tinggal di perumahan ini dalam waktu seminggu-lebih? Entahlah, Jihye tak begitu mengingatnya, namun satu hal yang Jihye yakini adalah,

Sepertinya memang sifatnya begitu. Aneh, bahkan lebih aneh daripada Taehyung, pikir Jihye kala itu.

Jihye memilih menggelengkan kepala berusaha mengusir segala pemikirannya tentang Paman Min. Tungkainya melangkah dengan kedua tangannya yang memegang nampan yang berisikan dua gelas minuman dingin juga biskuit susu kesukaan Jihye. Gadis itu terpaksa merelakannya karena hanya ada itu yang tersisa di lemari pendingin. Tungkainya melangkah mendekati ruang tamu yang diisi oleh suara tawa Tuan Park dengan harapan,

Semoga paman Min tidak memakan biskuit susuku. Ia pria tua, tidak mungkin bukan jika ia masih menyukai biskuit susu untuk anak kecil seperti ini?

"Ini minumannya, Papa." Jihye berucap, layaknya waiters yang menggunakan baju tidur sebagai seragamnya, pun rambutnya yang tak terkuncir rapi. Meletakkannya satu per satu di atas meja yang kemudian sepiring biskuit susu menyusul terakhir. Sedikit memandang tak rela sebenarnya.

STARETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang