Nisya bernafas lega saat melihat mobil Alif kembali.Dan yang membuatnya semakin tenang adalah diamnya Omar.Bayi itu sedang tertidur di gendongan babanya."Langsung bawa ke kamarnya saja!!"
Rafka menurut.Mengikuti langkah istrinya menuju kamar khusus Omar.Keluarga yang lain hanya diam melihat pengantin baru yang tengah mengkhawatirkan putranya.
"Bunyai.Bagimana kalau Omar kita bawa lebih dulu ke rumah saya.Nanti ning Nisya dan A'Rafka menyusul saat sudah satu minggu."
Bunyai nampak bimbang.Dia merasa tidak ikhlas cucunya di bawa pergi.Kyai Ahmad yang melihat kerisauan istrinya mencoba menenangkannya.
"Iya besan.Kalian boleh membawa Omar.Saya yakin.Anak itu tidak akan kesepian jika ikut ke Bandung."
Istrinya melayangkan tatapan protesnya.Tapi lagi-lagi Ahmad menenangkannya."Gak papa.Lagian disana ramai.Omar tidak akan kesepian lagi.Santrinya Kyai Faiq juga lebih banyak.Kita harus memberikan kesempatan pengantin baru untuk berdua.Biar mereka melakukan pendekatan,agar saling mengenal."
"Tapi,mas.Kita pasti akan kesepian."
"Gak akan.Adek bungsu abahkan besok pindah ke sini.Kita bisa main sama putra putrinya."
Akhirnya semua setuju.Kebetulan malam ini Faiq dan Zalfa akan ikut menginap.Sedangkan yang lain memilih pulang.Mengingat semua orang punya kesibukan masing masing.
Ara dan Ari juga ikut pulang,numpang dengan mobil yang lain.Mereka berdua tidak bisa meninggalkan sekolah dan mengaji mereka.Karena sekarang bukan waktu libur.
Di kamar gus Omar.Kedua pengantin baru tidak ada yang membuka suaranya.Hanya dengkuran halus Omar yang terdengar.
"Tadi gimana kata dokter?"
Rafka mengusap lengan putranya."Dokter bilang gak papa.Untung kita segera membawanya ke rumah sakit.Tadi Omar segera di suntik dan juga di beri salep gatal.Untuk obat,dia masih terlalu kecil."
Wajah Nisya berubah murung.Rafka dapat menangkap wajah risau gadis di depannya."Kenapa?"
Nisya yang paham pertanyaan suaminya menghela nafas panjang."Kok aku sedih ya,gus.Merasa bersalah sama mbak Dira.Dia sudah mempercayakan putranya sama kita.Tapi,belum sehari saja Omar sudah sakit."
Rafka tersenyum tipis."Itu bukan salah kita.Kita juga tidak tau di tanah tadi ada ulat.Jadi jangan menyalahkan diri sendiri,ya."
Tidak ada jawaban dari lawan bicaranya.Sehingga Rafka mencari obrolan lain untuk membunuh kecanggungan di antara keduanya.
"Minggu depan kamu ikut ke rumahku,ya!!"
Wajah Nisya langsung mendongak."Rumah sendiri atau rumah orang tua?"
Rafka tersenyum tipis."Rumah sendiri.Kebetulan pembangunannya baru selesai beberapa hari yang lalu."
Nisya bernafas lega.Tapi wajahnya kembali gusar."Tapi gus.Nisya gak pandai masak,gimana dong?"
"Kita bisa giliran."
"Hah?"
"Iya,kita bisa giliran.Kalau sekiranya kamu lagi gak bisa masak itu,biar aku yang masak.Itu pun kalau bisa.Beres beres rumah juga nanti kita bagi tugas.Aku nyapu,kamu ngepel.Kamu nyuci baju,aku yang jemur dan lipatnya.Atau kita bisa gantian.Gimana?"
Nisya menahan senyumnya.Gadis itu tidak menyangka akan mendapat suami sepengertian ini."Iya,boleh.Nisya juga bisa masak.Tapi cuma yang gampang gampang aja.Kalau masalah goreng goreng dan tumis.Insya Allah bisa.Tapi gak tau bakal sesuai lidah orang lain atau tidak."
"Gak papa,kita belajar sama sama."
Lagi lagi Nisya tersenyum tipis.Hatinya merasa hangat.Dia yang sempat menganggumi sosok suaminya.Semakin merasa kagum di buatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Sambung
Teen FictionSeorang santri yang mengabdikan dirinya untuk sang guru.Sikap ramah dan sikap lemah lembutnya membuatnya mampu meluluhkan hati cucu sang kyai yang telah kehilangan sosok ayahnya. Hingga akhirnya lama kelamaan sang kiyai pun menyampaikan keinginannya...