Aku sangat ketakutan ketika mendengar kabar itu. Dokter bilang penglihatanku akan bertambah buruk dari waktu ke waktu, dan pada akhirnya.. kebutaan yang tak terelakkan. Pada awalnya, objek yang kulihat menjadi kabur seakan keluar dari fokus yang semestinya. Kemudian objek itu menjadi terang disertai dengan sebuah gumpalan gelap. Dan akhirnya, saat aku terbangun di suatu pagi, penglihatanku sirna, aku tidak bisa melihat lagi.
Meskipun begitu aku masih mensyukuri apa yang masih kumiliki, aku mempunyai suami yang sangat mencintai dan mendukungku, dan bayi laki-laki yang menggemaskan. Dia sangat memahami dan mencintaiku agar dapat melalui semua ini. Aku masih kikuk beberapa bulan pertama; memecahkan banyak gelas dan piring, dan hampir selalu tersandung, membuat kakiku keseleo. Tapi suamiku membantuku menyesuaikan diri dengan kehidupan baruku ini. Dia mengambil cuti dari pekerjaannya untuk dapat menemaniku, menyiapkan makanan, memakaikanku baju, memandikanku, dan selalu punya waktu untuk tetap membuatku merasa dicintai. Aku terhibur meskipun mengetahui bahwa aku sudah cacat secara fisik, tapi aku menjalani kehidupan yang indah.
Suatu hari, sesuatu yang aneh terjadi. Aku terbangun, dan bukan kegelapan yang menghiasi pandanganku, melainkan secercah cahaya disertai dengan gumpalan gelap. Aku menjerit gembira, sudah begitu lama aku tidak merasa sesenang ini. Aku mulai berpikir optimis bahwa aku akan bisa melihat lagi; Karena aku tidak ingin bergantung pada harapan palsu, jadi aku memutuskan untuk menunggu, dan melihat apakah semuanya memang akan membaik atau hanya dugaanku semata. Selama beberapa hari ke depan, terang dan gumpalan gelapnya menjadi kabur dan berubah menjadi warna fokus. Jika ini terus terjadi, sepertinya aku mungkin dapat melihat lagi! Aku memutuskan untuk menunggu lebih lama lagi sampai aku memiliki pandangan yang benar-benar jelas agar dapat menyampaikan berita baik ini tanpa rasa khawatir kepada suamiku. Dia pasti akan sangat senang! Aku tahu itu.
Suatu hari, aku terbangun dan penglihatanku telah sepenuhnya pulih. Aku menunggu suamiku pulang dari tempat penitipan anak. Aku pun mendengar suamiku berkata, "Sayang, aku pulang!" Aku bangun lalu memeluknya. Kulihat wajahnya, orang yang datang melalui pintu itu.. bukan suamiku, dia memiliki suara persis seperti suamiku tapi dia orang asing. Seketika aku merasa mual dan pusing, lalu pingsan.
"Tidak, jangan bangun dulu Celeste. Sini biar kubantu." Orang asing itu menghampiriku, lalu memberiku ciuman dan duduk di sampingku.
"Jangan khawatir, aku akan menidurkan Henry di tempat tidurnya." Aku ngeri menyaksikannya saat ia mengeluarkan ponsel dan terdengar suara bayi menangis dari ponselnya. Aku bangkit perlahan dan beringsut menuju pintu, kemudian ia bergegas dan menghentikanku.
"Celeste, kau tidak akan ingin pergi keluar, kau ini masih menyesuaikan diri. Duduklah, aku akan membuat makan malam." Aku pun duduk di kursi rodaku. Dia lalu membawaku ke dapur, dan seketika aku langsung menggigit lidahku dengan keras agar tidak menjerit. Di sana, terbaring suamiku yang asli dan bayiku di antara banyak genangan darah. "Sayang, kita akan membuat steak malam ini!"