Aku tak berbelanja di Walmart. Aku tidak menyombong. Aku tidak memandang rendah orang-orang yang terbiasa keluar memenuhi kebutuhan finansial mereka. Aku cuma mau bilang, mungkin jika aku juga berbelanja di sana aku akan bisa menyadarinya lebih cepat.
Saat itu sudah larut malam, dan aku sudah kehabisan barang-barang keperluan pokok. Aku baru mengakhiri shift harianku dan besok mungkin tak akan berbeda. Dan aku sudah tak punya tisu toilet, sabun, dan susu untuk besok. Kemudian aku ingat bahwa aku juga kehabisan bahan makan siangku, sial. Tak mungkin aku berangkat kerja tanpa sandwichku.
Aku berkeliling dengan beaterku, berusaha menemukan 7-11 atau sesuatu di jalur itu saat aku melihat tempat parkir besar yang aku yakin bisa kita ingat di dalam tidur kita. Aku menimbang pilihanku dan akhirnya memutuskan untuk menyalakan lampu seinku.
Tempat parkirnya nyaris kosong. Tak ada troli kosong di sana, yang mana pertama kalinya kulihat sebuah toko seperti itu. Aku keluar dari mobilku dan berjalan ke toko. Awal masalahnya belum kusadari sampai aku tiba di dalam bangunannya dan mungkin akan terombang-ambing oleh dunia-bertemboknya ke segala arah.
Papan tandanya berbunyi 'Wallmart'. Bukan Walmart. Otakku yang lelah hanya menganggapnya sebagai salah baca, bukannya memahami bahwa itu adalah satu pertanda bahwa ada sesuatu yang salah.
Penyambut di pintu adalah seorang lelaki atau wanita kelebihan berat badan (tidak terlalu mengamati, tidak peduli) yang berkata, "welcome to Walmart" dengan aksen salah sehingga berbunyi "weLLCome to wALMart." Lagi, lelah dan tak terlalu memperhatikan, tak tahu juga apa yang diharapkan. Aku hanya menyahut troliku (yang hanya bergerak lebih baik dari sebongkah batu dengan roda persegi) dan pergi.
Tempat itu... oh, bung, sangat besar. Aku bukan pelanggan baru di supermarket grosir, tapi tempat itu seakan tak ada akhirnya. Aku mendorong troliku menyusuri gang yang tanpa ujung, mencari tanda barang yang kucari. Tampaknya setiap gang itu hanyalah campuran semua barang, tak peduli apa pun tandanya. Aku melihat satu set peralatan, mainan, elektronik, perabot plastik, apa pun kecuali barang yang kucari.
Hal aneh berikutnya muncul saat aku memeriksa salah satu barang. Barang itu adalah 5-set tang, tapi saat kuambil ternyata itu hanyalah gambar. Kupikir tentu saja, mungkin itu hanya alasan keamanan dan aku hanya perlu membawanya ke kasir dan kemudian mereka akan memberiku yang asli dari tempat penyimpanan. Lalu aku melihat barang di sampingnya, satu set garpu. Sama saja. Aku mengambil satu wadah pemutih.
Kosong.
Aku bukanlah satu-satunya yang ada di toko itu. Ada dua orang yang juga sama sepertiku sedang berkeliaran, tampak tersesat. Seorang wanita tua memandang kausku dengan penuh harap dan membuka mulutnya, aku menggelengkan kepala.
Di toko sebesar ini, harusnya kau punya banyak pegawai, kan? Pelayan, pengawas barang, tukang stok barang, para pekerja. Aku menyeret troliku berkeliling, tapi susah sekali menemukan mereka. Setelah (aku tak bercanda) 10 menit lamanya, aku meninggalkan troliku karena itu memperlambat langkahku. Tetap tak ada pegawai yang kulihat.
Aku pernah dengar soal toko tiruan. Seperti di Cina, di mana mereka bisa meniru toko Apple dengan begitu baik hingga para karyawannya pun tak tahu di mana mereka bekerja sebenarnya. Tapi ini adalah Amerika. Kenapa mereka harus melakukan hal semacam itu, untuk tujuan apa? Siapa pun yang melakukannya mungkin akan dituntut habis oleh pengacara perusahaan asli sebelum mereka bisa membuka pintu mereka.
Aku hampir menyerah mencari pegawainya saat kulihat kelebatan seseorang yang pergi di sekitar sudut, berpakaian seirama dengan toko itu. Aku berjalan cepat, memanggil, "Permisi?"
Dia tidak melambat.
Aku lebih keras: "PerMISI!" Aku mulai berlari kecil.
Entah bagaimana, orang ini terus saja di depanku, bukannya mendekat sesuai dengan langkahku.