Part 4

42 11 3
                                    

"Jumat lalu, saat kamu izin karena sakit. Bu Anna ada menyinggung hal terkait dirimu." Perkataan Tya membuatku bete.

"Dia menyindirku seperti biasa? Sudahlah nggak penting."

"Bukan hanya itu, dia bilang ke kami, kalau namamu dan Linda sudah ditaruh di buku hitam miliknya."

"Buku hitam?"

~~~
"Tasya, Ibu minta maaf atas nada bicara Ibu tadi sama Mama kamu. Tapi tidak seharusnya kamu mengadukan hal tersebut sama orang tua kamu, tidak semua hal bisa diceritakan pada orang tua," ujar Bu Anna.

Aku menghela napas pelan saat itu, jika tidak pada mama, lalu pada siapa aku bercerita? Aku sudah tidak bisa mempercayai siapapun kecuali mama.

"Kalian dengar, kalau ada masalah pendam saja sendiri, karena tidak semua hal bisa diceritakan pada orangtua. Belum lagi mungkin ada cerita yang ditambah-tambah atau dikurangi saat cerita ke orang tua. Paham?"

Teman-temanku mengangguk. Apa ini? Dia menyindir diriku, bahkan tidak menatap mataku yang terus menatap ke arahnya.

"Dulu waktu jaman Ibu, Ibu nggak pernah cerita apapun pada kedua orangtua Ibu. Saat dipukuli atau dimarahi guru, kami nggak ada yang berani bercerita pada kedua orangtua kami, karena kalau kami beri tahu juga nanti kami yang kena marah, bukan dibela. Anak jaman sekarang kerjaannya ngadu aja sama orangtuanya, lihat jadinya, dia membuat orangtua saling berdebat," ujar Bu Anna.

Dia minta maaf kepada mama, tapi dia masih saja menyalahkanku. Dia terus membandingkan keadaan pada masa kecilnya dulu dengan masa sekarang. Aku yakin, penilaianku terbukti salah mengenai dirinya.

Hari demi hari berlalu. Kalian tau? Aku masih disindir oleh Bu Anna. Guru mana yang menilai dengan akhlak tapi dirinya tidak memiliki itu? Maaf jika Ibu membaca cerita ini dan merasa sakit hati, tapi setidaknya Ibu bisa introspeksi diri dengan cerita ini.

Siapa yang tahan bila mendengarkan sindiran setiap harinya? Oh ayolah, aku pergi ke sekolah untuk mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman, bukan sindiran yang tidak berguna.

"Tasya apa kamu sudah dengar?"

Tya membuat ku menjadi penasaran.

"Apa?" tanyaku.

"Jumat lalu, saat kamu izin karena sakit. Bu Anna ada menyinggung hal terkait dirimu." Perkataan Tya membuatku bete.

"Dia menyindirku seperti biasa? Sudahlah nggak penting."

"Bukan hanya itu, dia bilang ke kami, kalau namamu dan Linda sudah ditaruh di buku hitam miliknya," ujar Tya.

"Buku hitam?" tanyaku lagi.

"Iya, katanya jika kalian berbuat salah sekali lagi, besar kemungkinan kalian dikeluarkan dari sekolah ini," jelas Tya.

Aku menghela napas, bahkan saat aku tak ada pun masih saja disindir. Aku, Tya dan Selya pergi ke perpustakaan saat bel istirahat berbunyi.

"Sya, mereka sibuk kali lah di grup, coba kamu tengok," ujar Tya padaku setelah melihat percakapan di grup kelas.

"Mama bisa kok buat kue, gimana kalau beli kue sama Mama ku aja, nggak mahal juga kok kalau untuk acara gitu doang," ujar ku.

"Boleh juga, Sya. Soalnya kan acaranya seminggu lagi," sahut Selya.

Seminggu kemudian ...
"Happy teacher's day Bu Tisa!"

Aku dan teman-temanku memberikan kue dengan lukisan bunga di atasnya dan juga buket kepada wali kelas kami-Bu Tisa.

"Makasih anak-anak Ibu," lirih Bu Tisa yang terharu dengan kejutan yang kami berikan padanya.

"Siapa yang buat kuenya, Sya?" tanya salah satu teman sekelas ku.

"Mama, kalau yang brownies pakai meses Tasya yang buat hehe."

Aku tersenyum dengan menampakkan deretan gigi atasku. Sesekali menyenangkan satu kelas gapapa ya kan?

"Ini dibeli juga, Sya?" tanya salah satu teman sekelas ku.

Aku menggeleng, "Ini gratis untuk kita makan sama-sama."

"Makasih Tasya!" Aku mengangguk dan tersenyum pada teman sekelas ku.

Sebelumnya kami sudah foto-foto bersama, tak terasa bentar lagi memasuki semester dua di kelas XI.

Hari-hari berikutnya ku lewati dengan kesabaran tinggi. Bagaimana tidak, setiap pelajaran dengan Bu Anna, selalu saja diselingi dengan sindiran darinya.

"Kalian jaga sikap, emang mau ibu taruh namanya di buku hitam?" tanya Bu Anna dengan raut wajah yang tampak sinis.

Tanpa ada topik yang menuju kesana, tiba-tiba saja dia memulai sindiran dengan kata itu. Aku tengah menopang dagu dengan botol air minum yang tengah ku pegang.

"Apalagi suka ngadu sama orangtua, saran saya pendam sendiri saja, selesaikan sendiri," lanjut Bu Anna.

Rasanya ingin sekali aku melempar botol minumku ke arahnya, jika tidak mengingat nasihat dari mama mengenai sopan santun, akan kulempar botol ini sekarang juga.

"Bel istirahat udah bunyi, nanti malam akan Ibu kirim kisi-kisi ulangannya ya," ujar Bu Anna.

Teman-temanku menyalimi Bu Anna, aku tak ingin mencium tangan guru itu, tapi mama tidak pernah mengajariku kurang ajar pada orang yang lebih dewasa. Kakiku melangkah berat mendekati Bu Anna yang masih duduk di kursi guru. Mencium punggung tangannya dan segera pergi keluar dengan teman-temanku.

"Assalamualaikum Ante, Om!" seru ku.

"Wa'alaikumussalam," sahut Ante Hana - Ibu kantin, dan Om Andi - suami Ante Hana.

Aku memesan mie ayam dan tempe hangat untuk makan siang.

"Kenapa Tasya?" tanya Ante Hana setelah menaruh mie ayam dan tempe goreng di atas meja makan tempatku berada.

"Ante, menurut ante Tasya salah nggak kalau protes saat dikasih surat peringatan yang di mana Tasya nggak melakukan hal yang tertulis di surat peringatan itu?" tanyaku pada Ante Hana.

"Memang Tasya melakukan apa sampai diberi surat peringatan?" tanya Ante Hana balik.

Aku menceritakan semuanya, tanpa ada yang tertinggal. Terserah apa penilaian Ante Hana padaku setelahnya. Aku hanya ingin intropeksi diri, karena terkadang aku juga butuh orang lain untuk bisa menilai mana yang benar dan salah.

"Jadi nama Tasya udah ditaruh di buku hitam Bu Anna?" Aku mengangguk menjawab pertanyaan Ante Hana.

"Sya, asal Tasya tau. Dulu Bu Anna itu wali kelasnya Ante semasa sekolah dulu. Dia memang kayak gitu dari dulu, cuman Ante kaget aja kok bisa dia memperlakukan Tasya kayak gitu. Dari dulu, bahkan dari Angkatan sebelum Ante, nggak ada yang suka sama Ibu tu. Dia memang anti sama perempuan, apalagi gadis. Mungkin karena dia belum nikah, makanya sifatnya kayak gitu. Dia belum punya anak, jadi mana tau bagaimana hubungan antara Ibu dan anak. Kalau bukan sama Mama Tasya, sama siapa coba Tasya harus curhat lagi. Banyakin sabar ya, Sya, anggap aja angin lalu sindiran Ibu tu."

Aku sedikit terkejut mendengar penjelasan Ante Hana.

"Makasih ya, nte. Udah mau dengerin cerita dari Tasya dan memberi saran baik untuk Tasya," ujarku.

~~~
Bersambung ...

I Won't Give Up [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang