Part 14

26 9 3
                                    

Melepas payung tidak seburuk itu, nikmati hujannya, nanti juga reda dengan sendirinya.

~~~
Isi pesan dari Ziva seperti ini.

[Ziva : "Sya, rapormu gimana?"]

[Tasya : "Alhamdulillah aku dapat juara umum, Va. Omong-omong, selamat ya buat kamu! Aku bangga sama kamu, Va. Terimakasih sudah mau berjuang selama ini."]

[Ziva : "Menurut aku, kamu yang lebih pantas untuk juara 1 umum, Sya."]

[Tasya : "Berarti belum takdirku itu, Va."]

[Ziva : "Tadi abangku bilang, kata Bu Tisa persaingan antara Ziva sama Tasya yg ketat. Tapi sampai kapanpun kuharap kamu tetap jadi Tasya yg aku kenal, ya, Sya, nggak ada istilah persaingan antara kita."]

[Ziva : "Tetep sama-sama suportif yaa, jangan ada persaingan apapun. Nggak ada persaingan bagi aku. Justru aku bangga kalo aku punya temen pintar."]

[Ziva : "Tetap jadi Tasyaku yg aku kenal yaa, jangan gara-gara rangking kita pisahan."]

[Tasya : "Insya Allah enggak Va, dirimu juga, ya, tetap jadi Zivaku yg aku kenal."]

[Tasya : "Allah kasih hadiah 1 umum ini untuk dirimu, atas semua usaha dan doa yg sudah kamu langit kan."]

Saat mengingat semua momen haru, suka dan duka selama melaksanakan PKL. Tanpa sadar, bel istirahat sudah berbunyi, aku dan teman-temanku istirahat, setelah latihan untuk Ujian Kompetensi Keahlian (UKK) yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 April 2024 mendatang.

Selama beberapa hari ini aku tidak pernah melihat Bu Anna maupun Bu Tisa. Jujur, entah mengapa hatiku tenang saat tidak melihat keberadaan mereka. Aku sudah memaafkan semuanya, sudah mulai berdamai dengan keadaan di dalam hidupku, tetapi untuk melupakan itu adalah suatu hal yang mustahil.

Hanya dalam waktu tiga minggu kami latihan untuk UKK, dan untuk itu kami harus tetap sekolah ketika puasa dan sesudah lebaran. Ada suka dan duka ketika harus belajar saat puasa. Entah itu badan yang lemas, belum lagi angka-angka yang tidak balance, itu sangat membuat kepalaku pusing dan perut yang mual.

"Sya, Bu Anna," ujar Tya pelan padaku.

Aku dan kelima temanku segera menghampiri Bu Anna yang berada di parkiran sekolah.

"Assalamualaikum, Bu," ucapku sembari mencium punggung tangan Bu Anna. Begitupun dengan kelima temanku.

"Wa'alaikumussalam," Jawab Bu Anna dengan tanganku yang masih digenggamnya.

Ada apa dengan Bu Anna? pikirku.

"Kalian apa kabar?" tanya Bu Anna.

Aku dan kelima temanku saling pandang, terkejut dengan pertanyaan Bu Anna hari ini.

"Alhamdulillah baik, Bu," jawabku dan kelima temanku

"Ibu sendiri apa kabar?" tanyaku.

"Alhamdulillah baik," jawab Bu Anna.

Matanya memandangku dalam, tak tau apa yang dimaksud oleh matanya.

"Ibu kecewa sama anak murid Ibu," kata Bu Anna.

"Kenapa, Bu?" tanyaku.

"Biarpun wali kelas kalian berperilaku tidak baik, kalian tetap menghargainya. Sementara anak murid Ibu, tidak ada akhlak, gurunya ada bukan di datangin, tidak di salim pula tangan Ibu."

Aku dan kelima temanku tersenyum tipis.

"Mungkin mereka segan dengan Ibu," ujarku.

"Manalah, kalau mereka segan, justru tingkah lakunya yang baik, bukan malah seperti itu," celetuk Bu Anna.

"Kalian masih latihan UKK, ya?" tanya Bu Anna.

Kami menganggukkan kepala.

"Saya ke ruangan dulu, belajar yang benar, kalian," ujar Bu Anna.

Kami kembali mengangguk.

"Aneh, kenapa Bu Anna bilang kalau muridnya nggak berakhlak? Padahal Bu Tina memuji anak murid Bu Anna yang memiliki sopan santun." Priya terlihat bingung dengan pemikiran dua guru yang berbeda ini.

"Sudahlah, beda orang beda penilaian," ujarku.

Saat di rumah, setelah salat asar aku memutuskan untuk latihan menggunakan contoh soal yang diberikan oleh Bu Tina. Dimulai dari jurnal, kemudian setelah magrib aku mengerjakan buku besar, dan setelah salat isya aku mengerjakan laporan keuangan.

Setelahnya, aku mencocokkan tugas yang baru saja ku selesaikan dengan latihan UKK selama di sekolah. Dan syukurlah semua hasilnya sama dan benar.

Ya Allah, permudahkan lah segala urusan Tasya. Bantu Tasya dan teman-teman saat UKK mendatang, Ya Rabb, batinku.

"Besok kalian sudah melaksanakan UKK, jadi Ibu harap kalian bisa latihan di rumah dengan lembar contoh soal yang sudah Ibu berikan. Ingat, waktu dari jurnal dua jam setengah, buku besar satu jam setengah, dan laporan keuangan tiga jam. Coba berlatih untuk tepat waktu, karena kalau kalian tidak tepat waktu, sudah pasti tidak kompeten," jelas Bu Tina.

"Baik, Bu!"

"Jangan lupa bawa perlengkapan untuk UKK besok, dan semangat untuk kalian semua," ucap Bu Tina.

"Baik, Bu!"

"Nggak kerasa, udah tinggal empat hari kita di sini. Tanggal tiga puluh satu nanti udah perpisahan aja," ujarku pada teman-temanku.

"Iya, pasti bakalan rindu sama kalian," kata Priya.

"Apalagi dirimu jauh, kami yang rumahnya lumayan dekat aja jarang ketemu, apalagi kamu yang jauh," sahut Tya.

"Semoga pertemanan kita baik-baik aja, dan tidak ada kesalahpahaman antara kita, ya," ujar Ziva.

"Semoga kita semua sukses di masa depan," ucap Selya.

"Kita jangan pernah asing, ya," ujar Linda.

Kami berpelukan sebelum pulang ke rumah masing-masing.

Tiga minggu itu waktu yang sangat singkat. Tanpa terasa kami yang beranggotakan tiga puluh orang ini akan berpencar mencari jati diri sebenarnya. Rasanya baru semalam aku masuk ke kelas X Akuntansi sebagai siswi baru yang tidak ikut MOS karena harus menemani kakek yang saat itu sedang sakit parah, dan pada akhirnya kakek meninggalkan aku yang masih membutuhkan kasih sayangnya.

Rasanya baru semalam aku terkejut ketika mendapatkan juara satu di kelas, baru semalam aku nangis sesenggukan karena nilai yang di buang, kalah dalam perlombaan, menjadi pekerja sementara di kantor, dan rasanya baru semalam aku mencoba berdamai dengan keadaan yang berlaku dalam kehidupan ini.

Waktu begitu singkat, kuharap banyak bahagia yang akan datang setelahnya. Kuharap, teman-temanku dapat meraih segala mimpi yang sudah mereka impikan, aku berharap bisa memberikan sebuah pengalaman ini pada banyak orang di luar sana.

Ini memang belum selesai, tetapi bentar lagi pasti akan selesai. Entah itu bahagia atau tidak menurut pembaca, tetapi aku sangat berharap banyak, bahwa kelak siapapun yang berada di posisi yang sama denganku, dapat menerima takdirnya, dan bisa berdamai dengan dirinya.

Saat aku keluar dari pagar sekolah, aku membalikkan badan, mengamati satu-persatu tempat di mana banyak kenangan antara aku, guru maupun teman-temanku di dalam sana. Banyak tangis dan tawa ketika kami bersekolah di sini.

"Jika waktu itu aku tidak sekolah di sini, mungkin banyak hal yang akan kulewati, entah itu peristiwa bahagia atau sedih yang sudah kualami. Namun, bagaimanapun itu, aku sangat bersyukur, karena selama ini Allah sudah mempermudah setiap urusanku, melapangkan hatiku untuk menerima takdirnya dan membentuk diriku menjadi seseorang yang lebih kuat dari sebelumnya," monologku.

~~~
Bersambung ...

I Won't Give Up [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang