"Anak Bunda jangan nakal ya, Nak. Di rumah nurut sama Mbah Ti. Oke, Nak?" ujar Raras kepada sang putri yang beranjak berusia tiga tahun.
Kenes mengangguk kepalanya dua kali. "Oteee Bunda." balas Kenes.
"Kamu juga Mas, kalau di bilangi Simbah nurut. Jangan main kelayapan terus. Kalau main hp inget waktu." pesan Raras pada Giandra sebelum pergi meninggalkan anak-anaknya di rumah. (panas-panasan)
Hari Minggu Raras memutuskan untuk pergi membeli barang-barang untuk seserahan pernikahan nantinya yang di temani oleh Sekar adiknya. Barang-barang yang hendak ia beli seperti alat mandi, skincare, makeup, pakaian dan aksesoris lainnya. Itu sebabnya mengapa ia tidak bersama maupun di temani oleh Gandi karena dirinya sangat paham pria tersebut akan bosan dan lelah menunggu dirinya memilih belanjaannya.
Sejujurnya Raras tidak banyak berharap atas seserahan yang hendak di bawa oleh pihak pria dan juga mengenai mahar ia pun tidak meminta jumlah yang banyak, mengingat ini bukanlah pernikahan pertama bagi mereka. Namun sang calon Ibu mertua memaksa dirinya agar menuruti apa yang beliau katakan. Pergi membeli barang-barang seserahan ini pun termasuk salah satu permintaan sang calon Ibu yang harus ia laksanakan. Kemarin sore calon ibu mertuanya datang bersama Gandi meminta dirinya agar pergi dan membeli barang-barang yang ia sukai. Tak lupa ia menyerahkan uang yang tentunya uang pemberian dari Gandi.
Sebenarnya ia sedikit sungkan, apa lagi calon Ibu mertuanya memberi uang dengan jumlah yang cukup besar. Ia ingin pergi berbelanja bersama Gandi atau keluarga lainnya agar dirinya tidak di bebani dengan membawa uang dengan jumlah yang banyak ini. Namun keluarga mereka memiliki alasan masing-masing. Gandi selain tidak memungkinkan mengantarkan dan menemani dirinya belanja ia juga ada urusan dengan pekerjaannya. Sementara adik Gandi yang menjadi pilihan kedua tidak bisa menemani dengan alasan sedang hamil besar. Sedangkan opsi ketiga sangat tidak memungkinkan, calon ibu mertuanya sudah tidak muda lagi. Beliau akan kelelahan menemani dirinya untuk belanja barang seserahan. Dengan keyakinan yang penuh Raras pun memutuskan untuk pergi bersama sang adik.
"Kar, kita beli bakso aja yaa." ujar Raras melangkahkan kakinya menuju ke ruko tempat penjual bakso dan mie ayam yang berada di pasar.
Usai menghabiskan waktunya berjam-jam untuk memilih dan membeli barang-barang seserahan. Ia pun menyerah dan memutuskan untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan sejak tadi. Barang-barang seserahan belum ia beli semua namun mereka sudah menghabiskan waktu yang cukup lama.
"Mbak mau telepon Giandra gak?" tanya Sekar ketika menunggu pesanan mereka.
Raras mengangguk, ia ingin tahu keadaan anaknya terlebih sang putri. Sebelum pergi ia terpaksa meninggalkan ponselnya di rumah untuk di pijamkan kepada putranya. Teman-teman sebayanya rata-rata sudah memiliki ponsel. Bahkan anak sekolah dasar yang baru masuk ajaran kemarin pun sudah di belikan ponsel oleh orang tuanya. Sebenarnya Giandra sudah meminta beberapa kali untuk di belikan ponsel namun ia tolak dengan memberi alasan yang masuk akal dan cocok untuk anaknya.
Selain anaknya tidak mau kecanduan dengan ponsel. Raras pun tidak memiliki uang yang cukup jika membelikan ponsel baru untuk sang anak. Mengingat dirinya hanyalah ibu rumah tangga yang tidak memiliki menghasilan untuk saat ini.
Sebelumnya ia sudah kerja selama kurang lebih enam bulan. Namun sebulan yang lalu dirinya terpaksa keluar sebab kebanyakan mengambil cuti. Lebih tepatnya dirinya di pecat oleh atasannya. Ia berkerja di sebuah laundryan yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya. Awal-awal memang masih aman, namun semakin kesini laundryan tersebut semakin rame sedangkan dirinya sering mengambil cuti itulah alasan dirinya di pecat.Usai memakan bakso, Raras pun mengajak Sekar untuk pulang saja. Mengingat waktu semakin siang. Dan juga tadi ketika bertelepon dengan sang anak ia dikejutkan dengan kondisi anak yang sudah menangis sebab sehabis tidur siang. Mungkin ketika bangun dirinya tidak menemukan sang ibu itulah yang membuat menangis.
"Mbak, la ini belum kebeli semua. Emange enggak apa-apa?" tanya Sekar di sela-sela menuju prakiraan.
"Nanti beli online aja."
Memang barang yang ia beli baru tujuh puluh lima persen. Seharusnya masih banyak barang yang harus ia beli. Namun kebanyakan di toko-toko tidak ada dan dirinya tidak suka. Makanya ia memutuskan untuk membeli melalui aplikasi online saja.
°°°°
"Emange wonten acara apa Nduk?" tanya Muji menerima pemberian dari Raras berlupa plastik kresek sedang. (ada)
"Pengajian anak remaja, Bu. Kebetulan Sekar yang dapat."
"Oalah ... niki malam Jumat ya. Mulai jam pinten Nduk? Kok jam segini sudah diberikan ke Ibu." tanya Muji mengingat jam masih menunjukkan pukul empat sore. (ini. berapa)
"Mangke ba'da Maghrib, Bu." balas Raras. (nanti sesudah)
Muji mengangguk-anggukkan kepalanya paham. "Disini biasanya malam Minggu Nduk. Ternyata beda yaa." ujarnya.
"Nggeh Bu, tergantung anak-anaknya maunya kapan. Yasudah Bu, Raras pamit wangsul nggeh. Kenes e tadi gak mau di tinggal." pamit Raras serta memberi alasannya. (pulang)
Muji pun terpaksa mengizinkan calon mantunya untuk pulang. "Oya Nduk. Besok kamu pergi beli seserahan lagi sama Gandi. Sekalian beli cincinnya. Sehabis shalat jumatan, nanti di jemput sama Gandi." pesan Muji yang di balas anggukan oleh Raras. Di tolak pun percuma, calon Ibu mertuanya ini wajib di turuti apa yang sudah beliau katakan.
"Enjange dino Minggu mriki Nduk. Kalau Minggu pada pulang kesini semua. Ambar kemarin bilang ngidam ngelotek rame-rame." lanjut Muji sebelum calon mantunya pergi dari rumahnya. (Besok hari minggu kesini.)
"Nggeh Bu, Insya Allah. Mpun nggeh Bu." balas Raras lalu menyalami calon Ibu mertuanya lalu pergi dari sana. (sudah ya bu)
Tanpa di sengaja ketika di perjalanan pulang Raras bertemu dengan calon suaminya yang berkendaraan sepeda motor mengarah ke arah berlawanan.
"Dari mana?" tanya Gandi ketika menghentikan kendaraannya.
Raras yang melihat pun melakukan hal yang sama.
"Dari rumah Ibu, Mas. La sampean badhe teng pundi?" Raras melihat pria yang berstatus calon suaminya itu mengenakan pakaian rapi. (kamu mau kemana?)
"Ke rumah Ibu. Nanti habis Isya mau kondangan. Kamu bisa ikut?"
Raras menggeleng kepalanya. "Enggak bisa Mas. Ten griya wonten pengajian." balasnya. (Di rumah ada)
"Ya mpun mboten nopo-nopo." kata Gandi mengangguk kepalanya. (sudah tidak apa-apa.)
"Ngapuntene nggeh Mas. Niki badhe pamit riyen, mpun di ngentosi Kenes." pamit Raras tanpa menunggu persetujuan dari calon suaminya. (Maaf ya. Ini mau pamit dulu, sudah di tunggu.)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Terakhir
Aléatoire✓Konflik ringan ✓Duda & Janda ✓Berlatar di Jawa ✓Campur bahasa Jawa °°°° Menceritakan tentang seorang pria duda bernama Gandi Nataprawira yang memutuskan untuk menikah lagi bersama wanita pilihannya yang bernama Kanigara Rarasati yang berstatus jan...