DETAK -9-

482 102 24
                                    

Chaeyoung beberapa kali menatap jam di pergelangan tangannya. Pandangannya terus tertuju pada gerbang masuk gedung pameran seni lukis.

Chaeyoung mulai gelisah, saat seseorang yang sejak tadi ia tunggu tak kunjung datang.

"Apa dia hanya mengerjaiku." gumam Chaeyoung. Rasa kesal mulai muncul di hatinya.

Di sisi lain, Yewon berlari secepat mungkin untuk segera sampai ke tempat tujuan. Ia sudah sangat terlambat, dan ia yakin seseorang pasti sudah menunggunya.

Yewon menyayangkan taksi yang ia naiki tadi harus terjebak macet. Ia sudah tak memiliki waktu hingga memutuskan untuk berlari saja.

Tak lupa lukisan sang kakak yang kini tersimpan di kedua tangannya. Beruntung jarak gedung pameran sudah mulai dekat.

Yewon bisa melihat Chaeyoung yang berdiri dengan bersandar pada pilar gedung. Ia segera berlari menghampiri.

"Maaf tadi..."

"Mengapa lama sekali? Bagaimana jika di diskualifikasi?"

Baru saja Yewon akan menjelaskan perihal keterlambatannya, Chaeyoung justru menyambutnya dengan wajah tak bersahabat juga ucapan yang terdengar ketus.

Chaeyoung mengambil alih lukisannya dari tangan Yewon, gadis blonde itu lalu masuk ke dalam gedung guna menyerahkan lukisannya pada penyelenggara pameran.

Yewon hanya diam memandang kepergian Chaeyoung.

Tanpa ucapan terima kasih.

Padahal Yewon sudah bersusah payah membawa lukisan itu.

Yewon mengusap bahunya yang masih terasa nyeri, bekas luka terkena kuah panas kemarin.

Di rasa tak memiliki keperluan lagi, Yewon memutuskan untuk pergi meninggalkan gedung.

Padahal tadi ia berniat melihat pameran itu, tapi sepertinya ia tak perlu melakukannya.




Drrt! Drrt!

Yewon menatap layar ponselnya, tampak nama sang Imo tertera disana.

"Yeoboseyo."

"Yewon-ah, bisakah kau datang ke rumah sakit? Imo perlu memeriksa lukamu."

Yewon tampak mengerutkan kening.

"Imo, aku sudah baik-baik saja. Ini hanya luka kecil."

"Tidak-tidak, jangan menyepelekan luka seperti itu. Datanglah ke rumah sakit, jika tidak Imo akan menyuruh Miyeon untuk menjemputmu."

Panggilan itu terputus, hela nafas terdengar dari bibir Yewon. Sang Bibi tak perlu melakukan itu padanya. Luka kemarin hanya luka kecil, namun Bibinya bersikap seolah ia baru saja mendapat luka parah.

Baiklah, Yewon akan menurut saja. Akan lebih menakutkan jika Miyeon yang datang menjemputnya.

.

.

.

Chaeyoung tak berhenti menyunggingkan senyum saat mendengar pujian beberapa orang atas hasil karyanya.

Ini yang Chaeyoung impikan sejak dulu. Menjadi terkenal karna hasil karyanya yang menakjubkan.

Lukisan Chaeyoung termasuk diantara jajaran lukisan terbaik di pameran tahun ini. Hal itu tentu membuat Chaeyoung begitu bahagia.

"Apa kau memiliki yang lain? Ku pikir ini bukan satu-satunya lukisanmu." ucap salah seorang pengunjung.

"Bolehkah jika aku membelinya?"

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang