Sebelas

32 4 0
                                    

Setelah berbaikan, kini Erla dan Angga lebih lengket dengan Asta.

Tentu saja Asta senang karena kedua sahabatnya telah kembali seperti semula.

Namun, setiap hal yang baik terjadi, maka hal buruk akan segera terjadi.

.

.

.

"Kau serius ingin pindah kota?"

Rey mengangguk dengan sedu, seandainya waktunya lebih banyak, maka Rey sangat ingin menghabiskan seluruh waktunya untuk bersama pemuda di depannya, Asta.

"Kenapa begitu tiba-tiba? A- apa yang terjadi?"

Rey tidak menjawabnya, begitu sulit mengungkapkan perasaannya dan begitu susah mengucapkan alasannya.

"Kau akan kembali kesini secepatnya, kan?"

Rey menatap Asta dengan sedu, tersirat jika jawabannya berbeda dari apa yang diharapkan oleh si empu, "Asta, tidak ada yang mengetahui takdir itu seperti apa."

Angin menerpa keduanya, mata Asta terasa perih, waktu yang dihabiskan keduanya memanglah sedikit, namun sudah begitu membekas di ingatan Asta.

Bahkan, keduanya tepat di bawah pohon yang menjadi saksi bisu berawalnya persahabatan mereka dahulu.

Rey berjalan pelan ke arah Asta dan memeluknya dengan erat, membisikkan beberapa kata yang membuat Asta membelalakkan matanya.

"K- kau bercanda? Aku benci dibohongi--" Asta dapat melihat mata Rey begitu serius dan bukan sebuah kebohongan belaka.

"Asta, aku berharap kepadamu .... lupakan aku .... " Suara lirihan Rey dapat membuat Asta menutup telinganya, tidak sanggup mendengar suara Rey lebih lama lagi.

Rintikan air mata Asta berjatuhan, berharap jika semua ini hanyalah mimpi saja, bangun, bangun dan bangun secepatnya!

Rey membersihkan air mata Asta di pelupuk matanya, "Masih ada Erla dan Angga di sampingmu--"

"Sebegitunyakah kau kepadaku seperti ini? Hiks .... aku tidak suka ini .... hiks, kembalikan .... "

Rey merangkul pundak Asta, "Aku tidak tega melihatmu seperti ini."

Asta memeluk Rey seerat mungkin, berharap tidak pergi jauh darinya.

Menarilah dan terus tertawa.
Walau dunia tak seindah surga.
-Nidji

.

.

.

Beberapa hari setelah kepergian Rey, rasanya dunia Asta terasa hampa, tidak ada canda tawa yang diberikan oleh Rey.

Apa hanya Asta saja yang merasakan seperti ini? Tentu tidak, Cecil sesekali menangis seorang diri dan kedua mantan pacar Rey, yaitu Vika dan Rista juga bersedih akan kepergian Rey.

Erla dan Angga beberapa kali mencoba menyemangati Asta untuk segera melepas kerinduannya.

Tapi, melepas rindu itu sulit, apalagi jika orang itu telah menemaninya disaat-saat terpuruk.

"Kalian move on lama sekali, gila."

Celetukan dari seorang murid yang rasanya Asta ingin robek mukanya, Danur.

Si Perusak Suasana, adalah julukan yang diberikan oleh Tania kepada Danur karena telah berhasil membuat Asta geram.

"Kau tau apa ditinggal oleh orang terdekat kita?" Asta ingin sekali mencakar wajah Danur yang hanya datar saja.

Erlanggasta [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang