Perkara Mandi

38 8 2
                                    

Untuk pertama kalinya setelah sekian minggu, akhirnya dengan sedikit terpaksa aku mengguyur tubuhku dengan air, sabun, dan sampo, tanpa datangnya hari Jumat, tanpa didatangi hadas besar. Alasannya cukup sederhana; yaitu karena salah seorang teman baikku yang sangat rajin mandi, Fay, mengajakku berkunjung ke rumahnya.

“Mmm… Karena… Ya... Mumpung
liburan, aku pengen ajakin kam… eh, temen ke rumah.” Begitu jawabnya saat aku bertanya.

Aku, yang kebetulan memang tak memiliki rencana mau liburan ke mana, pun asal mengiakannya saja. Aku pikir mungkin liburanku akan lebih berfaedah bila aku ikut dia
ke rumahnya, daripada hanya berdiam diri di asrama. Toh saat liburan seperti ini di asramaku memang tidak ada jadwal kegiatan apapun.

Saat turun dari bus udara panas menyambut kami, mendampingi kami melewati gang yang tidak bisa dilewati tiga motor berjejer. Udara di sini benar-benar terasa panas. Bahkan sebagai seorang manusia yang terbiasa hidup tanpa mandi, udara di sini berhasil memaksa kulitku untuk membasahi baju tanpa kerahku dengan keringat. Dan lagi, sebelum berangkat aku sudah mandi, jadi semestinya tidak mudah gerah dong!

Bajuku benar-benar basah oleh keringat. Aku menyadarinya sesaat setelah kami berdua masuk rumah dan aku langsung menuju kamar teman baikku ini untuk mencopot bajuku. Membiarkan kulit badanku bersentuhan langsung dengan udara. Fay melakukan hal yang sama. Berarti bukan aku saja yang merasa keberatan dengan udara panas ini.

Kami langsung masuk karena memang kedua orang tua Fay masih sedang bekerja; bapaknya sedang keliling berjualan air bersih, sedangkan ibunya menjaga toilet umum di dekat terminal. Jadi selain panas matahari sore yang bagiku masih terlalu terik, tidak ada yang menyambut kedatangan kami.

Sambutan selamat datang dari kedua orang tuanya baru kami terima setelah kami berdua membaca beberapa kalimat Tuhan usai matahar tenggelam. Karena memang mereka baru bisa pulang pada waktu langit mulai kehilangan cahaya merahnya. Lebih tepatnya kami saling bertukar selamat datang dengan kedua orang tuanya.

Malam itu kami makan malam seadanya, meski bagiku tetap saja makanan warung yang dibawakan kedua orang tuanya sangat lah lezat bila dibandingkan makanan yang sering aku makan di asrama. Di sela bunyi sendok dan piring, bapaknya mengatakan, “Maaf ya kang! Di daerah sini memang sedang kekurangan stok air bersih, jadi kalau mau mandi sebaiknya sehari sekali saja selama di sini.” Suaranya terdengar pelan dan memprihatinkan.

Mendengar itu Fay langsung tertawa, bahkan sampai tersedak. “Pak, dia itu gak usah bapak bilangin gitu juga tetep aja mentok-mentoknya dia bakal mandi cuman sehari sekali, orang biasanya dia gak pernah mandi kok,” selesai kata-katanya, dia tertawa lagi yang agak lebih pelan dari tawa
sebelumnya.

“Masak iya?” kali ini giliran ibunya yang bicara, “orang tampangnya bersih gitu kok dibilang gak pernah mandi.” Kedua mata beliau tampak menelusuri lekukan wajahku seolah berusaha mencari bukti tentang aku yang, menurut anaknya, tidak pernah mandi. Di bawah sinar mata itu, aku hanya bisa mengalihkan
pandangan kembali ke makanan; tidak mampu membalas tatapannya.

“Ya kalo itu karena dia rajin jaga wud…”

“Karena sebelum kemari saya sudah mandi sebersih-bersihnya, bahkan sampai minta sedikit sampo dan skincare dari Fayruz,” aku sedikit mengembuskan nafas. Hampir saja. Di sebelahku Fay hanya cengar-cengir, mengetahui alasanku sangat masuk akal dan tanpa mengandung unsur kebohongan, meski itu bukan alasan utamaku.

“Ouh, baguslah,” Ibunya kembali mengangkat sesendok nasi bercampur kuah bumbu kacang, “berarti sampean enggak bakal bermasalah sama aturan tak tertulis di sini,” sesendok nasi itu masuk ke mulutnya disusul sesendok sayur.

Aku refleks menghentikan aktivitas makanku dan langsung menoleh ke Fay. Dia menjelaskan, bahwa ada aturan tak tertulis di area pemukiman itu yang melarang penggunaan air berlebihan. Dan mandi tanpa alasan khusus seperti sedang menanggung hadas atau pun akan pergi salat Jumat, termasuk kategori penggunaan air berlebihan.

Sebuah Surat Yang Aku Tulis Bertele-teleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang