📍New York, Amerika Serikat
Kilatan cahaya dari kamera para wartawan saling bersahutan menyambut kedatangan seorang wanita dewasa muda yang berjalan tertunduk. Langkah kecilnya disorot oleh rasa ingin tahu khalayak ramai perihal kehidupan pribadinya. Wanita dengan tinggi 175cm mendadak menjadi kerdil akibat kecerobohannya. Hadirnya ia disini adalah hal yang ditunggu sejak dua minggu rumor itu naik ke permukaan.
"Melanie, sejak kapan kau dengan...."
"Disini, lihat sebelah sini!"
"Melan!"
"Melanie!!"
"Bagaimana dengan Sergio?"
Pertanyaan-pertanyaan seputar rumor yang didukung dengan beberapa bukti seperti foto yang diambil paparazi berhasil membungkam sang bintang, Melanie Rosewood karena rasa malu. Bersama managernya, ia melalui keramaian dengan selamat. Setidaknya hanya cakaran kecil yang ia dapat dari kerumunan. Meski demikian, tidak ada yang bisa ia perbuat selain bersembunyi dibalik kacamata hitam dan senyuman pahit menelan pertanyaan para wartawan sekaligus menahan perihnya cakaran yang melukai lengannya.
"Mohon ketertibannya, ya kawan media." sang manager menengahi.
"Ingat yang aku katakan di mobil tadi." begitu bisik sang manager kepada sang aktris.
🎬🎬🎬
📍Singapur, Singapura
"Apa benar kau dengan Evan sedang menjalin hubungan?"
"Bagaimana dengan Sergio? Apa statusmu dengan Sergio saat ini?"
Berita gosip pagi hari yang tidak pernah dilewatkan oleh Nigel dimanapun dia berada. Tanpa peduli sekitarnya yang jengah atas berita yang menurutnya tidak penting, Fabian. Seumur hidupnya, Fabian tidak pernah peduli dengan kehidupan orang lain yang tidak terkait dengan dirinya. Apalagi selebriti yang hidupnya dipenuhi dengan drama. Baginya, itu hanyalah cara untuk mengubur diri hidup-hidup dalam bayang angan dan delusi agar terus bermimpi, melupakan kenyataan hidup yang semakin ditelan semakin pahit.
"Hah. Aku masih tidak percaya kalau Melanie benar-benar seperti yang dikatakan para wartawan disana." Terkadang, Fabian mau-tidak mau mendengar ocehan kawan sekaligus managernya itu.
"Wah. Pagi begini sudah rapi?"
"Mendengarkan suara kendaraan lalu lalang lebih menenangkan daripada ocehanmu."
Fabian Dominic Pioretti, atau yang biasa disapa Fabi oleh timnya memang irit bicara. Tapi sekali membuka suara, apa yang ia katakan berhasil mematahkan hati siapapun yang mendengar. Pedas dan tidak ada empati. Berkat didikan semi militer yang ia dapat sejak dini ditambah dengan pengalaman jatuh cinta yang tidak sehat pada kakak kelasnya semasa sekolah.
"Ya ya ya. Terserah. Jangan lama-lama ya. Ingat nanti sore penerbangan jam enam, yang artinya?"
"Harus sudah disini jam empat. Menghindari macet, mengantisipasi keramaian di bandara, cuaca buruk, sakit perut tiba-tiba, tau! Aku sudah hafal!"
Karirnya tidak terlalu mencolok seperti pebalap yang lain. Dia yakin bahwa terkenal karena prestasi jauh lebih terhormat daripada terkenal karena skandal murahan yang kerap ia dengarkan dari berita pagi yang ditonton Nigel. Hidupnya tenang. Seperti air. Terlalu tenang sampai datang kabar kedua orangtuanya akan menjodohkannya dengan rekanan bisnis dari tanah kelahirannya, Milan-Italia saat dirinya tengah disibukkan dengan jadwal F1 bulan lalu.
"Pintar anak papa. Sekarang kau mau kemana, anakku?"
"Kemana saja asal tidak mendengar ocehan mu."
🎬🎬🎬
-bersambung-

KAMU SEDANG MEMBACA
Trading the Spotlight (END)
Chick-LitDari sekian banyak potensi, aku rasa potensi terbesarku adalah hidup dalam bayang-bayang hutang atas kemewahan hidup kekuargaku. Hidup bagai layang-layang terbawa angin tanpa tuju, masih beruntung kait benang tidak putus. Atau barangkali, sebentar l...