BAB I - Me?

0 0 0
                                    

"Status sosial tidak menentukan nilai seseorang, status sosial menentukan kemampuan bertahan." -Zoe

Lagi?

Gadis itu memejamkan matanya, tayangannya meremas kuat rok yang telah basah kuyup. Bau amis kecap ikan memenuhi tubuhnya. Zoe, sudah tidak sanggup menangis. Sudah di tahun kedua dan rasanya ia dapat menerima semuanya.

Sebuah tangan mencekram wajah Zoe dan mengangkatnya hingga menatap perempuan yang tersenyum penuh kemenangan. Tidak ada rasa kasihan sama sekali terpancar di wajahnya.

"Ya, ini sudah tidak menyenangkan. Pelacur ini sudah kebal," ucap Jean sembari membuang muka Zoe kasar.

Ketiga temannya hanya tertawa sembari menutup hidung oleh bau kecap ikan yang begitu menyengat. 

"Buka tuh mulut." Jean menyuruh teman-temannya untuk membuka mulut Zoe.

Leona dan Vena maju kedepan, menuruti perintah dari Jane.

Jane menyambar botol kecap ikan yang masih di bawa oleh Rachel, kecap ikan tersebut kemudian dimasukkan secara paksa ke dalam mulut Zoe. Gadis itu tidak menyangka, biasanya Jane hanya akan mengguyurnya, tetapi ini keterlaluan. 

Rasa asin dan bau amis memenuhi mulut Zoe begitu saja, rasanya memuakkan. Gadis itu ingin berteriak namun tidak akan ada orang yang menolongnya. Kepalanya terasa sangat pusing, Zoe tidak dapat menahan rasa mual dari perutnya. Setelah setengah botol kecap ikan masuk kedalam perutnya, Zoe muntah begitu saja. Ia menumpahkan segala isi perutnya tepat mengenai wajah dan tubuh Jean. Zoe meluruh tak berdaya dan tergeletak di lantai dengan lemas.

"Aarghhhh," pekik Jean tak percaya. Wanita itu kemudian menginjak tubuh Zoe tanpa ampun. Ia tidak peduli Zoe tengah mengerang kesakitan di bawah sana. Ia terus mengujani Zoe dengan pukulan bersamaan dengan Leona dan Vena.

Rachel hanya tersenyum hambar, Ia tidak perlu mengotori tangannya untuk masalah sepele seperti ini. Setelah meliat Zoe terkapar tak berdaya, ia meninggalkan lokasi. Membiarkan teman-temannya menyelesaikan kegiatan hari ini.

---

Carmel International School, sekolah yang berisi 0.1% orang terkaya di negeri ini. Bisa dibilang seluruh siswa yang bersekolah di CIS, merupakan penerus roda kehidupan negeri ini. Rachel turunan keempat sebagai penerus Adhinata Gantari Group. Perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, AG Kosmetik, AG Paket, AG Mall, AG Hotel, AG Resto, dan banyak bidang lain dan penjualan tertinggi ada di Adhinata Gantari bidang rokok. Seluruh bidang tersebut terhubung menjadi satu milik AG Group.

Sekolah ini di dirikan oleh Brawijaya Group, di mana sekolah ini dulunya didirikan oleh anak dari bapak Brawjaya yaitu Carmel. Nenek dari Arsen, Arsen Brawijaya. Sama seperti Rachel, Arsen juga menjadi keturunan keempat dari Brawijaya Group dan ayahnya akan maju sebagai calon presiden di tahun depan.

Rachel dan Arsen merupakan gambaran dari 0.1% keturunan orang terkaya di negeri ini. Dari seluruh murid kelas 11 yang hanya terdiri dari 40 siswa, Arsen dan Rachel adalah kasta tertinggi yang tidak dapat di kalahkan oleh siapapun. Bahkan dari ketiga angkatanpun, angkatan kelas 11 ini bisa dibilang paling berpengaruh di sekolah.

Gedung sekolah ini dibagi menjadi 3, untuk setiap angkatan memiliki lingkup sendiri. Kelas 10 berada di sebelah timur lapangan bola, kelas 11 berada di sebelah kiri lapangan bola, dan kelas 12 berada di sebelah kiri kelas 11. Gedung paling belakang digunakan untuk asrama dan kegiatan ekstrakurikular lainnya.

Zoe memandang ke arah spanduk yang terbentang begitu besar di hadapannya yang bertuliskan "Setiap langkah kecil menuju tujuan adalah langkah besar melawan batasan". Tersenyum getir dan kembali melagkah untuk menuju klinik sekolah.

Perutnya terasa tidak enak sejak siang tadi, setelah meminum kecap ikan secara paksa, Zoe harus keluar masuk kamar mandi sejak siang tadi.

"Permisi dok, saya mau minta obat sakit perut."

Dokter sisil, satu-satunya orang di sekolah ini yang dapat Zoe percaya. Dokter sisil bertugas di klinik sekolah dari siang hingga sore. Sehingga Zoe sendiri lebih banyak menghabiskan waktu di klinik daripada di tempat lain.

"Kamu kenapa lagi Zoe? Bilang sama ibu, sebenernya siapa yang gangguin kamu? biar ibu bisa bilang ke sekolah." Dokter Cicil melepas sarung tangan setelah selesai membersihkan luka pada seorang laki-laki di ujung tempat tidur.

Zoe hanya menunduk singkat ke arah laki-laki tersebut dan mengekor di belakang bu Sisil. Gadis itu tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, ia tidak ingin bu sisil mengalami hal yang serupa seperti dokter yang sebelumnya. Di sekolah ini, siapapun kamu, tidak mengenail usia, gender, ras dan sebagainya, hanya uang yang menjadi penentu. Semakin tinggi dan semakin berpengaruh keluarga di negeri ini, maka ialah yang berkuasa.

"Gapapa dok, cuma kebanyakan makan pedas," Bohong Zoe. Gadis itu duduk di kursi dekat dengan meja dokter sisil.

"Ini, diminum setelah makan selama diare saja. Kalau tiga hari belum sembuh kesini lagi," Dokter cicil memberikan satu stip obat diare.

"Siap dok, terima kasih." Zoe mengambil obat tersebut dan beranjak pergi dari klinik. Jam 7 malam ia harus bertemu dengan professor Hendric untuk membantunya dalam mengerjakan penelitian.

Mengapa Zoe bertahan di sekolah ini? Jelas sekolah ini memiliki koneksi dan fasilitas yang sangat mumpuni. Zoe bisa dengan mudah melanjutkan kuliah di luar negeri dengan bantuan beberapa guru di sekolah ini yang rata-rata sudah menempuh jalur master dan profesor. Fasilitas di skeolah ini pun tidak tanggung-tanggung, Zoe dapat menggunakan segalanya, asrama mewah yang gratis. Bahkan satu orang memiliki satu kamar, termasuk Zoe yang hanya murid beasiswa. Walaupun memang kamarnya tidak sebesar yang lainnya.

"Tunggu," seorang meraih tangan Zoe sehingga menghentikkan langkahnya.

---


Evolusi MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang