BAB II - 2 Pecundang

0 0 0
                                    

"Bersyukur? Sepertinya hanya orang kaya yang mampu melakukannya." -Zoe

Zoe berbalik, menatap laki-laki yang menahan tangannya. Laki-laki yang yang berada di klinik bersamanya, beberapa menit lalu.

"Sorry," ucap Zoe lirih lalu melepaskan tangannya yang digenggam oleh laki-laki di hadapannya.

Laki-kali itu juga dengan sigap melepaskan tangan Zoe karena secara tidak sadar masih menggenggamnya. "Oh gue yang sorry, kenalin gue Leo kelas 11-3"

Zoe hanya mengangguk dua kali, dengan tatapan yang menandakan ia sudah tau, lalu kenapa? Leo juga salah satu murid beasiswa kelas 11. Dari 40 siswa terdapat 3 anak beasiswa di setiap angkatannya, untuk kelas 11 termasuk Zoe dan Leo.

"Gue mau kita temenan," ucap Leo yang kemudian di tolak mentah-mentah oleh Zoe. Gadis itu tidak berkata apa-apa, ia hanya mengacuhkan Leo dan berjalan meninggalkannya.

Bertemen? yang benar saja!

Dari wajahnya saja Zoe tau kalau Leo baru saja di habisi oleh gengnya Arsen. Jadi untuk apa mereka berteman? pecundang dan pecundang? itu akan membuat Zoe lebih menyedihkan lagi.

"Tunggu, gue butuh bantuan lo." Leo kembali menghentikan langkah Zoe dengan menarik tangan kanannya.

Tidak, bukannya Zoe tidak mau berteman. Zoe hanya tidak ingin menyakiti siapapun nantinya, lebih baik mereka mengurus masalah mereka sendiri bukan? Bahkan gadis itu juga tidak memiliki kuasa atas apapun, jadi percuma saja Leo meminta bantuannya.

"Leo, stop. Lo mending cari bantuan lain, gue gabisa." Zoe berusaha melepaskan cekalan Leo, namun nihil. Leo makin mempereratnya.

"Lo yakin setelah liat ini?" Leo akhirnya melepaskan cekalannya pada Zoe, ia mengambil benda pipih dari saku belakang celananya. Membuka sesuatu dari benda tersebut hingga menampilkan video yang tidak seharusnya ia miliki.

Leo menyeringai, ia kemudian memperlihatkannya di depan mata Zoe, seolah memberi sinyal bahwa ia berada satu tingkat di atasnya. 

Gadis itu membulatkan matanya tak percaya, bagaimana bisa? Ia tidak mengerti mengapa Leo bisa mendapatkannya. Matanya berkaca-kaca, padahal ia sudah cukup menderita dengan masuk ke dalam bagian dari CIS dan hirarki yang sangat tidak masuk akal ini.

Sekarang bahkan ia harus menerima tekanan ini?

"Ngancem?" Tanya Zoe dengan nada bergetar, Ia bahkan tidak ingin melihat wajah Leo.

Leo tertawa kecil, ia kembali menyimpan handphone ke dalam sakunya. Jujur, Leo tidak berniat menggunakan cara ini jika saja Zoe langsung menerima penawarannya. 

"Nope, i can do anything. Tapi, gue butuh bantuan lo," ucap Leo kembali menawarkan permintaan bantuan kepada Zoe. Gadis itu hanya bisa memegangi kepalanya yang kini terasa sakit.

"Le, gue gabisa-"

"Lo bisa!" sergah Leo secepat mungkin dan sedikit membentak.

Zoe mengernyitkan dahinya, Ia kemudian memberanikan diri menatap Leo, mencoba mencari jawaban sebenarnya apa yang laki-laki itu pikirkan. Tetapi gadis itu tidak menemukan apapun, ia hanya melihat wajah penuh amarah yang mencoba untuk balas dendam.

"Lo bisa jadi tingkat satu Zoe," ucap Leo yang kini menurunkan nada bicaranya. Ia tiba-tiba berbicara dengan lembut, bahkan Gadis itu tidak sadar dengan perubahan ekspresi yang kini sudah berganti di wajah Leo. Tetapi entah mengapa itu malah membuat Zoe tertawa di tengah kepalanya yang berdenyut nyeri.

Tingkat satu? yang benar saja. Ia hanya sampah yang dibuang ke tempat daur ulang.

"Lo sehat? Yang ada kalau lo temenan sama gue kita jadi pecundang kuadrat!" Jelas Zoe di sisa tawanya. Cukup menghibur, Zoe rasa ini tawa pertamanya setelah lebih dari satu tahun masuk ke sekolah ini.

Siapa yang bisa disebut tingkat satu? Ya, Arsen dan Rachel. Zoe? bahkan Ia tidak memiliki tingkatan apapun di sekolah ini, Ia tidak dapat disandingkan dengan siapapun. Dan Leo mengatakan Ia bisa menuju tingkat satu? Yang benar saja.

"Trust me, gue punya sumber informasi, lo punya koneksi." Jelas Leo dengan penuh percaya diri. Ia seperti mengenali Zoe dengan sangat baik.

Zoe tau betul apa maksud koneksi dari Leo, di lihat dari Video yang Ia miliki menandakan bahwa laki-laki tersebut telah mencari tahu mengani Zoe selama ini.

"Apa mau lo?" tanya Zoe kini langsung pada intinya.

Leo bertepuk tangan seperti merayakan tanggapan dari Zoe. "Not now, setidaknya kita harus saling mengenal terlebih dahulu sebelum saling percaya bukan?" Tanya Leo dengan penuh kemenangan.

Zoe memalingkan wajahnya tidak percaya, saling mengenal? Untuk apa juga mereka harus saling percaya!

Gadis itu tidak ingin bertambah pusing, Ia berjalan begitu saja meninggalkan Leo yang masih berdiri di sana memperhatikan kepergian Zoe. Setidaknya ia telah mendapatkan satu target untuk menjalankan misinya. 

---



Evolusi MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang