BAB VI - Dendam

0 0 0
                                    

"Balas dendam."

Kilatan kebencian terpancar jelas di manik mata Leo, ia seperti telah menyimpan dendam yang teramat besar pada keluarga Arsen. Bahkan di dadalam bagan tersebut terdapat catatan-catatan yang dengan jelas menandakan bahwa Leo telah menggali banyak informasi mengenai Brawijaya Group.

Zoe mengamati satu-persatu hingga ia menemukan foto dirinya terpampang kecil di sebelah Arsen. Gadis itu mendekat untuk memastikan, Ia kemudian menunjuk foto dirinya.

"Ini gue?" Tanya Zoe memastikan ke Leo. Cahaya di ruangan ini cukup gelap, sehingga Zoe bisa dengan cepat menemukan kejanggalan di foto tersebut dan menunjuk ke salah satu gambar di sana.

"Ini siapa?" Tanya Zoe kembali setelah melihat satu wajah yang cukup asing namun tertulis bahwa di sana adalah Ibu Arsen, tetapi Zoe tidak yakin, ia sendiri belum pernah melihat wajahnya. Setelah ia ingat-ingat, Ia hanya tau bahwa Ibu Arsen sedang sakit, dan Ia tidak bertanya lebih jauh jika bukan Arsen sendiri yang menjelaskan.

Hanya saja, disini tertulis kejahatan paling banyak dilakukan oleh Ibu Arsen?

"Ya itu lo, dan itu entahlah, pembunuh?" Leo berjalan menuju sofa tempat Zoe sebelumnya dan mendudukkan diri di sana. Zoe hanya memiringkan tubuhnya seolah tak percaya. Setelah itu ia mengikuti Leo dan ikut terduduk di sana.

"Pembunuh?" Tanya Zoe memastikan ia tidak salah dengar. Ini terdengar mengerikan.

"Hmm," Leo berdehem dan kemudian mengganti slide selanjutnya.

Deg.

Zoe tersentak.

Bunda Helen?

Kenapa? Sebenarnya ada apa ini? Zoe menatap foto orang yang sudah ia anggap sebagai Ibu, bahkan dunianya terasa runtuh ketika akhirnya beliau pergi menghadap yang maha kuasa.

"Orang udah lo anggap keluarga dan kakak gue, mereka meninggal di tangan Ibu Arsen." Jelas Leo yang membuat dada Helen sesak. Ruangan gelap ini seolah-olah mencekramnya semakin dalam, bahkan dinginnya pendingin ruangan tak dapat dirasakan. Rasanya mencekik dan begitu susah untuk mengambil nafas.

"Akhhh," desah Zoe membuat Leo yang sebelumnya menatap pada papan tulis kini berganti melihat Zoe yang tengah kesulitan bernapas.

"Zoe, Zoe," panggil Leo yang berusaha menyadarkan Zoe.

Gadis itu mendengar, namun ia tidak dapat menahan rasa sakit di dadanya, napasnya tersenggal dan begitu sulit untuk menghirup udara. Ia mencekram erat bagian dadanya dan berharap dapat mengurangi rasa sakit yang terus menjalar.

Zoe sepertinya begitu terkejut mendengar hal yang barusan disampaikan oleh Leo sehingga tubuhnya sulit menyesuaikan diri. Ia melihat ke sekeliling yang semakin lama terasa semakin gelap. Bahkan suara Leo yang memanggil namanya semakin lama semakin lirih di telinganya.

Zoe berusaha keras untuk tetap tersadar.

Leo berusaha keras untuk kembali menyadarkan gadis itu, tubuhnya semakin melemas.

"ZOE!" Teriak Leo sembari menguncangkan tubuh Zoe dengan keras yang membuat gadis itu kembali tersadar. Dimana akhirnya ia kembali mendapatkan kesempatan untuk bernapas.

Zoe menatap Leo nanar, sebelum akhirnya memeluk laki-laki tersebut dan menangis sejadi-jadinya. Bahkan luka setelah kepergian Bunda Helen masih sangat membekas di hatinya dan sekarang ia dihadapkan dengan berita begitu menyakitkan.

Leo hanya terdiam, Ia tidak tau bahwa Zoe akan begitu terkejut dengan apa yang ia sampaikan. Ia tidak tau bahwa Zoe sebegitu dalam mencintai Bunda Helen dan sepertinya Zoe juga masih begitu dalam mencintai Arsen.

Diusapnya punggung Zoe untuk menenangkan. 

Zoe kemudian mengurai pelukannya, "Jadi ini lo butuh bantuan gue? Balas dendam?" Tanya gadis itu dengan wajah berurai air mata.

Leo tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan hendak melanjutkan slide untuk menjelaskan lebih jauh namun Zoe menahannya.

"Stop. Gue belum siap," ucap Zoe yang kemudian pergi meninggalkan Leo di ruangan tersebut. Zoe tidak dapat berpikir jernih, bahkan baru saja hari ini ia mencoba kembali membuka sesuatu yang baru terhadap Arsen. Tetapi apa? Zoe bahkan tidak dapat mencerna semua yang terjadi hari ini.

Gadis itu berjalan menunduk dengan cepat agar orang-orang tidak menyadari wajahnya yang bengkak setelah menangis, ia hendak menuju ke ruang cuci untuk kembali mengambil pakaiannya.

Dug.

Terlalu fokus menghadap ke bawah sehingga membuat Zoe tidak sengaja menabrak orang di depannya. Zoe mendongak dan berniat meminta maaf, namun siapa sangka. Ia menabrak Jane.

Sungguh dunia yang begitu kejam.

Jane tiba-tiba saja berputar dan merangkul Zoe dari belakang.

"Guys, besok Rachel ulang tahun. Gimana kalau sekarang buat kue?" Tanya Jane kepada Leona, Vena dan Zoe seolah mereka berempat bersahabat.

"Sorry. Gue gabisa," ucap Zoe sembari melepas rangkulan Jane padanya. Jujur, Zoe sudah tidak punya tenaga lagi untuk hari ini.

Baru saja Zoe hendak melangkah Jane sudah terlebih dahulu meraih baju belakang milik Zoe sehingga ia terhenti dan pasrah mengikuti Jane.

---



Evolusi MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang