Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Sayup-sayup terdengar suara berkumandangnya azan, pertanda telah masuk waktu Subuh. Solar mengerjap-ngerjapkan matanya, hingga akhirnya terbuka dengan sempurna.
“Hmm? Udah subuh aja? Nggak kerasa, ya. Untung gua langsung bangun.” lirihnya melihat pantulan cahaya lampu dari luar yang masuk melalui bawah pintu kamarnya.
Solar melihat ke luar melalui jendela kamarnya. Memang masih gelap, namun ia bisa melihat orang-orang di bawah sedang menuju ke masjid. Termasuk Abah Agus dan Mbok Milah.
“Gua sekalian jamaah aja kali ya? Jarang-jarang juga gua bisa bangun jam segini, biasanya kesiangan mulu kalo salat Subuh.”
Solar melangkahkan kakinya menuju pintu kamar, meskipun dalam benaknya dipenuhi oleh rasa takut dan bingung, terlebih ia menyaksikan kejadian tak disangka tadi malam. Ia takut, dengan keluar kamar, tindakannya akan memperkeruh keadaan dan membuat masalah lebih kacau.
Klek!
Ia membuka sedikit pintu kamarnya, dan mengintip keluar. Ia menghembuskan nafas lega, karena tak ada lagi keributan atau sesuatu yang lain yang membuatnya risau.
Hanya ada satu kejanggalan— sebuah plastik hitam yang besar dan misterius terletak di depan pintu kamar Andrew. Ditambah lagi, ada tetesan darah berwarna merah pekat meskipun tak banyak dari dalamnya.
“Hah? Itu apa? Perasaan semalem belum ada tuh plastik, deh. Mana kelihatan aneh banget lagi.” Solar berpikir keras kala melihat kejanggalan pada plastik itu, seolah ada sebuah teka-teki yang harus diselesaikan meskipun dalam jangka waktu panjang.
Darah itu semakin jelas berwarna merah, membuat Solar merinding setengah mati. Bulu kuduknya berdiri, ketakutan dengan apa yang dilihatnya saat ini. Beribu pertanyaan muncul dalam benaknya, namun ia tak tahu harus bertanya pada siapa.
Solar menggigit bibir bawahnya dengan perasaan cemas. Ia memainkan jemarinya pada gagang pintu, seolah bimbang apakah ia harus keluar dari kamarnya atau tidak.
“Keluar nggak ya? Duh, baru juga tinggal disini, udah disuruh mecahin teka-teki aja.”
Solar memberanikan diri untuk membuka pintu kamarnya sedikit lebih lebar. Benar saja, tak ada orang di lorong. Solar merasa lega, ia berharap kejadian semalam hanyalah halusinasi belaka.
Ia segera mengambil sajadah dan pecinya untuk bersiap melaksanakan salat Subuh berjamaah di masjid. Tak lupa, ia juga melilitkan sarung pada pinggangnya.
Solar membuka pintu kamarnya lebih lebar lagi, dan melangkahkan kakinya keluar tanpa suara. Tak bisa dipungkiri, ia masih ketakutan setengah mati atas kejadian semalam. Ia takut Andrew dan Diana akan menginterogasinya kemana ia akan pergi jika mereka tahu bahwa Solar keluar dari kamar.
“Semoga nggak terjadi apa-apa.”
Solar menutup pintu kamarnya, lalu berjalan ke bawah dengan suara pelan namun agak cepat. Pikirannya sudah sangat parno kala mengingat kejadian tragis tadi malam.
Tak terasa, kaki Solar sudah berpijak pada lantai masjid yang terasa sejuk dan menenangkan. Angin sepoi-sepoi pagi hari membuat suasana hati Solar lebih tentram.
“Huh, untung udah nyampe, meskipun nafas gua ngos-ngosan.”
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Asyhadu an laa ilaha illallah!
Solar segera berlari ke tempat wudu pria, dan mengambil wudu disana. Ia mempercepat gerakannya karena Iqamah sudah dikumandangkan.
Ia masuk ke dalam masjid, sebelum Imam memulai salat. Solar sedikit lega, setidaknya ia tidak ketinggalan salat.
“Untung aja gua masih sempat. Kalo nggak, kayaknya gua udah jadi makmum masbuq.”
***
Jemaah sudah mulai bubar, bersiap melakukan aktivitasnya masing-masing pagi ini. Termasuk Solar yang sedikit terburu-buru karena takut ketahuan Andrew, Diana, atau keduanya.
Tiba-tiba, seseorang menepuk pundak Solar. “Mas, ini pecinya ketinggalan, tho. Masa mau ditinggal disini?”
Suara itu membuat Solar menoleh ke belakang. Gadis itu menyunggingkan senyuman manisnya yang sangat indah, dan mengulurkan peci Solar yang ada di tangan kirinya.
“Pecinya jatuh tadi. Lain kali, kalau jalan, hati-hati ya. Jangan sampai ada barang yang tertinggal.” tuturnya.
Suaranya begitu lembut, membuat hati Solar berdesir mendengarnya. Parasnya yang menawan, membuat Solar dimabuk pesona gadis itu, meskipun ini adalah pertama kalinya mereka bertemu.
“Terima kasih. Lain kali, saya akan lebih berhati-hati.” lirih Solar, menerima peci itu dan memakaikannya kembali pada kepalanya. “Oh ya, namamu siapa?”
Gadis itu kembali tersenyum. “Namaku Siti Afifah. Aku anaknya Abah Agus. Kamu bisa panggil aku Afifah.”
“Oh, begitu. Aku Solar, penghuni baru disini.” Solar balas menyunggingkan sebuah senyuman pada Afifah.
“Iya, aku sudah tahu dari Ayah dan Ibu. Omong-omong, kamu kuliah di Universitas Negeri Hilir juga, ya?” ucap Afifah berbasa-basi.
“Oh, iya. Kamu kuliah disana?” Solar menanggapinya dengan bersemangat. “Iya, nanti ospek. Kamu jangan sampai terlambat, ya.” kekeh Afifah, membuat Solar ikut tersenyum.
“Ya sudah, aku mau siap-siap dulu ke kampus. Kamu juga jangan terlambat, lho.” ujar Solar. “Hahaha, ya nggak lah. Ibuku 'kan cerewet. Kalau aku terlambat dalam acara apapun, terlebih itu acara sekolah atau kampus, pasti ngomelnya lamaaa banget.” kata Afifah polos, membuat Solar tertawa kecil.
“Dadah! Aku mau pulang!” Solar melangkahkan kaki pergi dari masjid, dan melambaikan tangannya pada Afifah. “Dadah! Aku juga mau pulang!” balas Afifah dengan nada riang gembira.
***
Sampai di lantai 5, Solar kembali berjalan dengan mengendap-endap. Belum ada tanda-tanda Andrew dan Diana telah bangun dari tidurnya. Bahkan, plastik misterius itu masih tergeletak di depan pintu kamar mereka.
“Itu plastik kok masih disitu, sih? Harusnya kalau memang itu sampah, segera dibuang, entah kemana kek. Intinya jangan sampai mengganggu penghuni kost lain.”
Solar memberanikan diri untuk mendekati plastik besar itu. Ia melirik ke dalamnya, dan ia sangat terkejut begitu melihat sekilas apa yang ada dalam plastik itu.
“T-Tangan... Manusia??!!”
Bersambung.....
.
.
.
.
.Maaf lama ga up. Habis ujian sekolah, masih ada ujian TPQ, jadi harus lebih giat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kost Abah Agus: BoEl [OG]
Mystery / ThrillerSekantong plastik hitam yang berbau busuk? Darah tercecer dimana-mana? Pisau yang tergeletak sembarangan? Suka keluar larut malam? Semua berawal dari kost-an yang lumayan murah tapi fasilitasnya lengkap, pemiliknya juga ramah, ya kost-an siapa lagi...