Chapter 01

1.1K 114 12
                                    

        
         Hujan deras turun di kota Sokcho yang kecil dan melankolis. Jalanannya sepi, menjadikan hari itu menjadi hari yang sempurna bagi Jennie untuk melaksanakan apa yang telah dia rencanakan selama berbulan-bulan tanpa ada seorangpun yang mengetahuinya.

Tangannya yang kecil dan lemah mencengkeram pagar licin berkarat. Gadis kecil itu menunduk dengan perasaan gugup dan ketakutan, dibawahnya ada aliran sungai yang hampir meluap akibat hujan yang terus menerus turun selama berhari-hari.

Gadis itu menelan ludahnya dengan keras saat melihat aliran air yang mengalir deras di bawah jembatan. Dia sangat takut, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tapi waktunya telah tiba, dia harus melakukannya sekarang atau dia tidak akan pernah melakukannya. Gadis itu menarik napas dalam-dalam, lalu mendekatkan kedua kakinya ke tepi jembatan tua.

Salah satu kakinya, dengan canggung terpeleset di salah satu batu yang membentuk jembatan, membuat sepatu kecilnya terlepas dan jatuh ke sungai.

Jennie terkejut, dia berpegangan erat pada pagar saat menyaksikan sepatunya tersapu arus yang keras.

Seluruh tubuhnya mulai bergetar. Dia tidak ingin melakukan ini lagi, dia tidak ingin bunuh diri lagi. Dia sangat, sangat takut. Dia menelan ludahnya saat ingatan samar mulai memasuki pikirannya.

"Hei lihat! Ada anak aneh yang selalu sakit-sakitan!" Tawa kejam anak-anak itu tidak pernah lepas dari pikirannya. Kata-kata mereka sangat melukai Jennie.

"Jangan mendekati kami, kau bisa menulari kami dengan penyakitmu!"

"Teman-teman, ayo kita tertawakan Jennie!"

Buku-buku jari gadis itu mulai memutih karena dia meremas pagar tua itu dengan keras.

"Jennie, kenapa kau tidak bisa hidup normal seperti kakakmu? Aku muak harus bolak-balik ke rumah sakit sialan itu bersamamu!"

Kini suara ibunya ikut menyelinap ke dalam pikirannya, membuat sebuah benjolan menyakitkan muncul di tenggorokannya. Jennie berusaha menghilangkannya dengan menelan ludah, tetapi rasa sakit itu tidak mau meninggalkannya, benjolan itu masih ada disana, membuat dia merasa tidak nyaman.

Hujan di tempat itu semakin deras, hembusan anginnya membuat pepohonan bergerak dari sisi ke sisi dengan keras.

Jennie bertanya-tanya, apakah mereka sudah menyadari ketidakhadirannya di rumah? Dia yakin mereka tidak akan menyadari itu, dan jika mereka menyadarinya, mereka pasti tidak akan repot-repot mencari dan mengkhawatirkannya.

Hidup Jennie hanya menjadi beban bagi ibunya, dia hanyalah mesin penghambur uang bagi ayahnya, dia hanyalah pengganggu bagi kakaknya, dan dia hanyalah bahan cemoohan bagi teman-teman sekelasnya di sekolah dasar.

Namun, itu semua bukan salahnya. Dia tidak pernah meminta dilahirkan dengan penyakit konyol ini.

Sejak usia dua tahun, Ibunya telah memperhatikan penyakit yang menyerang anaknya. Jennie kecil sangat rentan terhadap perubahan suhu yang tiba-tiba, jadi Ibunya pergi ke dokter dan mereka memberi tahu bahwa putrinya menderita penyakit keturunan yang membuat sistem kekebalan tubuhnya sangat rapuh. Tubuhnya tidak memiliki kemampuan untuk menyembuhkan diri, dari penyakit apapun.

Jennie menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di rumah sakit. Berbeda dengan anak-anak lainnya yang bermain di taman, dia lebih mengenal koridor sepi di gedung rumah sakit yang dingin dan menyedihkan.

Sejak kecil dia sudah menjalani kehidupan yang menyedihkan dan sejak usia yang sangat muda dia telah memahami bahwa ; tanpa alasan yang jelas, hidup terkadang sangat tidak adil bagi sebagian orang.

SOME THING I'LL NEVER KNOW (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang