Chapter 04

290 54 2
                                    

Jennie berbicara panjang lebar dengan Rosé untuk meyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja jika ditinggal bersama Lisa.

Rosé terus menampilkan ekspresi khawatir dan ragu, apakah dia akan pergi atau tidak. Tapi dia akhirnya memutuskan untuk memberikan nomor ponselnya pada Jennie dan mengatakan kepadanya, jika ada masalah, dia harus segera meneleponnya, karena hanya dengan cara itu, si pirang bisa pergi dengan pikiran tenang.

Jennie tidak takut ditinggal sendirian dengan gadis berambut abu-abu karena gadis itu sepertinya bukan tipikal orang yang mampu menyakitinya secara fisik.
Tapi Jennie takut dengan kata-kata yang mungkin akan gadis itu ucapkan kepadanya karena Jennie sudah menceritakan penyakitnya ke kepala sekolah dan itu di hadapan gadis bermata hazel.

Jennie takut gadis itu akan mengatakan sesuatu yang menyakitkan. Dia paling rentan dengan kata-kata kejam seperti yang pernah diucapkan semua orang brengsek padanya.

Jennie duduk di salah satu meja, dia sedang menunggu gadis bermata hazel datang. Dia menghela nafas sambil melihat keluar jendela yang menghadap ke halaman sekolah.

Disana benar-benar sepi. Cahaya jingga langit sore yang lembut dan tenang, menyinari ubin abu-abu dengan menyedihkan. Saat itu sudah pukul enam sore. Rasanya aneh bagi Jennie karena ibunya belum menjemputnya seperti yang dia lakukan setiap hari, jadi gadis itu mengeluarkan ponselnya untuk melihat apakah ada Pesan dari ibunya dan memang ada.

Nara menjelaskan bahwa dia tidak bisa menjemputnya karena dia harus menginap di rumah rekan kerjanya sehingga Jennie harus pulang menggunakan bus.

Mengetahui itu, gadis bermata kucing mendengus kesal, dia sama sekali tidak menyukai alat transportasi itu.

Kemudian pintu ruangan terbuka, menampilkan gadis tinggi berkulit putih, dengan t-shirt merah anggur, celana tipis dan sepatu Vans konyolnya yang berwarna biru muda. Tanpa sadar, Jennie menghela nafas kecil.

"Tunggu apa lagi? Ayo kita cari petugas kebersihan agar kita bisa meminjam perlengkapan kebersihannya. Aku ingin menyelesaikan ini secepat mungkin." Setelah mengatakan itu, si rambut abu-abu berbalik meninggalkan ruang kelas dan Jennie mengangguk sambil bangkit dari kursi untuk mengikutinya.

Setelah mereka berdua memiliki alat yang di perlukan, mereka menuju ke bawah untuk mulai membersihkan ruang kelas utama.

Ruangan itu tampak gelap dan menyedihkan. Cat abu-abu dan putihnya terkelupas dari dinding, tempat itu membuat Jennie merinding dan dia ragu apakah dia bisa membersihkan ruangan itu.

Gadis berambut abu-abu membuka pintu dengan tendangan kecil, dia masuk dengan susah payah sambil membawa ember berisi air dan semprotan disinfektan.

Jennie, pada bagiannya, membawa pengering, spons, dan sikat.

"Ini semua untukmu," kata gadis yang lebih tinggi sambil meletakkan ember-ember itu di lantai yang dingin.

Jennie berdehem sambil menatapnya dengan ragu. Apakah gadis bermata hazel itu berencana menyerahkan seluruh pekerjaan itu padanya?

"Jangan menatapku dengan cara bodoh seperti itu. Tunggu apa lagi? Cepat atau kau akan berada disini menggosok lantai sampai jam sepuluh malam." Gadis itu berbalik untuk pergi, namun Jennie segera menghentikannya dengan cara meraih bajunya sedikit, membuat gadis itu berbalik dan menatapnya dengan ekspresi cemberut.

"B-bisakah kau tetap disini? Temani saja aku dan aku akan melakukan semua pekerjaan ini," Jennie berbicara dengan gugup dan ragu-ragu, membuat senyuman arogan langsung muncul di wajah gadis berambut abu-abu.

"Oke." Katanya dengan sederhana sambil duduk di atas meja.

Bukannya Jennie suka bersama dengan gadis menyebalkan itu. Dia hanya takut ditinggal sendirian di ruang kelas yang suram itu.

SOME THING I'LL NEVER KNOW (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang