Chapter 09

297 49 15
                                    

"Aku masih menunggu hal-hal indah yang kamu janjikan akan terjadi padaku di masa depan, aku masih menunggunya..."

~

Lentera-lentera besar kota mulai menyinari jalanan beraspal di bawah langit Sokcho yang mulai menggelap.

Di sepanjang perjalanan pulang, Jennie menahan air matanya. Dia berjalan dengan langkah cepat dan dengan mata tertunduk untuk menghindari tatapan penasaran dari orang-orang yang sedang berjalan di sekitarnya.

Dia merasa lemah, terhina, hancur dan tak berdaya. Lisa secara terang-terangan merobek hatinya di hadapan Jennie, lalu dia melemparkannya tanpa ampun ke aspal, melompat ke atasnya, dan menginjak-injak hatinya hingga menjadi bubur.

Jennie semakin mempercepat langkahnya. Satu-satunya hal yang dia inginkan saat ini adalah berada di dalam pelukan hangat ibunya yang akan berbisik bahwa semuanya akan baik-baik saja, sama seperti ketika gadis itu masih kecil, meskipun dia tahu betul bahwa segala sesuatunya tidak akan berjalan dengan baik.

Ketika dia sampai di pintu masuk rumah, dia tidak bisa lagi menahan air mata deras yang kini mengalir di matanya. Dia merasakan beban kesedihan yang sangat berat jatuh dengan keras ke pundaknya yang lemah.

Jennie berlutut di atas keset kecil bertuliskan "Selamat datang", dia sedikit mengotori keset itu dengan campuran tepung dan telur yang ada di tubuhnya.

Kepalanya terasa panas dan dia sangat yakin saat ini dia demam lagi. Air dingin yang disiram oleh anak-anak itu ditambah angin musim gugur yang dingin, bukanlah kombinasi yang baik untuk sistem kekebalan tubuhnya yang buruk.

Namun Jennie tidak peduli lagi jika dia harus menghabiskan tiga minggu terbaring sakit di tempat tidur, bahkan yang dia inginkan saat ini adalah mati!
Dia ingin ada sebuah jembatan muncul secara ajaib di depannya sehingga dia bisa melompat dari jembatan itu untuk mengakhiri penderitaannya di dunia.

Jennie tidak mengerti kenapa dunia ini bisa begitu kejam! Apakah dia telah melakukan sesuatu yang begitu buruk sehingga pantas mendapatkan ini semua? Apakah terlahir dengan penyakit keturunan bodoh yang bahkan tidak dia inginkan merupakan sebuah kejahatan, sehingga dia terus mendapat perlakuan seperti ini?

Derit pintu yang terbuka membuat wajahnya perlahan mendongak. Itu Ibunya. Jennie segera menutup mulut dan menahan isak tangisnya. Sedangkan Kim Nara berlutut di depan putrinya, bibir merahnya bergetar dengan ragu karena dia tidak tahu harus berkata apa.

"A-apa yang terjadi padamu Jennie?"

Nara mendekatkan tangannya yang lembut ke wajah putri bungsunya. Wanita itu memegang kedua pipinya dan memberikan belaian ringan dengan ibu jarinya.

Jennie tampak seperti gambaran grafis dari kata "rusak" dan Nara tidak merasakan apapun selain kesedihan yang begitu besar terhadap putrinya.

Jennie menunduk, dia tidak bisa berhenti menangis. Dia tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh ibunya. Dia hanya masuk ke dalam pelukan ibunya untuk mencari perlindungan dan keamanan yang hanya bisa diberikan oleh seorang ibu.

Nara segera membalas pelukan itu dengan kuat, dia sama sekali tidak peduli jika tubuh putrinya akan mengotorinya. Tubuh Jennie bergetar saat berusaha menahan air matanya, namun itu tidak mungkin, karena setiap kali dia mengingat kata-kata Lisa saat merekam penghinaan yang dia lakukan terhadapnya, membuat mata Jennie sekali lagi menitikkan air mata yang deras.

Dia menangis tersedu-sedu dan ibunya tidak tahu apa yang harus dia lakukan terhadap putrinya.

"S-semuanya... semuanya akan baik-baik saja sayang, tenanglah." Ibunya berbisik dengan putus asa untuk menenangkan putrinya.

SOME THING I'LL NEVER KNOW (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang