8

1.6K 207 44
                                    

📍WARNING KATA KATA KASAR DAN TYPO. JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA.📍


Karel sejak tadi melihat Abangnya tersebut, Hernan hanya diam dengan wajah murungnya.

"Bang? kenapa?"

Hernan tersadar dari lamunannya setelah Karel menepuk bahu kanannya, ia memandangi Karel.

"Kamu.. ah bukan tapi kalian sakit ya aku pulang tapi nggak ingat sama kalian, itu sakit ya?"

Karel tersentak kaget mendengar ucapan Hernan.

Mengapa Hernan bisa kepikiran seperti itu?

"Bang semua itu nggak penting karena paling penting lo udah pulang lagi." Balas Karel dengan sedikit tegas.

"Tapi kembaranku sendiri merasakan sakit itu."

Karel diam-diam mengepalkan salah satu tangannya.

•••••

Bug!

Herza yang baru keluar dari kamarnya langsung terhuyung saat diri nya menerima bogeman mentah di pipi nya oleh Karel.

Ia menatap sengit ke Karel yang menatapnya dengan sangat tajam.

"APA MAKSUD LO HAH?!"

"LO YANG APA-APAAN BILANG GITU KE BANG ENAN?!" Sentak balik Karel.

Untungnya di rumah ini sepi hanya ada mereka berdua, sedangkan Hernan telah di ajak pergi oleh Sabian.

Karel yang menyuruh Sabian untuk mengajak Hernan keluar rumah dulu.

"Oh jadi dia ngadu?" Tanya sinis Herza.

Karel menggelengkan pelan kepalanya.

Ia tidak habis pikir dengan pola pikir Herza.

"Gue nggak tau ya pikiran lo secetek apa?"

"Lo nggak tau yang gue rasain sesakit apa?!" Balas Herza menatap Karel tajam.

"Sesakit apa hah? lebih sakitan Bang Enan tuh. Gue malah bersyukur dia lupain itu semua, karena apa? karena sama kita dia banyak sakitnya, karena sama kita dia banyak trauma nya hingga akhirnya otaknya sendiri milih nyerah."

"Emang lo ngerasain sesakit jadi Hernan kah? lo cuma ngerasain nemuin dia yang tergeletak penuh luka kan? tapi lo nggak rasain gimana dia saat itu ngelindungin, dipukulin, di siksa, nyaksiin sendiri nyokapnya di gituin di depan mata nya."

Herza mengepalkan tangannya.

Sedangkan Karel tidak takut, ia tidak takut sama sekali.

"Lo nunggu dia 7 tahun? hei bung! bukan lo doang yang nungguin dia, noh sahabatnya sendiri si Sabian sampe gila, noh si Jasta juga sampe depresi. Ada yang lebih sakit dari lo tapi mereka nggak se egois lo dalam mengutarakan rasa sakit itu."

"Ternyata semakin dewasa umur lo tapi sifat lo tetap sama ya? egois, ngerasa paling tersakiti."

Karel menatap sinis Herza lalu ia beranjak pergi.

UNKNOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang