"Aku sempat pergi, tapi hanya sebentar. Berharap kemarin hanya sekilas ingatan. Tapi ternyata salah. Kamu benar-benar ada disini"
_Aira Fhalisya_
Seminggu Aira tak menampakkan dirinya, pagi ini semua sahabat-sahabatnya mendadak heboh menyambut kembalinya ia ke sekolah. Memberondongnya dengan beragam pertanyaan yang membuat Aira cukup malas menjawabnya.
"Stop! Jangan banyak tanya lagi. Udah nih mending kalian makan aja deh." Tatapan kedua gadis itu berubah berbinar tatkala Aira menyodorkan paper bag berukuran besar yang berisi makanan khas Kota Kediri.
"Wah jadi Lo ngilang itu pergi ke Kediri."
"Nggak asik Lo Ra, nggak ngajakin kita-kita."
Aira menggelengkan kepalanya, lantaran kedua sahabatnya itu benar-benar berkelakuan aneh. Lihat saja mulutnya masih penuh mengunyah gethuk pisang tapi masih saja berbicara.
"Wih, bagi lah." Kata Mario tiba-tiba datang menyomot oleh-oleh yang tadi Aira bawa.
"Enak aja main srobot punya kita nih."
"Nih Ra pelit banget dua bocah." Adu Junan tak terima dengan penolakan Cemara, sedangkan Gladis cewek itu hanya acuh masih menikmati kunyahan dimulutnya.
"Bagi aja Ce, nanti mampir aja ke rumah masih banyak kog." Lerai Aira.
"Beneran?" Aira mengangguk mantap sebagai jawaban.
"Yaudah nih." Akhirnya Cemara menyodorkan paper bag tadi pada dua manusia yang tengah berbinar karena diperbolehkan ikut mencicipi makanan khas Kota Kediri itu.
"Jujur aku rindu, tapi mata itu selalu mengundang candu. Mengingatkan aku betapa sakitnya dulu meninggalkan kamu"
_Bintang Ardhana_
Ketiga gadis itu tengah berjalan menyusuri koridor, hendak menuju ke lapangan untuk mengikuti pelajaran olah raga.
"Karena kemarin Lo nggak masuk. Lo ketinggalan banyak berita tauk." Kata Gladis disetujui Cemara.
"Apa?"
"Pertama, sekolah kita juara 1 penampilan musik di pagelaran seni kemarin." Aira hanya mengangguk biasa saja, padahal dirinyalah yang mewakili penampilan sekolahnya. Tidak ada rasa bahagia yang berlebih, semuanya terasa biasa saja.
"Terus?"
"Yang kedua, Cogannya SMA GANDA bakal menetap disini selama kurang lebih seminggu dua minggu ke depan."
Mendengar nama sekolah itu disebut Aira tiba-tiba menghentikan langkahnya.
"Nah tuh mereka Ra, yang lagi dilapangan latihan basket." Otomatis Aira mengikuti kemana telunjuk Cemara tertuju.
"Tim sekolah kita bakal collab sama sekolah mereka, untuk mewakili kompetisi basket nasional." Aira mendengar apa yang dikatakan Gladis, namun tatapannya masih terkunci pada satu obyek. Bintang Ardhana.
"Andai takdir selucu itu. Mungkin aku nggak perlu menangis karena rindu"
_Aira Fhalisya_
Kesialan Aira nampaknya bertambah ketika Pak Adam selaku guru olahraga sekaligus pembina ekskul basket meminta bantuan Bintang untuk membantu Aira melakukan praktek bermain bola basket yang harus dilakukan secara berpasangan.
Berhubung jumlah murid dikelasnya ganjil, Alhasil Aira yang tak mendapatkan pasangan.
Aira memejamkan matanya tatkala Bintang memposisikan dirinya dibelakang Aira, hendak mengajarkan gadis itu bagaimana caranya memegang bola basket dengan benar.
Jantung keduanya berpacu dengan cepat tatkala tatapan mereka bertemu dengan posisi tangan yang saling bersentuhan menggenggam benda yang sama. Seakan de javu dengan posisi tersebut. Aira memutuskan lebih dulu kontak diantara mereka. Persetan dengan ia yang tak akan mendapatkan nilai. Aira memilih pergi tanpa mengatakan apapun.
Berhadapan dengan sosok bernama Bintang membuat seluruh radar dalam hidupnya seakan berhenti.
"Loh Aira kamu mau kemana? Sebentar lagi giliran kamu." Peringan Pak Adam tak gadis itu indahkan.
"Biar saya yang kejar Pak." Kata Bintang semakin menambah penasaran dibenak khalayak yang menyaksikan hal tersebut.
"Kayaknya bener deh dugaan kita, mereka tuh ada apa-apa." Bisik Gladis diangguki Cemara. Pasalnya kedua gadis itu sudah menaruh curiga yang teramat dalam semenjak kejadian di pantai waktu itu. Namun, Aira tak pernah berkenan menjawabnya.
Langkah Aira berhenti di taman dekat tempat parkir yang lumayan jauh dari keramaian. Gadis itu mengusap air matanya yang terjatuh begitu saja tanpa bisa dicegahnya.
"Andai aku bisa menukar rindu dengan tawa. Aku ingin melakukannya. Menggelamkan kamu dalam peukku dan menghapus air matamu yang telah banyak jatuh karena aku"
_Bintang Ardhana_
Tak lama Aira menyadari kehadiran orang lain yang turut duduk dibangku sebelahnya. Orang itu adalah Bintang.
"Inikan yang Kak Ardhan mau? Sesuai permintaan kakak waktu itu." ujar Aira serak. Pandangannya lurus menatap tanah, karena tak kuasa membalas tatapan Bintang yang intens terarah padanya.
"Kamu salah Ai." Pandangan Aira mendongak tatkala Bintang berujar, terdengar lirih namun cukup membuat Aira mengerti tatkala cowok itu membawanya mendongak hingga tatapan mereka saling terkunci.
Tatapan sayu itu berhasil menggetarkan hati Aira, tak menyangka jika cowok itu bisa menunjukkan betapa kacaunya ia dari kilau bening yang menggenang disudut matanya.
"Harusnya aku nggak bilang begitu. Karena semua itu bukan terujar dari hati melainkan hanya dari bibir."
"Maksud Kak Ardhan apa?"
Raut Bintang yang mulanya tenang, berubah sendu tatkala tangannya terulur menggenggam tangan Aira dalam genggamannya. Netra keduanya saling menatap dalam sendu.
"Dua tahun Ai, kakak berusaha. Tapi nihil." Aira menjatuhkan air matanya mendengar kata yang Bintang ucapkan. "Meskipun ada seribu alasan, nggak ada satupun yang bisa mencegah keinginan kakak untuk kembali. Dengan perasaan yang sama untuk orang yang sangat kakak cintai."
Grep. Aira menubruk tubuh cowok dihadapannya itu dengan erat. Meskipun sempat tersentak, namun akhirnya Bintang membalas dekapan itu tak kalah erat. Tangan Bintang dengan setia mengusap kepala Aira yang tengah menangis dalam dekapannya.
Bintang memang terlalu pengecut. Bahkan ia sangat menyesali perkataannya sendiri waktu itu. Harusnya ia tak pernah berkata agar Aira melupakan semuanya, karena faktanya semua itu hanya sebatas ucapan bukan ungkapan. Dimana dirinya sendiri tak pernah bisa melakukannya.
💫
Terima kasih sudah membaca..
Sampai bertemu di bab selanjutnya..
Salah sayang dariku, untukmu..indahsaf17
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Untuk Aira
General Fiction- E N D - Tantang aku dan kamu yang dipertemukan oleh takdir, lalu dipaksa berpisah karena keadaan. Entah siapa yang bersalah, aku atau kamu? atau mungkin takdir yang terlalu kejam untuk tak membiarkan kita bersama.