"Andai bisa mungkin aku memilih nggak jatuh cinta. Kamu tau kenapa? Sakit. Terlebih rasa ini tak ada balasannya. Mulanya aku berharap kamu yang akan membalasnya. Tapi dugaanku salah. Aku berharap terlalu jauh. Hingga aku lupa bagaimana caraku bangkit setelah ini"
_Safira Adrinaya_
Usai mengantarkan Safira kembali ke penginapan. Bintang mengayunkan langkahnya kembali ke apartemen.
Ya. Semenjak memutuskan untuk kembali, seluruh bagian hidupnya juga kembali termasuk beragam fasilitas yang diberikan Sandi untuknya. Sempat Bintang menolaknya, karena merasa sudah tidak ada hak atas semuanya. Namun, Sandi tetaplah Sandi yang pemaksa.
Meskipun status sebagai putra angkat keluarga Rizwananda telah menghilang darinya, namun nama Bintang tetap tercatat sebagai pewaris Rizwandana Corp. Oleh karena itu, Bintang tak memiliki alasan untuk menolak semuanya. Karena ia memang berhak atas semua itu.
Namun ada satu hal yang benar-benar tidak bisa Bintang terima. Yakni kembali tinggal di istana Rizwandana. Alasannya tentu berhubungan dengan masa lalunya dan Aira. Ia memang bersedia kembali, namun belum dengan hatinya. Baginya kembali ke rumah itu sama saja ia mengorek luka yang belum juga sembuh.
Oleh karena itu tinggal di apartemen bersama dua sahabatnya untuk sementara itu jauh lebih baik. Disamping menyembuhkan luka, ia juga harus kembali menata hidupnya dan Aira untuk masa yang akan datang. Karena sudah tidak ada yang bisa memisahkan mereka lagi setelah ini.
Berbicara tentang Aira. Panjang umur sekali. Gadis yang selalu dalam fikirannya itu nampak tengah meringkuk memeluk Boni dalam pelukannya. Boni adalah boneka kesayangan Aira yang ia berikan kepada Bintang kemarin. Katanya, agar Bintang tak kesepian karena selalu ada Boni yang menemaninya.
Mengingat itu Bintang selalu terkekeh. Karena faktanya Bintang tak pernah kesepian di apartemen itu karena ada dua sahabat gebleknya yang menemani. Meskipun tidak untuk selamanya, hanya tinggal beberapa hari lagi sampai pertandingan benar-benar berakhir. Karena setelah itu mereka akan kembali ke sekolahnya yang berbeda kota. Sedangkan dirinya, ia akan melanjutkan sekolahnya disini.
"Sejak kapan?" tanya Bintang merapikan sedikit rambut Aira yang menutupi wajah dari gadis itu.
"Udah dari siang kayaknya. Kita sampe dia udah disini sama si boni." Bintang mengangguk.
Aira memang sering seperti itu. Keluar masuk ke apartemen Bintang itu sudah biasa. Bahkan Ardelio dan Syafiq pun sudah paham. Lagipula, untuk apa mereka harus keberatan. Ketika datangnya Aira selalu membawa keberkahan untuk mereka.
Jika tidak membawa camilan, gadis itu sangat rajin membawakan makanan untuk mereka. Tentu saja hal itu membuat mereka senang dan tak merasa keberatan.
Meskipun baru saling mengenal. Namun, bagi mereka Aira itu sudah seperti harta berharga yang harus mereka jaga. Macam-macam dengan Aira ketika Bintang tidak ada seperti tadi. Sama saja menjual nyawa mereka sendiri ditangan Bintang.
"Lah Syafiq mana?" tanya Bintang setelah menelan sesendok spagetti buatan Aira. Ketara sekali dari cita rasa khasnya.
"Gatau juga gue. Tadi sih bilangnya mau ke mini market tapi nggak balik-balik." Mengingat sudah satu jam Syafiq pergi dan tak kembali-kembali membuat Ardelio kesal sendiri.
Pasalnya, di apartemen itu hanya ada dirinya dan Aira tadi. Meskipun tengah tertidur bagaimana jika tiba-tiba ada yang datang kesana pasti akan menimbulkan kesalah pahaman.
"Assalamualaikum every badeh." Pluk. Kontan Syafiq mengusap kepalanya karena lemparan kacang. Siapa lagi pelakunya jika bukan Ardelio.
"Eugh." Belum sampai Syfiq membalasnya lenguhan Aira menghentikan ketiganya.
Gadis itu mengerjap sembari mengubah posisinya untuk duduk. Melihat itu Bintang segera menghampiri Aira, duduk disebelah gadisnya membawa kepala gadis itu bersandar dibahunya.
"Tuh kan. Berisik sih Lo." Kata Bintang tajam.
Dengus Syafiq kesal. "Gue aja terus yang disalahin."
"Ya emang elo bambang." Kembali Syafiq mendelik ketika Ardelio menjitaknya.
"Sempat aku merasa putus asa. Akankah aku bisa kembali merasakan hangatmu? Ternyata jawabannya iya. Karena buktinya kamu di sini lagi, bersama aku dan cinta kita"
_Aira Fhalisya_
"Masih pusing?" tanya Bintang mengusap kepala Aira lalu mengecupnya.
Gadis itu menggeleng tersenyum, membuat Bintang lega. Pasalnya, sejak terbangun tadi Aira sempat mengeluh pusing. Namun, sekarang sudah jauh lebih baik ketika Bintang selalu disampingnya.
Jika ditanya obat apa yang paling mujarab untuknya semua sakitnya. Jawabannya hanyalah Bintang. Lebay memang, tapi itulah faktanya. Merindukan Bintang terlalu dalam itu sering membuatnya sakit. Tapi setelah kehadiran Bintang semua sakit itu seolah menguap begitu saja.
"Aira udah telfon supir buat jemput." Tangan Bintang yang hendak mengambil jaket terhenti karena perkataan Aira.
"Kenapa?"
"Kak Bintang kan besok tanding, jadi nggak boleh kecapean dong."
Bintang mendengus mengacak rambut Aira. "Nganterin kamu nggak bikin kakak capek Ai."
"Tetep aja, Aira nggak mau. Kak Bintang harus istirahat." Kekeh Aira meyakinkan Bintang. "Aira pulang ya." Pamitnya namun ditahan oleh Bintang.
Cup. Kontan Aira memejamkan matanya tatkala kecupan mendarat didahinya menjalarkan perasaan hangat yang tak pernah bisa Aira definisikan rasanya.
"Besok kakak jemput. Kamu harus jadi supporter yang duduk dibangku paling depan." Aira tersenyum menangkup wajah Bintang dengan tangannya.
Wajah keduanya semakin mendekat hingga hidung mereka saling bersentuhan. Mata keduanya saling memenjam seolah merespon apa yang selanjutnya terjadi. Bukan kata atau kalimat, tapi hanya naluri yang bekerja sampai semua perrasaan itu tersalurkan.
💫
Terima kasih sudah membaca..
Sampai bertemu di bab selanjutnya..
Salah sayang dariku, untukmu..indahsaf17
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Untuk Aira
Ficción General- E N D - Tantang aku dan kamu yang dipertemukan oleh takdir, lalu dipaksa berpisah karena keadaan. Entah siapa yang bersalah, aku atau kamu? atau mungkin takdir yang terlalu kejam untuk tak membiarkan kita bersama.