11. Bahagia

0 0 0
                                    

"Definisi bahagia, awalnya aku tak tau. Tapi sekarang aku tau bahwa definisi bahagia itu sederhana. Alasannya, karena memang sederhana. Kita tertawa, tersenyum, semua itu adalah definisi bahagia. Simple kan"

_Aira Fhalisya_

Kebahagiaan itu memang dekat, sedekat nadi dan jantung yang saling berirama menjadikan sebuah kehidupan itu nyata.

Tapi kata orang, kebahagiaan itu juga dekat dengan luka. Terkadang luka tersebesar dalam hidup kita disebabkan oleh orang yang paling kita cintai.

Itu benar, Aira percaya. Karena luka dalam hidupnya berasalah dari orang yang paling dicintainya. Tapi satu hal lagi yang Aira percaya, bahwa obat penyembuh luka paling mujarab itu adalah orang itu sendiri.

Bintang Ardhana buktinya. Ia adalah luka terbesar dalam hidup Aira, namun ia juga obat paling mujarab yang menyembuhkan luka itu. Benar-benar menyembuhkannya hingga tak berbekas, karena telah tertutupi oleh bahagia.

"Masa lalu memang nggak bisa membawa kita kembali untuk memperbaikinya, tapi masa lalu bisa membawa kita menjadi lebih baik."

"Caranya?" tanya Aira pada seseorang yang tengah berada disampingnya. Nampak sedang sibuk melipat pesawat kertas dengan beragam warna.

"Tinggal tulis aja disini." Aira mengernyitkan keningnya namun berangsur menerima uluran kertas yang telah dilipat menyerupai bentuk pesawat berwarna putih itu.

"Tulis semua permintaan kamu disini, supaya langit membacanya."

"Bukan aku, tapi kita." Ralat Aira mengambil satu lagi bulpen dari dalam tasnya lalu menyodorkannya pada Bintang.

Aira menulis disayap bagian kiri, dan Bintang dibagian sayap sebelah kanan. Keduanya menyampaikan harapannya masing-masing dikedua sayap peswat kertas itu.

"Udah?" Aira mengangguk antusias lalu mengikuti Bintang berdiri dari duduknya. Keduanya merangkak naik keatas meja marmer yang terletak di tepi lapangan basket. Mengarahkan pesawat mereka bersiap di luncurkan ke angkasa.

"Satu... Dua.. Tiga..." ucap keduanya mengiringi melesatnya pesawat kertas yang telah tertuliskan harapan mereka.

Bintang tertegun melihat senyuman Aira. Hingga tanpa sadar tatapan merek beradu dengan wajah yang semakin mendekat membuat Aira kontan memejamkan matanya ketika benda kenyal mendarat sempurna di bibirnya.

"Waduh.. waduh adegan plus plus nih."

"Terlalu polos gue ngeliat adegan beginian."

"Hwa... Mama mata Cece udah ternodai."

"Gini amat nasib jomblo ngeliatnya pemandangan beginian melulu."

Aira dan Bintang kompak meringis karena sahabat-sahabatnya memergoki apa yang telah mereka lakukan. Bukan bermaksud apa-apa, tapi kondisi lapangan basket yang sudah sepi karena sudah jam pulang sekolah. Membuat mereka yakin jika semua penghuni sekolah itu sudah pulang. Tapi tenyata tidak. Karena ternyata masih ada beberapa makhluk lain yang berada disana.

"Ah, lo berdua mah nggak kira-kira banget kalau mau mesum." Celetuk Ardelio.

"Enak aja mesum. Lo pada aja yang datengnya nggak bilang-bilang." Sanggah Bintang menjitak kepala Adelio.

"Ini nih definisnya dua hanya milik berdua. Sampe sahabat-sahabatnya nunggu dari tadi di parkiran nggak kerasa." Dengus Gladis diangguki oleh Cemara sepakat.

"Maaf ya." Sesal Aira pada akhirnya merasa bersalah kepada mereka semua.

"Tapi nggak gratis dong." Kata Cemara disepakati yang lainnya dengan anggukan antusias. Bintang dan Aira pun kompak berpandangan tak mengerti maksud mereka.

Bintang Untuk AiraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang