¹

1.2K 112 6
                                    

Lee Heeseung, hanya satu dari sekian persen orang yang di beri kemampuan melihat Benang Merah takdir, selama 18 tahun hidupnya ia melihat Benang Merah milik orang-orang di sekitarnya, dan selama itu pula ia tak pernah melihat Benang Merahnya sendiri, terikat dengan siapa dia tak pernah tau.

Tapi apa ini?

Mengerjap untuk yang ke sekian kalinya, benang itu tetap pada tempatnya, melingkari jari manisnya.

Heeseung menghela nafas, menyenderkan punggung tegapnya pada senderan kursi. Ini nyata, benar-benar nyata— takdir sedang mempermainkannya rupanya.

Perhatikan lagi sosok manis yang tertawa lepas bersama temannya di koridor lantai bawah, Heeseung mengangkat tangan kanannya, perhatikan bagaimana benang warnah merah melingkari jari manisnya seperti sebuah cincin.

Iseng, ditariknya benang itu lumayan kuat, dan Heeseung bisa dengar tawa Riki di seberang sana terhenti tiba-tiba, tergantikan dengan pekikan terkejut.

Heeseung mengangkat alis kirinya, senyum miring terlukis di bibir tipisnya.

Ah, bukankah benang itu akan tembus dengan mudah? Jadi kenapa saat ia menarik benang itu, Riki bisa merasakannya?

Mata Heeseung membulat terkejut, tersentak ketika benangnya balas tertarik, maniknya bertemu dengan sepasang manik cokelat gelap yang menatapnya sengit dengan dahi mengerut kesal.

Oh, dan Riki bahkan juga bisa melakukannya? Apa bocah itu bisa melihat benang itu juga?

"Hoi! Dipanggilin dari tadi juga, ngelamunin apa sih!? " Shim Jaeyun— panggil saja Jake —datang, mengelap keringat di pelipisnya dengan jersey basket miliknya, pemuda itu mendudukkan diri disebelah Heeseung, ikut mencari objek yang sedari tadi jadi perhatian si rambut merah.

"Oh, lagi ngincer adkel? " tanya Jake setelah dapat objek yang sedari tadi jadi perhatian temannya.

"Nggak. Dia tadi numpahin minumannya ke almamater gue, " jawab Heeseung seadanya, pemuda itu kemudian bangkit dari duduknya saat Park Sunghoon melambai dari tengah lapangan basket, mengajaknya kembali bermain.

"Gue ada les matematika habis ini, jadi nggak bisa latihan sampek sore, " ucap Jake saat Heeseung mengajaknya kembali masuk ke lapangan.

"Oh, oke, " balas Heeseung kemudian segera berlari turun dari tribun penonton menuju lapangan, bergabung disebelah Park Jongseong— Jay —yang tengah mendribble bola basket ditangannya.

"GUE DULUAN! " Jake melambai dari tribun penonton, dan ketiga temannya balas melambai singkat.

»»————>✾<————««

"Junghwan! Junghwan! "

So Junghwan, si pemilik nama, menoleh ke arah datangnya sang sahabat, Riki berlari memasuki kelas hingga hampir menabrak Kim Sunoo saat kakinya tak sengaja tersandung kaki Yang Jungwon yang tengah berbaring di atas lantai kelas dengan kepala bersap— pemuda itu tengah dibuat stres dengan rumus matematika yang tak ia phami bagaimana cara penyelesaiannya.

"Apa sih? " tanya Junghwan sembari memegangi kepala, menatap nanar buku matematikanya yang tadi ia gambari sapi kecil sebelum Riki memanggil namanya.

"Jas siapa tuh? Kakak kelas mana? " tanya Watanabe Haruto yang kini memutar kursinya menghadap bangku Riki dan Junghwan, Jungwon dan Sunoo yang hendak ke kantin pun malah berbalik mengerubungi Riki yang meringis kecil.

Mereka tentu tahu bahwa jas almamater yang berada di tangan Riki itu adalah milik kakak kelas, sebab di angkatan mereka, warna dari jas almamater berbeda, baru saja ganti warna di tahun mereka masuk kemarin.

"Punya Kak Heeseung, tadi gue nggak sengaja nabrak dia di koridor, " penjelasan Riki mengundang dengusan keempat pemuda disekitarnya.

"Ceroboh banget si bocah, " celetuk Park Jeongwoo yang duduk disebelah Haruto, pemuda satu itu tak menoleh ke belakang saat mengatakannya karena fokus dengan garapannya.

Riki cemberut, "namanya 'kan juga gak sengaja"

"Terus mau lo apain tuh? " tanya Jungwon.

"Cuci lah, besok mau gue balikin. Itung-itung minta maaf juga karena lembar tugas dia juga ikut ketumpahan minuman, " cicit Riki di akhir kalimat.

"Karma tuh, salah siapa ke kantin duluan nggak nungguin gue? " Sunoo mencibir sebal.

"Lama, laper banget gue, " Riki tampilkan cengiran khasnya.

"Tugas lo udah? " tanya Junghwan.

"Ya... Belom lah... Hehe....," Riki mengangkat tangannya untuk melindungi kepala saat Sunoo berancang-ancang akan memukul kepalanya dengan buku tulis.

»»————>tbc<————««

Aku punya banyak banget brain out random yang belum di eksekusi jadi narasi😞 dari dulu hobi emang nimbun brain out doang😞👍🏻

Benang Merah [Heeki]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang